Inovasi Kaum Muda Bangun Kampung
Sampah masih menjadi masalah hampir di semua kota, termasuk di Kota Tangerang Selatan, Banten. Sebanyak 880 ton sampah per hari dihasilkan warga. Tak hanya pemerintah kota bersama warga menggalakkan tempat pengelolaan sampah reduce, recycle, reuse, dan ada hampir 300 bank sampah yang tersebar di 54 kelurahan sewilayah ini. Salah satunya Bank Sampah Jawara di Jalan Cenderawasih, RT 004 RW 002 Sawah Baru, Ciputat.
Bank sampah ini dikelola anak muda yang dulunya adalah karang taruna setempat. Setidaknya, dengan kehadiran bank sampah yang mulai resmi beroperasi bulan Mei 2018, anak muda yang umumnya mahasiwa dan pekerja ini setidaknya mampu mengatasi masalah sampah plastik rumah tangga di wilayahnya itu sendiri.
Tak hanya mengolah sampah, bersama Komunitas LabTanya dan Kelompok Kolektif Kurator Kampung melalui program Kota dan Seni mereka berkolaborasi mewujudkan keakraban warga dengan permainan tradisional. Seperti terlihat di lapangan halaman gudang Bank Sampah Jawara dan jalanan gang depan bank sampah tersebut, Minggu (6/1/2019).
Kecerian warga, mulai dari anak-anak, anak muda, hingga orang dewasa, terpancar saat mereka bersatu di lapangan. Sebagian dari mereka bermain ular tangga di badan jalan, ada juga yang bermain bola kertas, engrang bambu, galasin, antek, enggrang batok, congklak, taplak gunung, dan gambreng. Permainan yang bertema ”Jaman Boleh berubah, Tradisi Jangan Ampe Punah” berlangsung selama dua hari, sejak Sabtu (5/1/2019).
”Warga yang mau ikutan bermain di tempat ini wajib membawa minimal lima gelas atau botol plastik kosong,” kata Elsa Nurfitri (24), koordinator Bank Sampah Jawara, Minggu.
Selain mengajarkan kepedulian lingkungan hidup dengan gerakan mengelola sampah plastik dari rumah tangga, kata Elsa, melalui aksi tersebut warga, terutama anak-anak, diperkenalkan dengan pemainan tradisional yang saat ini sudah mulai terlupakan oleh anak-anak zaman kekinian. Juga, dalam permainan secara berkelompok itu, anak-anak diajarkan untuk bersosialisasi dengan teman-temannya dan warga di sekitarnya.
”Saat ini, salah satu dampak dari teknologi, anak-anak jarang bersosialisasi dengan teman-temannya dan orang di sekitarnya. Kebiasaan bermain gadget dan permaianan yang menggunakan teknologi membuat mereka tidak lagi mengenal permainan tradisional yang ada,” kata Elsa.
[video width="640" height="352" mp4="https://kompas.id/wp-content/uploads/2019/01/VID-20190107-WA0006.mp4"][/video]
Maryani (41), warga RT 004 RW 002, terlihat membawa sekitar tujuh botol plastik minuman kemasan. Setelah menyerahkan sampah plastik tersebut ke gudang bank sampah, ia langsung bergabung dengan sejumlah ibu, anak remaja, dan pemudi bermain gambreng.
Dikelola anak muda
Elsa mengatakan, sejauh ini di Tangerang Selatan terdapat sekitar hampir 300 bank sampah. Bank Sampah Jawara sendiri baru diresmikan pengoperasiannya sejak Mei 2018.
”Yang mengelola bank sampah ini adalah anak muda. Dulunya, pencetus bank sampah ini adalah karang taruna di RT ini. Selanjutnya, kami membentuk kelompok anak muda, yang anggotanya adalah lulusan SMA/SMK dan sebagian sudah bekerja,” kata Elsa.
Para pengelola bank sampah ini, kata Elsa, dulunya aktif dalam organisasi remaja masjid. Selanjutnya, kebiasaan aktif dari organisasi ini membuat mereka ikut menjadi bagian dari karang taruna. Akhirnya, mereka membentuk semacam kelompok atau semacam komunitas untuk mengelola bank sampah.
