Anggota DPR Tidak Boleh Kampanye ke Dapil di Hari Kerja
Oleh
Agnes Theodora Wolkh Wagunu
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat tidak diperbolehkan berkampanye ke daerah pemilihan pada hari kerja, khususnya setiap Kamis, yang akan dijadikan sebagai hari membahas undang-undang. Pimpinan DPR akan memanggil pimpinan fraksi untuk mengatur ritme kerja anggotanya agar tetap fokus melakukan tugas kedewanan saat hari kerja.
Langkah ini dinilai perlu karena 2019 merupakan tahun diadakannya pemilihan umum. Selama empat bulan pertama tahun ini, 94 persen anggota DPR yang akan kembali maju di pemilihan legislatif, April mendatang, fokusnya akan terbelah antara menjalankan tugas kedewanan dan berkampanye.
"Hari Kamis adalah hari pembahasan legislasi. Senin sampai Rabu kegiatan normal untuk kerja pengawasan dan lain-lain. Tidak ada yang boleh ke dapil saat hari kerja," kata Ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (7/1/2019).
Hari Kamis adalah hari pembahasan legislasi. Senin sampai Rabu kegiatan normal untuk kerja pengawasan dan lain-lain. Tidak ada yang boleh ke dapil saat hari kerja
Sebelumnya, dalam pidato pembukaan Masa Persidangan III Tahun Sidang 2018-2019, Senin pagi, Bambang menyampaikan, anggota DPR perlu mengatur waktu antara kewajibannya sebagai anggota Dewan dan kegiatan berkampanye sebagai calon anggota legislatif. Anggota juga dituntut berprestasi di tahun politik dengan menyelesaikan pembahasan rancangan undang-undang yang sudah ditetapkan.
Dalam waktu dekat, pimpinan DPR akan memanggil tiap pimpinan fraksi untuk berkoordinasi mengenai jadwal dan target kerja kedewanan yang realistis di tengah masa kampanye. Setiap pimpinan fraksi diharapkan tegas dan dapat membuat mekanisme untuk mengikat tiap anggotanya konsisten menjalankan aturan itu.
"Kami harap para pimpinan fraksi bisa mengatur ritme anggotanya. Di hari kerja, bertugas di komisi. Sisanya, silakan berkampanye," kata Bambang.
Selama ini kinerja DPR di bidang legislasi masih jauh dari target. Sepanjang 2018, DPR dan Pemerintah hanya mengesahkan 10 persen dari target atau lima dari 50 rancangan undang-undang, yaitu revisi Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, revisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, RUU Kekarantinaan Kesehatan, RUU Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan RUU Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam.
Saat ini, ada 27 RUU yang pembahasannya tengah berlangsung di tiap komisi dan panitia khusus DPR. Sebanyak 17 RUU di antaranya sudah berkali-kali diperpanjang pembahasannya hingga lebih dari lima kali masa sidang atau di atas satu tahun.
Dari target jangka panjangnya, DPR dan Pemerintah baru berhasil memenuhi 11,6 persen. Sejak mulai menjabat pada Oktober 2014 sampai hari ini, hanya 22 RUU prioritas yang berhasil disahkan dari total 189 RUU di Prolegnas 2014-2019. Itu tidak termasuk RUU APBN, pengesahan perjanjian internasional, dan penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang.
Pawai akbar yang diinisiasi Gerakan Masyarakat untuk Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual menyusuri Jalan Medan Merdeka Barat menuju ke Taman Aspirasi di depan Istana Merdeka, Jakarta, Sabtu (8/12/2018). Pawai ini sebagai bentuk desakan kepada DPR dan Pemerintah untuk segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual menjadi UU. Berdasarkan catatan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), sejak 2014, Indonesia sudah pada status darurat kekerasan seksual.Belakangan ini, tuntutan dari publik agar DPR segera mengesahkan sejumlah RUU, seperti RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, serta RUU Aparatur Sipil Negara, semakin sering terdengar.
Namun, waktu yang mepet di tengah kontestasi pemilu, membuat DPR dan Pemerintah sepakat RUU KUHP dibahas kembali setelah kontestasi pemilu selesai, Mei 2019. Sebagai catatan, RUU itu sudah dibahas lebih dari tiga tahun dan diperpanjang sebanyak 14 kali masa sidang.
Prolegnas dievaluasi
Bambang mengatakan, dalam waktu dekat, target Prolegnas 2019 akan dievaluasi agar lebih realistis. Untuk tahun ini, yang otomatis menjadi tahun terakhir anggota DPR periode 2014-2019 menjabat, ada sejumlah RUU yang akan diprioritaskan dari total 55 RUU di Prolegnas. Dalam masa sidang ketiga ini, diharapkan lima RUU dapat segera disahkan.
"Nanti kami geber bertahap, setidaknya ada 15-20 RUU yang bisa selesai tahun ini. Harus kami sesuaikan, mana RUU yang bisa kami lepas, mana yang bisa diselesaikan. Perlu realistis, tidak mungkin semua diselesaikan," katanya.