Empat tahun terakhir, kedai-kedai kopi bermunculan di Balikpapan, Kalimantan Timur. Masing-masing mengusung konsep berbeda, berbeda juga pangsa pasarnya. Kopi semakin mendapat tempat, bisnis ini pun masih menjanjikan.
Warung Kopi Jingga di Jalan Abdi Praja, Balikpapan, termasuk yang paling baru. Warung ini buka 24 Desember 2018. Kedai itu sederhana, berukuran 4 x 6 meter. Alunan musik dari salah satu grup band indie di Tanah Air, terdengar.
Didi Febriandi (28), Senin (7/1/2019) sore, masih duduk santai dan menikmati kopi, ketika kedatangan dua pembeli. Obrolan pun mengalir. Ditemani menu kopi susu dan mi instan rebus.
Secangkir kopi susu dijual Rp 7.000. Kalau kopi hitam, Rp 5.000. Menu andalannya kopi Gresik. Didi mengutarakan, konsepnya memang warung sederhana dengan harga menu terjangkau. Menyesuaikan kondisi sekitar.
“Memang menyasar pangsa pasar menengah, dan menengah ke bawah. Mungkin di Balikpapan ini, hanya saya yang jualan kopi Gresik (Jawa Timur). Saya pilih nama Jingga ya karena terdengar enak saja,” kata Didi seraya menyebut, modalnya membuka usaha sekitar Rp 9 juta.
Usaha kopi adalah pekerjaan keduanya, namun juga untuk kebutuhan hidup. Didi adalah dosen di Universitas Tridharma Balikpapan. Karena hanya bertugas mengajar Sabtu dan Minggu, maka Didi jaga warung Hari Senin hingga Jumat. Sabtu dan Minggu, giliran temannya.
Konsep sederhana juga dianut Warung Kopi Bahagia (Koba) di Jalan Letjen S Parman, kawasan Gunung Guntur, Balikpapan. Akhir Agustus 2018 lalu, Andi Abdul Hamid (24) membuka warung ini, berbekal modal sekitar Rp 10 juta.
Tidak ada mesin-mesin kopi di Warung Koba. Juga tidak ada makanan “berat”. Andi menyebut, konsep warungnya ini memang bukan kafe. “Di sini, kopinya yang manual brew (tanpa mesin). Memang enggak punya mesin,” ujarnya.
Warung Koba berukuran 3 x 20 meter. Sebagian besar areanya terbuka, hanya menyisakan ruangan kecil untuk ruang dapur. Areanya ini, pagi sampai sore digunakan sebagai areal parkir salah satu Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Koba buka pukul 17.00-01.00. Pasarnya adalah kalangan pekerja, namun seiring waktu semakin melebar. Latar belakang Andi yang juga pemain sape (alat musik tradisional Dayak), membuat Koba sering juga jadi tempat kumpul seniman. Seperti semangat yang diusung, dia berharap kedainya bisa memberi kebahagiaan bagi yang datang.
Hadirnya kedai dan warung kopi baru, disikapi positif “pemain lama”. Abi Ramadan Noor, pemilik Kopi Sahabat (Kopsah) menyebut semua usaha kopi, pasti memiliki sasaran pasar berbeda. Juga konsep yang berbeda.
Kopsah, menurut Abi, membawa konsep berbeda, yakni menggabungkannya dengan pergerakan seni. Kopsah mulai buka tahun 2013, menyewa sebuah kios di Jalan Martadinata Balikpapan. Kedainya lalu berpindah ke beberapa lokasi.
Salah satunya di kios Pasar Klandasan, tahun 2016 lalu. Dari kios sempit di lorong pasar, Abi pindah ke rumah kontrakan, di kawasan Kampung Timur, awal 2018. Oktober lalu, Kopsah pindah lagi ke kawasan Markoni Atas.
Lokasi baru, memang paling bagus secara bangunan fisik, dan lebih luas. Peralatan kopi juga lebih komplet. Abi yang adalah pelukis, menjadikan tempat ini sekaligus tak hanya sebatas pilihan tempat nongkrong para seniman. Namun juga tempat menggelar acara-acara seni. Juga kedai yang bisa membuat orang menjadi bersahabat.
Andi memerkirakan ada sekitar 50 kedai kopi se-Balikpapan. Mendapatkan pelanggan, tentu tidak mudah. “Namun pasar ini (penggemar kopi) semakin tumbuh, dan ini menumbuhkan optimisme. Masih ada orang-orang baru, penikmat kopi, yang datang,” katanya.
Bagi masyarakat, semakin banyak pilihan kedai kopi, semakin bagus. Chita, yang bekerja di ranah event organizer, menyebut kedai-kedai kopi tidak hanya sebatas tempat minum kopi. Bahkan juga tidak hanya tempat nongkrong sejenak.
“Bagi para penikmat kopi, maupun yang tidak, kedai-kedai kopi justru mulai menjadi titik kumpul anak-anak muda. Senang juga saya melihatnya karena mereka tak lagi melulu nongkrong hanya di mal,” ujar Chita, yang juga pegiat sosial ini.
Agus, warga Gunung Samarinda Baru, Balikpapan, menyebut suasana dan rasa menjadi hal penting. Karena itu, ia memilih kedai-kedai yang jauh dari ruas jalan utama dan yang kopinya enak. “Setelah dari kantor, kan capek. Jadi, ya ke kedai yang tenang,” katanya.