Elsa menyadari, agak sulit mengubah kebiasaan warga yang tidak disiplin menjadi peduli mengelola sampah dari tempat asal, yakni rumah tangga. Namun, melalui setiap anggota kelompok ini mereka melakukan sosialisasi melalui orangtua dan keluarga masing-masing. Selanjutnya, dari keluarga mereka menyebarluaskan sosialisasi kepada tetangga dan teman-teman di sekitarnya.
Saat ini sebagian dari warga itu, kata Elsa, mulai peduli dengan sampah. Mereka, terutama ibu-ibu setiap minggu kedua awal setiap bulannya menjual sampah ke bank sampah.
”Saya menjual sampah ke sini (bank sampah) tidak menentu jumlahnya. Botol bekas minuman kemasan yang ada di rumah. Sekarang tabungan saya di bank sampah sudah mencapai Rp 800.000-an,” kata Maryani yang menjadi anggota bank sampah sejak bank sampah itu diresmikan bulan Mei lalu.
Sejauh ini, uang tabungan sampah belum dimanfaatkan oleh warga, termasuk Maryani. Ia baru akan memanfaatkan tabungannya untuk Lebaran mendatang.
[video width="640" height="352" mp4="https://kompas.id/wp-content/uploads/2019/01/VID-20190107-WA0007.mp4"][/video]
Kota dan Seni
Pendiri Komunitas LabTanya, Adi Wibowo, mengatakan, kegiatan selama dua hari bersama Bank Sampah Jawara tersebut dilakukan melalui program Kota dan Seni. Bahwa sejauh ini yang dilihat dari sebuah kota hanyalah sebagian kecil, yakni semata hanya melalui pengamatan dari atas, yakni berupa pembangunan atau bentuk bentuk fisiknya. Sementara yang sering terlewatkan adalah pandangan dari prespektif mikro, yakni keberadaan masyarakatnya. Padahal, kondisi warga inilah yang paling kritis dalam bertumbuhkembangnya suatu kota.
Pertumbuhan pembangunan Kota Tangerang yang terjadi, kata Adi, membuat lahan untuk ruang publik semakin terbatas. Keterbatasan lahan tersebut salah satunya memberikan dampak semakin sempitnya tempat untuk bermain dan warga bersosialisasi.
Adi mengatakan, melalui program Kota dan Seni, mereka memfasilitasi komunitas-komunitas untuk membuat kegiatan yang bermanfaat bagi warga sekitar.
”Kami bersama kelompok seniman dan Kolektif Kurator memfasilitasi teman-teman komunitas, termasuk Bank Sampah Jawara. Kami membuat program bersama dan jadilah kegiatan ini,” kata Adi di Bank Sampah Jawara, Minggu.
Untuk membuat kegiatan, kata Adi, pihaknya mendatangi langsung ke lokasi yang akan menjadi pelaksanaan kegiatan. Tim yang turun berbagi pengalaman, melihat persoalan yang terjadi terhadap warga sekitar komunitas. Selanjutnya, secara bersama mereka berembuk mencari bentuk kegiatan atau acara yang tepat untuk warga setempat.
Refandi Nugroho dari kurator Program Kota dan Seni mengatakan, timnya turun ke komunitas selama sebulan. ”Kami nongkrong dengan komunitas, meminta masukan data mengenai aset dan persoalan di sekitar komunitas. Selanjutnya, kami membahas kemungkinan kegiatan yang akan digelar di satu komunitas,” kata Refandi di Bank Sampah Jawara.
[video width="640" height="352" mp4="https://kompas.id/wp-content/uploads/2019/01/VID-20190107-WA0008.mp4"][/video]
Adi mengatakan, tak hanya di Bank Sampah Jawara. Program Kota dan Seni juga membuat kegiatan Blengketan, pertunjukan teater yang dipadukan dengan pameran foto kenangan, video pendek curahan hati warga sesepuh, drama sejarah kampung, dan makan bareng bersama warga di lapangan PB Rosip, RT 005 RW 002 Pondok Jaya, Minggu malam. Ada juga Buka Ruang Kramat I, Sabtu, di Jalan Gang Kramat RT 002 RW 010, Rengas, Ciputat Timur, dan Andrawina Next Day di Andrawina, Blok C14.
Taka hanya mendapatkan keceriaan dan mengenalkan permainan tradisional, warga sekitar juga mengelola sampah plastik dari sekitarnya.