Warga Biasa Gunakan Bahan Diduga Limbah untuk Tanah Urukan
Oleh
J Galuh Bimantara
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS—Kepala Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Utara Slamet Riyadi menuturkan, sejumlah warga di Marunda sudah familiar dengan bahan diduga limbah industri minyak goreng yang berwujud gundukan pasir berwarna coklat muda. Biasanya, bahan tersebut dimanfaatkan untuk tanah urukan. Namun, mereka kemungkinan belum mengetahui jika bahan itu berpotensi membahayakan karena diduga termasuk limbah bahan berbahaya dan beracun atau B3.
“Jadi, mereka mencari bahan yang murah yang bisa dimanfaatkan untuk menguruk empang. Setelah diuruk dengan bahan ini, diuruk lagi dengan tanah. Baru di atasnya dibangun rumah mereka,” ucap Slamet saat meninjau gundukan pasir diduga limbah di dalam Rumah Susun Marunda Klaster B, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, Senin (7/1/2019) sore.
Menurut Slamet, warga sekitar mengenal bahan diduga limbah itu sebagai “tahi minyak”, karena menurut mereka itu ampas produksi minyak goreng berbahan kelapa sawit. Warga Rusun Marunda kemungkinan mengikuti jejak warga di luar rusun yang sudah lebih dulu menggunakan “tahi minyak”.
Informasinya, gundukan pasir diduga limbah sudah berada di dalam rusun lebih kurang dua bulan. Bahan itu dipesan penghuni untuk menguruk dan meratakan bagian lahan parkir sepeda motor yang cekung, untuk kemudian dilapisi dengan konblok.
Slamet menyebutkan, selama tiga tahun ia menjabat Kasudin LH di Jakarta Utara, baru kali ini ia mendapati adanya laporan soal gundukan pasir diduga limbah industri minyak goreng. Itu kemungkinan karena warga selama ini tidak mengalami masalah, termasuk ke kesehatan, akibat adanya bahan itu sehingga tidak ada yang melaporkan ke Pemerintah Provinsi DKI.
Sebelumnya, Kepala Seksi Penanganan Pengaduan dan Penyelesaian Sengketa Dinas LH DKI Jakarta, Rusliyanto, mengkhawatirkan penggunaan pasir diduga limbah untuk tanah urukan bisa memicu pencemaran air tanah jika ternyata benar limbah B3. Terkait itu, lanjut Slamet, warga diduga tidak terlalu memikirkan soal pencemaran air tanah mengingat air tanah di Marunda kebanyakan asin. “Air tanah di Marunda tidak bisa untuk minum. Mereka hanya dari air PAM (perusahaan air minum) saja,” ujarnya.
Pada sisi lain, tanaman yang tumbuh pada tanah di atas pasir diduga limbah itu juga tidak lantas layu dan mati. Kondisi itu menurut Slamet menguatkan keyakinan warga bahwa bahan diduga limbah itu tidak menimbulkan masalah.
Gundukan pasir di Rusun Marunda Klaster B mirip dengan yang dipantau oleh Kompas di Jalan Marunda Pulo di seberang SD Negeri Marunda 02 Pagi, serta di sisi Jalan Akses Rusun, pada Jumat (4/1/2019). Pada Senin ini, gundukan di depan SDN Marunda 02 Pagi sudah dikelilingi tali pembatas oleh Dinas LH DKI. Sebagian pasir diduga limbah juga telah dikemas dalam karung-karung.
Staf Seksi Penanganan Pengaduan dan Penyelesaian Sengketa Dinas LH, M Yamin, menyebutkan, itu untuk memberikan tanda pada warga, terutama anak sekolah, agar menjauhi gundukan tersebut. “Untuk selanjutnya, kami akan segera koordinasi dengan atasan untuk mengangkat dan memindahkannya, terutama yang sudah dikarung-karungi ini,” kata dia.