Mayoritas responden survei Litbang ”Kompas” menilai penting informasi soal visi, misi, dan program capres-cawapres. Namun, minim yang terpapar hal itu.
JAKARTA, KOMPAS Para pemilih pada Pemilu 2019 menunggu lebih banyak materi kampanye programatik dari tim sukses pasangan calon presiden dan calon wakil presiden. Pemahaman program tidak hanya penting sebagai bahan pertimbangan memilih di hari pemungutan suara, tetapi juga bisa menjadi acuan mengontrol pemerintahan yang terpilih.
Masa kampanye Pemilu 2019 dimulai sejak 23 September 2018 dan masih berlangsung hingga 13 April 2019. Namun, hingga setengah perjalanan kampanye, para pemilih masih kurang terpapar program kedua pasangan calon.
Jajak pendapat Litbang Kompas yang dilaksanakan pada 3-4 januari 2019 menunjukkan hanya 33,93 persen responden yang mengaku terpapar informasi tentang visi, misi, serta program capres dan cawapres. Sisanya menyatakan mendapat informasi mengenai aktivitas kampanye, keseharian calon, identitas calon, informasi hoaks, atau menyatakan tidak tahu dan tidak menjawab.
Padahal, sekitar 90 persen responden menilai bahwa pengetahuan soal visi, misi, serta program capres dan cawapres penting dan sangat penting. Survei ini melibatkan 501 responden berusia minimal 17 tahun yang tersebar di 16 kota besar di Indonesia.
Di ruang maya, wacana terkait capres dan cawapres yang berkembang juga cenderung tidak programatik. Pada Minggu (6/1/2019) pagi hingga petang, misalnya, di Twitter riuh ”perang” tanda pagar atau tagar #JokowiTakutPaparkanMisiVisi dan #PrabowoTakutTesNgaji.
Indikasi serupa muncul saat melihat Google Trends selama 90 hari terakhir di Indonesia terhadap kueri (perintah pencarian) dengan menggunakan kata kunci ”Jokowi”, ”Prabowo”, ”Ma’ruf Amin”, dan ”Sandiaga Uno”. Google Trends yang diakses pada Sabtu (5/1) pagi menunjukkan kueri terkait ”Jokowi” yang melonjak, antara lain ”Game of Thrones”, ”game of thrones Jokowi”, ”bahar smith Jokowi”, dan ”poster jokowi raja”.
Adapun kueri terkait pencarian ”Prabowo” yang melonjak di antaranya ialah ”Boyolali Prabowo”, ”Prabowo merayakan natal”, dan ”Prabowo Haiti”.
Sementara itu, kueri terkait ”Sandiaga Uno” yang melonjak antara lain ”Sandiaga Uno ditolak”, ”sandiaga uno bung hatta”, dan ”sandiaga uno melangkahi makam”. Adapun perintah pencarian tentang ”Ma’ruf Amin” yang meningkat tinggi ialah ”maruf amin natal”, ”maruf amin sakit”, ”gambar jokowi maruf amin”, dan ”istri maruf amin”.
Absen ideologi
Pengamat media sosial, Irendra Radjawali, berpendapat, pembahasan tidak mendalam di ruang publik virtual saat masa kampanye disebabkan dua faktor. Pertama, mayoritas pengguna internet tak bisa lama berada di satu platform daring karena terdistraksi akibat banyaknya informasi yang masuk.
”Sehingga perilaku jadi berubah menuju instan. Kedua, semangat kedua pasangan calon untuk menggunakan media sosial daring, ya, memang sebagai ’ruang lain’ untuk kampanye, alih-alih untuk ’mendidik’ atau menyebarkan hal lebih substansial,” tutur Irendra.
Pengajar Psikologi Politik Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta Indro Adinugroho menyatakan, kondisi ini tidak terlepas dari absennya ideologi politik serta dominannya faktor ketokohan di Indonesia.
Akibatnya, saat kampanye, isu yang diangkat bukan kebijakan, melainkan hal-hal trivial. Hal ini juga sejalan dengan apa yang dicari massa akar rumput. Sebab, bisa saja hal yang dianggap masyarakat terdidik tidak penting, tetapi bagi massa akar rumput justru penting.
Mengawasi kinerja
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini menilai minimnya pemilih terpapar program kandidat disebabkan elite politik dan partai politik tidak mampu memberi pendidikan politik kepada pemilih lewat penyebaran program.
Padahal, pilihan pada pemilu seyogianya berbasis pemahaman memadai atas visi, misi, dan program kandidat. Informasi itu juga dibutuhkan warga guna mengawasi kinerja pemerintahan terpilih.
Sebaliknya, kata Titi, pemilihan atas pertimbangan suka atau tidak suka akan melemahkan kontrol warga atas pemerintahan. Sebab, kritik dan dukungan yang muncul tidak berbasis argumentasi kinerja dan program, tetapi emosi.
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf Arsul Sani menuturkan, informasi terkait program kerja disebarkan lewat kampanye tatap muka dengan warga. ”Selama ini, yang banyak dipantau percakapan di media sosial atau berita media massa. Padahal, penyampaian visi-misi dan program kerja lebih banyak di tingkat bawah,” katanya.
Koordinator Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga Dahnil Anzar Simanjuntak mengungkapkan, dalam sisa 100 hari masa kampanye, intensitas Prabowo-Sandiaga menemui masyarakat di daerah akan semakin tinggi guna menjabarkan visi-misi dan program. Tim sukses dan relawan juga akan menemui pemilih. (AGE/SAN/INK/REK)