JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah memiliki dua skenario untuk membawa Indonesia keluar dari jebakan pendapatan kelas menengah atau middle income trap. Dari kedua skenario itu, Indonesia paling cepat keluar dari jebakan pada 2036. Skenario tersebut, salah satunya akan direalisasikan dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas kelas menengah.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang PS Brodjonegoro dalam Sosialisasi dan Diskusi Visi Indonesia 2045 di Jakarta, Selasa (8/1/2019), mengatakan, Indonesia telah menjadi negara berpendapatan menengah-bawah setidaknya selama 15 tahun.
“Dalam perhitungan baru, kemungkinan Indonesia baru masuk sebagai negara berpendapatan menengah ke atas pada 2020 dengan kondisi sekarang. Namun, itu masih di dalam jebakan kelas menengah,” tutur Bambang.
Pemerintah memiliki dua skenario untuk membuat Indonesia keluar dari jebakan kelas menengah, dan menjadikannya sebagai salah satu negara berpendapatan tinggi dan perekonomian terbesar dunia.
Skenario pertama, Indonesia harus memiliki pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,1 persen per tahun. Kemudian peringkat produk domestik bruto (PDB) akan berada di posisi ketujuh dunia. Dengan demikian, Indonesia akan keluar dari jebakan kelas menengah pada 2038. Selanjutnya, jumlah PDB per kapita dapat mencapai 19.794 dollar AS atau setara Rp 277,72 juta pada 2045.
Skenario kedua, Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,7 persen per tahun. PDB akan berada di posisi kelima dunia. Dengan demikian, Indonesia akan keluar dari jebakan kelas menengah pada 2036. Jumlah PDB per kapita akan menjadi 23.199 dollar AS atau Rp 325,5 juta pada 2045.
“Kita harus menjaga pertumbuhan ekonomi stabil di angka minimal 5,1 persen hingga 2045. Artinya, ketika bonus demografi mendekati akhir 2040, Indonesia sudah menjadi negara berpendapatan tinggi,” kata Bambang.
Berdasarkan perhitungan Bappenas, Indonesia memiliki 45 juta orang kategori kelas menengah pada 2010. Diperkirakan, jumlah itu akan bertambah menjadi 187 juta orang pada 2040 dan 223 juta orang pada 2045.
Menurut Bambang, pemerintah berkomitmen untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas kelas menengah. Sebab, kelas menengah memiliki daya beli tinggi sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi. Selain itu, konsumsi yang kuat akan mendorong ekonomi Indonesia lebih kokoh.
Investasi dan ekspor
Bambang berpendapat, Indonesia harus melakukan reformasi struktural perekonomian. Indonesia dapat belajar dari China, Jepang, dan Korea Selatan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di atas enam persen. Negara-negara tersebut mampu menarik investasi dalam jumlah besar dan meningkatkan nilai tambah komoditas ekspor.
Pemerintah pun sudah berupaya untuk meningkatkan iklim investasi. Upaya peningkatan dibagi ke dalam tiga fase. Fase pertama, fokus untuk menguatkan sektor padat karya, berorientasi ekspor, dan bernilai tambah pada 2015-2025.
Selanjutnya, pemerintah fokus mempercepat investasi sektor teknologi maju dan inovasi tinggi pada 2025-2035. Adapun di fase terakhir, fokus pada investasi yang berkelanjutan dan perlindungan investasi di luar negeri pada 2035-2045.
Bambang melanjutkan, struktur ekspor pun perlu beralih dari komoditas menjadi produk dengan nilai tambah. “Pekerjaan rumah jangka menengah saat ini adalah beralih ke industri sektor manufaktur,” tutur Bambang.
Pemerintah memprioritaskan industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian jadi, otomotif, elektronik, serta kimia dan farmasi untuk dikembangkan. Proyeksi sumbangsih industri terhadap PDB pada 2035, 2040, dan 2045 secara berturut-turut adalah 23,4 persen, 24,6 persen, dan 26 persen.
Indonesia, dia melanjutkan, tidak perlu membuat produk dengan merek nasional. Saat ini, Indonesia cukup bekerja sama dengan perusahaan besar berskala internasional untuk menciptakan produk karya anak bangsa.
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Aviliani menilai, tantangan yang dihadapi Indonesia, impor barang yang meningkat ketika kondisi ekonomi membaik. Ini membuat defisit transaksi berjalan terjadi.
“Kita harus memperbaiki struktur perekonomian. Investasi yang masuk bukan hanya untuk konsumsi dalam negeri, tetapi juga meningkatkan ekspor,” tuturnya.
Visi 2045
Raden Pardede dari Dewan Pembina Indonesia Forum menambahkan, Visi 2045 adalah cita-cita bangsa dalam jangka panjang. Untuk itu, Pemerintah Pusat perlu mensosialisasikan visi ini ke kepala-kepala daerah agar mereka memiliki visi yang sama dalam merancang pembangunan di daerah masing-masing.
Dalam Visi 2045 yang disusun Bappenas, pemerintah memiliki visi agar Indonesia memiliki manusia unggul, ekonomi maju, pembangunan merata, dan demokrasi yang kokoh. Visi ini merupakan pengembangan Visi 2030.