BANJARMASIN, KOMPAS — Hutan adat di wilayah Kalimantan Selatan belum mendapat pengakuan dari pemerintah. Berdasarkan pemetaan beberapa lembaga swadaya masyarakat, luas hutan adat lebih kurang 219.083 hektar atau 12,31 persen dari luas kawasan hutan di Kalsel. Pengakuan dibutuhkan untuk pengelolaan hutan yang lestari dan berkelanjutan.
Luas kawasan hutan di Kalsel sesuai Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 435/Menhut-II/2009 tanggal 23 Juli 2009 tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Kalimantan Selatan adalah 1.779.982 hektar atau 47,43 persen dari luas wilayah administrasi Kalsel 3.753.052 hektar.
Berdasarkan SK Menhut tersebut, kawasan hutan di Kalsel terbagi atas hutan konservasi seluas 213.285 hektar (11,98 persen), hutan lindung seluas 526.425 hektar (29,57 persen), hutan produksi terbatas seluas 126.660 hektar (7,12 persen), hutan produksi tetap seluas 762.188 hektar (42,82 persen), dan hutan produksi yang dapat dikonversi seluas 151.424 hektar (8,51 persen).
”Sampai saat ini, pemerintah memang belum mengakui keberadaan hutan adat di Kalsel. Karena itu, kami mendesak pemerintah untuk segera memberi pengakuan atas hutan adat dalam bentuk regulasi atau produk hukum ataupun SK,” kata Ketua Badan Pengurus Harian Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalsel Palmijaya di Banjarmasin, Senin (7/1/2019).
Menurut Palmijaya, hutan adat di Kalsel adalah sebuah kawasan hutan yang ditempati dan dikelola oleh masyarakat adat Dayak Meratus sejak ratusan tahun lalu, jauh sebelum Indonesia merdeka. Sampai sekarang kawasan hutan tersebut tetap dijaga kelestariannya karena menjadi sumber penghidupan masyarakat adat.
Sampai saat ini, pemerintah memang belum mengakui keberadaan hutan adat di Kalsel.
”Selama beberapa tahun terakhir, kami sudah melakukan pemetaan hutan adat di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, Balangan, Tanah Bumbu, dan Kotabaru dengan luas 219.083,33 hektar. Kami pastikan bahwa hutan adat itu ada. Di kabupaten lain juga ada, tetapi belum kami petakan,” tuturnya.
AMAN Kalsel mendesak pemerintah untuk segera mengakui hutan adat yang sudah dipetakan itu agar masyarakat adat bisa mengelolanya secara lestari dan berkelanjutan. Dalam pengelolaannya, hutan adat itu dibagi menjadi beberapa kawasan, antara lain kawasan keramat, perburuan, perladangan, permukiman, dan perkebunan.
”Kami pastikan masyarakat adat tidak akan merusak kawasan hutan yang sudah dibagi-bagi tersebut. Sejak zaman nenek moyang, mereka hidup bersahabat dengan alam dan menjaga hutan tetap lestari,” katanya.
Sebagai bentuk desakan terhadap Pemerintah Provinsi Kalsel untuk segera mengakui keberadaan hutan adat, AMAN Kalsel dan beberapa lembaga swadaya masyarakat lainnya sudah bertemu dengan Dinas Kehutanan Provinsi Kalsel pada akhir 2018.
”Kami minta hutan adat yang sudah dipetakan itu diakui. Kalau pemerintah mau petakan ulang, kami juga tidak keberatan. Yang penting, ada itikad baik untuk mengakui wilayah adat,” ujar Palmijaya.
Dalam rapat koordinasi itu, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalsel Hanif Faisol Nurofiq mengatakan, Pemprov Kalsel berkomitmen mendukung pengakuan masyarakat adat dan hutan adat di wilayah Kalsel sesuai peraturan perundang-undangan.
Sebagai bentuk komitmen, Pemprov Kalsel melalui Dinas Kehutanan dan Dinas Lingkungan Hidup akan melakukan identifikasi terhadap keberadaan masyarakat adat dan hutan adat pada Januari-Februari 2019.
Selanjutnya akan dibentuk gugus tugas untuk percepatan pengakuan dan perlindungan masyarakat adat dan hutan adat di Kalsel.