Gotong Royong Toko Kelontong
Di tengah gempuran minimarket berjejaring, toko kelontong di Surabaya terus berusaha mempertahankan eksistensinya. Mereka membentuk koperasi sebagai wadah, membeli barang bersama, dan meningkatkan kapasitas agar tidak kehilangan konsumen.
Kehadiran minimarket berjejaring menjadi ancaman bagi toko kelontong. Lokasi strategis, keragaman produk, dan tata letak barang dagangan yang menarik adalah sebagian keunggulan untuk merebut hati konsumen. Padahal, harga yang ditawarkan oleh minimarket berjejaring tidak selalu lebih murah ketimbang harga di toko kelontong.
Toko kelontong di Surabaya, Jawa Timur, terus berupaya bertahan dan memiliki daya saing lewat berbagai strategi. Salah satunya membentuk Koperasi Toko Kelontong yang diinisiasi Dinas Perdagangan Surabaya.
Para pedagang toko kelontong bergotong royong mengumpulkan uang dan membentuk koperasi sebagai wadah. Uang yang terkumpul dijadikan modal untuk berbelanja produk-produk dagangan langsung ke distributor.
Melalui cara ini, para pedagang bisa mendapatkan harga barang lebih murah karena memutus beberapa rantai distribusi. Daya tawar ke agen dan distributor lebih kuat karena mereka membeli barang dalam jumlah lebih banyak dan tunai. Mereka pun bisa menjual barang dengan harga lebih murah.
Sejak tahun 2017 hingga 2019, ada tujuh koperasi toko kelontong yang terbentuk di tujuh dari 31 kecamatan di Surabaya. Jumlah total anggota lebih dari 250 orang. Koperasi toko kelontong tersebut ada di Kecamatan Rungkut, Genteng, Sawahan, Sambikerep, Tambaksari, Krembangan, dan Tenggilis.
Sekretaris Koperasi Rungkut Makmur Sejahtera, Sutik (48), Sabtu (5/1/2018), di Surabaya, mengatakan, keberadaan koperasi amat membantu anggota untuk bersaing dengan minimarket berjejaring. Harga beli barang dagangan menjadi lebih murah sehingga banyak konsumen tetap menjadi langganan di tokonya.
Harga bersaing
Beberapa barang yang dibeli dari distributor langsung, antara lain gula, beras, minyak goreng, gula pasir, dan mi instan. Harga yang diperoleh lebih murah hingga 20 persen dibandingkan dengan membeli di agen atau pasar tradisional. Saat ini koperasinya memiliki lebih dari 10 distributor tempat mengambil barang kulakan.
”Harga barang-barang di toko saya bisa diadu dengan minimarket sebelah. Saya jamin lebih murah,” ucap Sutik, pemilik toko kelontong Della Jaya di Rungkut yang berlokasi sekitar 100 meter dari sebuah minimarket berjejaring.
Di toko kelontong yang terletak di Jalan Kedung Asem, Rungkut itu, ada sekitar 400 jenis barang dagangan. Penataan barang mirip dengan di minimarket berjejaring. Sebagian besar barang diperoleh dari kulakan koperasi toko kelontong. Omzetnya per hari rata-rata Rp 3 juta.
Hampir setiap hari ada barang kulakan diantar ke tokonya yang sementara digunakan sebagai gudang koperasi. Barang-barang itu datang dalam jumlah banyak, misalnya gula 1 ton dan beras 500 zak sekali datang. Dua pegawainya mengemas dalam jumlah lebih kecil untuk dibagikan kepada anggota koperasi.
”Setiap anggota rata-rata mengambil barang kulakan empat kali seminggu. Omzet koperasi kini Rp 60 juta per bulan. Keuntungannya dibagikan setiap akhir tahun,” tutur Sutik.
Koperasi Rungkut Makmur Sejahtera punya 57 anggota. Untuk menjadi anggota koperasi, anggota harus membayar simpanan pokok Rp 100.000 dan simpanan wajib Rp 25.000 per bulan. Uang itu menjadi modal membeli barang-barang kulakan.
Saat modal awal masih sedikit sementara kebutuhan anggota cukup banyak, Sutik mengajukan kredit Rp 60 juta ke bank. Uang itu untuk menambah modal awal koperasi. Cicilan pinjaman ditanggung bersama seluruh anggota.
Sutik mengatakan, banyak keuntungan ketika pedagang toko kelontong bersatu. ”Minimarket berjejaring bisa bersaing karena modalnya kuat, kini kami juga bisa,” ujarnya.
Fasilitasi
Pemkot Surabaya mempertemukan koperasi-koperasi tersebut dengan distributor rantai kedua dari perusahaan sehingga harga lebih murah dibandingkan distributor lain.
Kepala Dinas Perdagangan Kota Surabaya Wiwiek Widayati mengatakan, Pemkot Surabaya berkepentingan melakukan intervensi kepada para pedagang toko kelontong agar mampu bersaing dengan minimarket berjejaring.
”Kami membantu mempertemukan koperasi dengan distributor untuk memotong rantai distribusi. Jika ada kesulitan modal, kami mempertemukan pedagang dengan lembaga pembiayaan,” katanya.
Agar tetap dilirik konsumen, para pedagang toko kelontong dilatih meningkatkan pelayanan. Barang dagangan harus ditata dengan baik untuk menarik minat pembeli. Toko kelontong juga diajak memberikan promo seperti pesaingnya.
Di sisi lain, Dinas Perdagangan, kata Wiwiek, melakukan penegakan aturan kepada minimarket berjejaring. Aturan yang diawasi dengan ketat antara lain minimarket berjejaring berjarak minimal 500 meter dari pasar tradisional.
Lokasi minimarket harus di jalan yang memiliki lebar lebih dari 8 meter dan memiliki izin usaha toko swalayan.
Dinas Perdagangan juga memantau perkembangan toko kelontong melalui program mantra ekonomi, anggota staf dilatih untuk memberikan pendampingan kepada toko kelontong.
Satu mantra ekonomi bertugas mendampingi 10 pedagang toko kelontong. ”Pedagang toko kelontong dipantau kemampuan mereka dalam manajemen keuangan, retail, dan distribusi,” ujar Wiwiek.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini berharap semakin banyak toko kelontong menjadi anggota koperasi. Dari sekitar 2.000 toko kelontong di kota berpenduduk 3 juta ini, baru 12,5 persen aktif di koperasi.