Candu Itu Bernama Kantong Plastik
Kantong plastik ibarat candu bagi warga Jakarta. Begitu sulit barang sekali pakai yang berdampak buruk bagi lingkungan itu lepas dari kehidupan warganya.
Berapa hari dalam sepekan warga Jakarta pada umumnya tak bersentuhan dengan kantong plastik? Bisa dibilang sangat minim untuk menyebut nyaris tak pernah. Dari pasar tumpah hingga pusat perbelanjaan kelas A, orang-orang berlalu lalang dengan menenteng kantong plastik. Tak hanya satu kantong, sekali tenteng bisa beberapa kantong plastik sekaligus keluar bersama belanjaan.
Minggu (6/1/2019) siang, Neni Farida (40) membawa pulang setidaknya tujuh kantong plastik seusai berbelanja dari sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Pusat. Keperluan mandi di satu kantong, sayur di kantong lain, dan obat-obatan di kantong berbeda lagi, serta masih ada kantong khusus untuk kopi.
Padahal, ia sebenarnya warga yang cukup peduli lingkungan dan mendukung pembatasan kantong plastik. ”Saya sebenarnya juga membawa satu tas kain, tetapi sungkan minta belanjaan dimasukkan ke kantong sendiri karena masih aneh sepertinya. Antrean juga sedang panjang jadi tidak enak kalau harus memperlambat kerja kasir,” katanya.
Sebelum ada pembatasan tegas, godaan konsumsi kantong plastik berlebih sulit diatasi, bahkan pada warga yang sebenarnya sudah sadar pentingnya pembatasan produk plastik. Namun, kesadaran belum menjadi aksi nyata sebelum ada ketegasan pengatur regulasi.
Sejumlah suara sumbang pun bermunculan mengiringi rencana pembatasan plastik di DKI Jakarta ini. Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Asosiasi lndustri Aromatik, Olefin, dan Plastik lndonesia (INAPLAS) Suhat Miyarso menuturkan, pihaknya telah mengirim surat penolakan terhadap rancangan peraturan gubernur tersebut kepada Anies.
Menurut dia, solusi sampah plastik seharusnya lebih pada membenahi manajemen sampah secara menyeluruh, bukan pada pengurangan penggunaan. (Kompas, 6/1/2019)
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia Tutum Rahanta mendukung pergub dan peraturan daerah yang berorientasi pada pengurangan sampah plastik. Nmaun, katanya, berdasarkan fakta di lapangan, konsumen belum siap.
Menurut Tutum, konsumen perlu diedukasi agar siap beralih ke kantong belanja. Bahkan, jika perlu, konsumen dibebankan langsung penalti apabila tidak membawa kantong belanja sendiri atau tidak menggunakan kantong belanja yang ramah lingkungan. Penalti itu dapat berdampak pada psikologis konsumen dan menimbulkan efek jera.
Dari data Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, sampah plastik menempati posisi kedua terbanyak setelah sisa makanan. Jakarta menghasilkan sampah plastik rata-rata 14 persen dari total volume sampah harian sekitar 7.000 ton. ”Ini yang ada di tempat pembuangan sementara. Di pembuangan akhir jauh lebih banyak lagi,” kata Kepala Seksi Pengelolaan Sampah Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Rahmawati.
Artinya, setiap hari Jakarta menghasilkan setidaknya 980 ton sampah plastik per hari atau hampir 400.000 ton per tahun. Di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang, tumpukan sampah plastik yang berusia lima tahun dan lebih muda mencapai 30 persen. Dengan semakin terbatasnya TPA, pembatasan kantong plastik akan sangat berarti untuk mencegah krisis tempat pembuangan sampah di Jakarta.
Direktur Gerakan Diet Kantong Plastik Indonesia Tiza Mafira mengatakan, dari angka tersebut, Jakarta merupakan salah satu kota penghasil sampah terbanyak di Indonesia. ”Penduduk Jakarta juga salah satu yang terbanyak,” ujarnya.
Pembatasan kantong plastik di Jakarta akan sangat besar artinya bagi lingkungan tidak hanya di Jakarta, tetapi juga bagi lingkungan Indonesia bahkan mungkin dunia. Seperti diketahui, banyak sampah plastik yang tak terolah di tempat pembuangan akhirnya masuk ke samudra raya.
Perbaikan rancangan
Saat ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah merancang pergub DKI Jakarta yang judul awalnya kantong belanja ramah lingkungan. Rancangan ini merupakan turunan dari Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah.
Pasal 21 perda itu sudah tegas menyatakan penanggung jawab dan/atau pengelola pusat perbelanjaan, toko modern, dan pasar wajib menggunakan kantong belanja yang ramah lingkungan. Tertulis juga denda hingga Rp 5 juta-Rp 25 juta untuk pengelola yang tak mematuhi. Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta sudah gencar melakukan sosialisasi lewat media dan konten di media sosial selama sekitar empat bulan terakhir.
Namun, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta rupanya ingin berhati-hati dalam pengesahan rancangan tersebut. Hingga akhir pekan ini, rancangan tersebut masih disempurnakan oleh Tim Gubernur DKI Jakarta.
Pekan lalu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, pembatasan kantong plastik ini tidak sesederhana melarang kantong plastik, tetapi bagaimana mengatur agar ada proses substitusi yang baik, menyiapkan agar bahan-bahan substitusinya sudah siap.
”Ini bukan soal tanda tangan aja dilarang. Memang kemudian sensasional, Jakarta melarang, rame tuh. Tapi di masyarakat, ibu rumah tangga akan kesulitan jika kita tidak mulai menyiapkan substitusinya,” katanya.
Tiza mengatakan, meskipun belum ada pengesahan, adanya rancangan aturan pembatasan itu tetap merupakan sinyal positif atas niat DKI mengurangi konsumsi kantong plastik. Dari sisi kantong alternatif, sebenarnya sudah sangat banyak tersedia, seperti kantong kain atau kantong belanja anyaman. Kunci utama dari pemberlakuan ini memang pada sosialisasi masyarakat.
Kendati demikian, ia mengatakan agar penundaan ini tidak berlarut-larut. Sebab, saat ini justru merupakan momentum yang tepat dengan banyaknya daerah lain sudah menerapkannya. Saat ini juga banyak masyarakat yang sudah menyatakan dukungan. ”Jangan sampai orang sudah lupa dengan masalah ini, peraturan belum disahkan. Survei baru-baru saja, ada 90 persen responden mendukung pembatasan kantong plastik,” katanya.
Apalagi, saat ini, sudah empat daerah di Indonesia yang mempunyai aturan pembatasan kantong plastik, yaitu Balikpapan, Banjarmasin, Kota Denpasar, dan Kota Bogor.
Penggunaan kantong plastik yang sudah demikian lekat dengan gaya hidup warga DKI tak bisa dikurangi tanpa ada aturan yang tegas. Ibarat candu, mengurangi kantong plastik pun butuh sedikit paksaan.