JAKARTA, KOMPAS — Hasil riset dari lembaga investasi asal Amerika Serikat, Morgan Stanley, menyebutkan potensi pasar saham Indonesia dapat menguat di tahun 2019. Hal ini dipandang cukup beralasan bila melihat capaian pasar saham selama 2018.
Seperti dikutip Kompas dari laporan berjudul Indonesia: Why We Stay Bullish, Selasa (8/1/2019), kinerja indeks Morgan Stanley Capital International atau MSCI Indonesia, dalam 3 bulan terakhir mengungguli saham Asia di luar Jepang (AxJ) dan pasar negara berkembang.
MSCI Indonesia terkoreksi dari senilai 13,2 kali pada bulan Oktober 2018 menjadi 14,5 kali saat ini. Morgan Stanley juga merekomendasikan sejumlah saham yang diperkirakan terus menguat hingga 9 persen di sepanjang tahun ini, yaitu ASII, BBCA, BMRI, PGAS, dan TLKM.
Laporan yang ditulis Sean Gardiner dan Aarti Shah menyebutkan sejumlah alasan yang mendasari pandangan tersebut. Salah satunya adalah perkiraan melemahnya mata uang dollar AS sekitar 10 persen pada tahun 2019.
Selain itu, hal lain yang mempengaruhi penguatan pasar modal Indonesia adalah koreksi harga minyak mentah menjadi lebih rendah. Hal ini mengurangi kekhawatiran potensi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) setelah Pemilu 2019 dan dampaknya terhadap konsumsi.
Kepala Riset Koneksi Capital Alfred Nainggolan mengatakan, proyeksi Morgan Stanley cukup beralasan. Sebab, sepanjang 2018 aksi jual (net sell) pihak asing untuk saham Indonesia cukup besar, yakni berkisar Rp 45 triliun hingga Rp 50 triliun.
"Di tahun 2018, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun. Sementara pada saat yang sama, kita juga mengalami pertumbuhan secara ekonomi, dilihat dari pertumbuhan laba emiten pada kuartal III tahun 2018 meningkat sekitar 12 persen-13 persen dibanding sebelumnya," kata Alfred saat dihubungi di Jakarta, Selasa (8/1/2019) malam.
Dari kondisi itu, terlihat ada pertumbuhan kinerja korporasi di tengah penurunan harga saham. Menurut Alfred, kondisi semacam ini menarik minat investor dan memberi kesan bahwa saham Indonesia murah namun tidak murahan.
Alfred mengatakan, rekomendasi saham yang diberikan Morgan Stanley merupakan saham yang menguasai pasar secara makro. Hal itu berarti bahwa mereka menganggap kondisi perekonomian Indonesia secara nasional masih cukup stabil.
Konservatif
Dari dalam negeri, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani mengatakan, pengusaha akan cenderung melihat kebijakan pemerintah secara konsevatif di tahun 2019. Menurut dia, selama periode April-Oktober 2019, kecil kemungkinan akan ada terobosan kebijakan untuk mendorong pertumbuhan.
"Kami optimistis dengan masih ada pertumbuhan. Namun, kami cenderung tidak mengambil sikap yang terlalu berani selama kurun waktu tersebut," kata Hariyadi.
Ia mengatakan, Apindo berusaha mengantisipasi dinamika ekonomi global dengan mendorong diversifikasi penggunaan mata uang asing. Sebagai contoh, saat ini yang sedang didorong penggunaannya yaitu mata uang yuan China.
Tujuan dari hal tersebut yaitu untuk mengurangi kebutuhan terhadap dollar AS. Mata uang China dipilih karena cukup banyak transaksi yang dilakukan pengusaha dengan mitranya.
Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira, menilai riset ini berusaha memberi optimisme kepada pengusaha. Menurut dia, kondisi ini mirip seperti tahun 2008 ketika AS mengalami krisis finansial sehingga investor memindahkan investasinya ke negara berkembang yang memiliki prospek positif, seperti Indonesia. (ADITYA DIVERANTA)