JAKARTA, KOMPAS—Laboratorium Lingkungan Hidup Daerah Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta menguji efektivitas uji coba penggunaan eceng gondok untuk mengurangi pencemaran kali. Setelah rangkaian pengujian selesai, hasil akan jadi bahan evaluasi untuk menerapkan program serupa di kali lain atau tidak.
Eceng gondok ditumbuhkan di Kali Penghubung Bisma Inlet 3, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara, sejak awal Desember lalu. Kepala Satuan Pelaksana Unit Pelaksana Kebersihan Badan Air Dinas Lingkungan Hidup Wilayah Jakarta Utara, Lambas Sigalingging, menjelaskan, laboratorium sudah mengambil sampel air pada 10 Desember 2018 sebagai data dasar.
Total akan ada empat kali pengambilan sampel, rencananya sebulan sekali, sehingga akan ada perbandingan data untuk tahu kualitas air semakin baik atau tidak. Pengujian kedua berjalan pada Senin (7/1/2019). “Hasil laboratorium akan kami tunggu dua minggu lagi,” ucap Lambas usai pengambilan sampel di Kali Phb Bisma Inlet 3, Senin menjelang siang.
Staf Analis Mikrobiologi LLHD Dinas LH DKI, Anita Andriyani, menyebutkan, untuk mitra umum, biasanya hasil bisa diperoleh setelah 14 hari kerja. Namun, pihaknya berupaya mempercepat pengujian di laboratorium untuk permintaan dari satuan atau unit kerja dari Pemprov DKI. Ia memperkirakan, hasil pengujian dari pengambilan sampel pada Senin ini bisa didapatkan dalam tujuh hari kerja.
Kali Phb Bisma Inlet 3 menyalurkan air limbah dari permukiman ke Waduk Cincin, yang merupakan bagian dari Taman BMW (Bersih, Manusiawi, Berwibawa), calon lokasi pembangunan stadion bertaraf internasional. Kali ini memiliki panjang 700 meter dan lebar 11 meter itu, tetapi tidak seluruh area kali ditanami eceng gondok.
Terdapat dua area penanaman eceng gondok di Phb Bisma Inlet 3. Masing-masing sepanjang 40 meter dan lebar 11 meter. Jarak antara dua area penanaman sekitar 150 meter. Anita beserta dua staf LLHD lainnya mengambil sampel air di tiga titik, yaitu di badan kali sebelum area penanaman pertama, di badan kali antara dua area penanaman, serta di badan kali setelah area penanaman kedua, sebelum air masuk ke Waduk Cincin.
Dari masing-masing titik, ketiganya mengambil dua liter air untuk pengukuran parameter kimia serta 100 mililiter air untuk pengukuran parameter mikrobiologi. Mereka juga membawa alat water checker, antara lain untuk pengukuran oksigen terlarut, temperatur, keasaman, dan salinitas.
Namun, kesimpulan belum bisa diperoleh selama rangkaian pengujian belum selesai. Meski demikian, Lambas mengklaim bahwa kualitas air di Phb Bisma Inlet 3 sudah membaik dibanding sebelum penanaman eceng gondok.
“Biasanya, pukul 11.00 sudah bau, tetapi sekarang seperti sama-sama kita rasakan, bau sudah tidak ada,” ujar Lambas. Air yang mengalir ke arah Waduk Cincin dan sudah melewati dua area eceng gondok pun menurut dia lebih jernih dibanding sebelum melewati eceng gondok. Ini bagi dia menunjukkan penanaman eceng gondok bermanfaat.
Sebelumnya, pakar limnologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Gadis Sri Haryani, menuturkan, Eceng gondok memang bermanfaat untuk menurunkan pencemaran pada air, tetapi ia tetap merekomendasikan solusi eceng gondok tidak untuk jangka panjang karena besarnya risiko terhadap lingkungan.
Eceng gondok bersifat invasif, mampu mengolonisasi habitat secara masif. Apabila menutupi permukaan air secara luas, eceng gondok bisa mengurangi kadar oksigen di air yang dibutuhkan hewan atau tumbuhan lain. Jumlah eceng gondok yang terlalu banyak bisa memicu pendangkalan.
Air menjadi jernih karena akar eceng gondok mengikat lumpur dan lumpur mengendap, tetapi dampaknya, endapan lumpur di dasar kali menjadi bertambah. Jika mati, tanaman ini akan tenggelam dan menjadi sedimen serta mampu menambat kotoran yang halus sehingga semakin lama juga semakin mendangkalkan kali (Kompas, 4/12/2018).
Terkait risiko itu, Lambas mengatakan, terdapat petugas UPK Badan Air yang rutin membersihkan sampah di Phb Bisma Inlet 3. Mereka sekaligus merawat dan membersihkan tanaman eceng gondok. Jika sudah ada yang mati atau bahkan masih hidup tetapi sudah layu, tanaman eceng gondok akan diangkat dan dibuang ke penampungan.
Lambas menambahkan, pihaknya juga sedang memikirkan strategi memanfaatkan limbah eceng gondok. Dari pengalaman selama ini, eceng gondok bisa dijadikan bahan kompos. “Kami akan mengajukan mesin pencacah sehingga saat kami panen eceng gondok, kami olah di sini,” tuturnya.