JAKARTA, KOMPAS — Pariwisata menjadi salah satu sektor yang diandalkan oleh pemerintah sebagai penyumbang devisa terbesar tahun ini. Percepatan pembangunan 10 Destinasi Pariwisata Prioritas diharapkan mampu menarik 20 juta wisatawan asing dan mendorong pergerakan wisatawan Nusantara sebesar 275 juta perjalanan pada tahun 2019.
Kehadiran 10 Destinasi Pariwisata Prioritas (DPP) yang terdiri dari Danau Toba di Sumatera Utara, Tanjung Kelayang di Bangka Belitung, Tanjung Lesung di Banten, Kepulauan Seribu di DKI Jakarta, Borobudur di Jawa Tengah, Bromo-Tengger-Semeru di Jawa Timur, Mandalika di Lombok, Komodo Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur, Wakatobi di Sulawesi Tenggara, dan Morotai di Maluku Utara diproyeksikan bisa menjadi alternatif pilihan bagi wisatawan mancanegara untuk berwisata di Indonesia selain di Bali.
Berdasarkan data Kementerian Pariwisata, pada tahun 2018 sektor pariwisata menyumbang devisa sekitar 17 miliar dolar AS kepada negara. Angka itu naik dari sumbangan pada 2017 dan 2016, yakni 15 miliar dollar AS dan 13,6 miliar dollar AS.
Jumlah sumbangan devisa dari tahun ke tahun sejak 2012 hingga 2018 terus meningkat. Pemerintah optimistis, pada 2019 pariwisata bisa menyumbang devisa hingga 20 miliar dollar AS sekaligus menjadi penyumbang devisa tersebar bagi negara.
Ketua Tim Percepatan Pembangunan Destinasi Pariwisata Prioritas Kementerian Pariwisata Hiramsyah Sambudhy Thaib, Senin (7/1/2019) menjelaskan, saat ini ada tiga superprioritas yang saat ini tengah dikebut pembangunannya. Ketiga superprioritas tersebut adalah Danau Toba, Borobudur, dan Mandalika.
”Salah satu alasan mengapa Borobudur masuk dalam tiga superprioritas karena Bandara Internasional Baru Yogyakarta (NIYA) di Kulon Progo, Yogyakarta, diprediksi akan beroperasi tahun ini. Hal itu membuat Borobudur harus segera dipersiapkan sehingga kemudahan akses menuju Borobudur dapat dijadikan daya tarik bagi lebih banyak wisatawan,” tutur Hiramsyah.
Adapun alasan dikebutnya pembangunan Mandalika karena perkembangan kemajuan investasi di Mandalika paling cepat. Sementara alasan dikebutnya Danau Toba adalah karena ikon Sumatera Utara itu paling cepat perkembangan pembangunan infrastukturnya.
Secara keseluruhan, Hiramsyah menilai perkembangan pembangunan 10 DPP naik 110 persen dibandingkan tahun sebelumnya karena ada program percepatan pembangunan.
Peluang dan tantangan
Tren kunjungan wisatawan, baik mancanegara maupun Nusantara, di 10 DPP terus meningkat setiap tahun. Sampai kuartal III-2018, jumlah wisatawan yang berkunjung ke 10 DPP mencapai 29.188.869 wisatawan. Jika dibandingkan dengan jumlah rata-rata wisatawan pada 2015-2017, rata-rata pertumbuhannya 33,96 persen. Hal ini berpeluang membuat pendapatan daerah dari sektor pariwisata pada tahun 2019 meroket.
Pemerintah juga perlu mengembangkan infrastruktur untuk kemudahan aksestabilitas. Meskipun aksesnya ada, masih ada beberapa destinasi yang infrastrukturnya perlu dikembangkan.
”Beberapa waktu belakangan terjadi bencana alam yang perlu menjadi perhatian ke depannya. Kita akan lakukan evaluasi kembali terhadap tata letak dan tata ruang di daerah wisata. Upaya itu sebagai bagian dari upaya menjamin keselamatan dan kenyamanan wisatawan dalam berwisata,” kata Hiramsyah.
Ciptakan perbedaan
Meskipun pemerintah tengah gencar membangun 10 DPP, potensi wisata lain juga tak boleh dilupakan. Harus ada upaya mandiri dari pemerintah daerah untuk turut berkontribusi dalam memajukan sektor pariwisata di daerahnya masing-masing. Dalam membangun tempat pariwisata, pemerintah daerah tidak selamanya harus mengikuti pasar, tetapi bisa juga menciptakan pasar.
Ketua Tim Ahli Pusat Studi Pariwisata (Puspar) Universitas Gadjah Mada Phil Janianton Damanik mengatakan, kebanyakan pemerintah daerah cenderung membuat destinasi wisata yang menyerupai destinasi wisata di daerah lain. Ia menyarankan pemerintah daerah untuk menciptakan perbedaan sehingga alternatif pilihan wisata di dalam negeri menjadi lebih banyak dan variatif.
”Contohnya, wisata Kalibiru, Kulon Progo, Yogyakarta, saat ini sedang tren wisata alam dengan titik swafoto, lalu daerah lain banyak yang mengikuti tanpa ada pengembangan. Hal itu membuat produk wisata beberapa daerah seragam,” ujar Janianton.
Menurut Janianton, semua daerah memiliki daya tarik wisatanya sendiri-sendiri. Pemerintah daerah perlu mengeksplorasi dan mengoptimalkan potensi daerahnya tersebut.
Salah satu potensi obyek wisata yang hingga sekarang belum terlalu signifikan dimanfaatkan, menurut Janiantion, adalah sungai. Padahal, Indonesia memiliki ribuan sungai dengan ciri khas dan karakternya sendiri. Pemerintah seharusnya bisa melihat hal ini sebagai peluang.
”Tidak hanya mendapatkan kebahagiaan karena berwisata, masyarakat juga bisa mendapatkan edukasi terkait pentingnya menjaga kebersihan dan keasrian sungai,” kata Janianton.
Kombinasi pembangunan 10 DPP untuk menarik wisatawan mancanegara dan pembangunan potensi wisata oleh pemerintah daerah untuk menarik wisatawan Nusantara adalah bagian dari kontribusi dan peran strategis dalam pembangunan perekonomian nasional. (KRISTI DWI UTAMI)