JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian Negara Republik Indonesia masih memburu pembuat dan penyebar informasi hoaks terkait dengan tujuh kontainer berisi surat suara tercoblos. Alat bukti masih terus diperbanyak. Selain itu, Polri juga kembali menangkap satu pelaku lagi yang turut meneruskan informasi hoaks tersebut.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Dedi Prasetyo mengatakan, Tim Siber hingga kini masih memburu pembuat konten atau kreator hoaks tujuh kontainer berisi surat suara tercoblos. Kreator itu menjadi pihak yang paling bertanggung jawab dalam kasus tersebut.
”Penguatan alat bukti ini dibutuhkan dalam rangka menetapkan status yang bersangkutan sebagai tersangka,” kata Dedi saat dihubungi dari Jakarta, Senin (7/1/2019).
Selain kreator sebagai auktor intelektualis di balik penyebaran informasi hoaks, Tim Siber juga tengah memburu pihak penyebar. Penyebar atau buzzer tersebut adalah pihak yang bertanggung jawab terhadap tersebarnya informasi hoaks ke sejumlah akun.
”Dia yang pertama kali menerima dan memviralkan ke akun-akun media sosial,” kata Dedi.
Dedi menegaskan, pihak kreator dan buzzer saat ini sudah diidentifikasi dan disusun profilnya. Penangkapan belum dilakukan lantaran Polri tidak ingin berspekulasi. Sejumlah alat bukti akan dikuatkan kembali untuk mendukung proses penyidikan hingga pelimpahan berkas ke jaksa penuntut umum.
”Kami tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah,” kata Dedi.
Ia menambahkan, dalam proses identifikasi pelaku, Polri memanfaatkan Laboratorium Forensik Digital yang dimiliki Cyber Crime Identification Center Bareskrim Polri. Laboratorium tersebut yang akan menelisik rekaman audio yang beredar di media sosial beberapa hari yang lalu.
Satu pelaku lagi
Tim Siber kini telah mengamankan satu pelaku lagi setelah penangkapan HY dan LS. Pelaku berinisial J tersebut berhasil diamankan di wilayah Kepolisian Resor Brebes pada Sabtu (5/1/2019) malam. ”Saat ini telah ditangani tim gabungan dari Polres Brebes dan Polda Jateng,” kata Dedi.
Menurut Dedi, peran J sama dengan HY yang ditangkap di Bogor dan LS di Balikpapan adalah sebagai penerima konten tanpa melakukan proses klarifikasi terlebih dulu. Mereka langsung menyebarkan informasi tersebut melalui jejaring Facebook dan grup Whatsapp.
”Kami tidak lakukan penahanan. Ketiganya hanya berperan meneruskan. Mereka juga kooperatif dan tidak akan mengulangi perbuatannya lagi,” ungkap Dedi.
Dedi menambahkan, pihak yang meneruskan informasi hoaks tersebut dikenai Pasal 14 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dengan ancaman hukuman 3 tahun penjara.
Dedi mengajak masyarakat untuk cerdas dan bijak dalam menggunakan media sosial. Itu karena konten berupa narasi, video, rekaman audio, dan foto yang sudah disebarkan telah menjadi jejak digital yang tidak bisa dihapus.
”Meskipun secara pribadi dia menghapus, dengan teknologi yang Tim Siber miliki, bisa dimunculkan kembali,” ungkapnya.
Berbagai kepentingan
Pegiat media sosial Eko Kuntadhi mengatakan, penyebaran hoaks seputar politik cenderung lebih cepat beredar lantaran ada kepentingan di dalamnya. Banyak hoaks juga diproduksi industri sehingga ada kepentingan ekonomis di baliknya.
”Selain untuk kepentingan politik, mungkin juga ada yang membiayai dan memberi manfaat secara ekonomis,” kata Eko.
Terkait dengan peredaran informasi hoaks tujuh kontainer berisi surat suara tercoblos, Eko meyakini, hal itu sengaja diproduksi untuk menciptakan kebohongan. Meskipun demikian, pihak-pihak yang menyebarkan belum tentu secara sengaja melakukannya.
”Bisa saja karena ketidaktahuan atau karena mereka mendukung calon pasangan lain secara membabi buta,” ujar Eko. (FAJAR RAMADHAN)