Investor Masih Tergiur Suntik Modal Perusahaan Tekfin
JAKARTA, KOMPAS — Investor modal ventura masih tertarik menyuntikkan pendanaan ke perusahaan rintisan bidang teknologi finansial di Indonesia. Sepanjang tahun 2019, investor diprediksi akan melirik beragam bentuk ataupun model bisnis penyedia teknologi finansial.
Wakil Ketua Asosiasi Modal Ventura dan Start Up Indonesia (Amvesindo) Donald Wihardja yang dihubungi di Jakarta, Senin (7/1/2019), memandang industri jasa keuangan tradisional, seperti perbankan, mulai aktif mengadopsi teknologi finansial (tekfin). Tekfin yang dipakai bisa dikembangkan sendiri ataupun berasal dari perusahaan rintisan bidang tekfin. Tujuan utama adalah meningkatkan kualitas layanan.
”Untuk urusan pendistribusian kredit, perbankan menggandeng perusahaan rintisan bidang tekfin berbentuk pinjam-meminjam uang. Bank sudah percaya dengan mereka. Situasi sama terjadi di kalangan perusahaan pembiayaan,” ujarnya.
Dengan kata lain, perusahaan rintisan bidang tekfin pinjam-meminjam masih berpeluang besar menerima penyuntikan dana. Donald menekankan kepada perusahaan pinjam-meminjam yang telah beroperasi.
Sementara untuk produk tekfin pembayaran, Donald mengamati kebanyakan pemainnya terafiliasi dengan perusahaan rintisan bidang teknologi dengan valuasi 1 miliar dollar AS (unicorn). Sebagai contoh, Go-Pay milik Go-Jek, Dana dengan Bukalapak, serta OVO terhubung ke sistem Tokopedia dan Grab.
Kondisi tersebut menyebabkan investor terlihat enggan berinvestasi langsung ke perusahaan rintisan bidang tekfin pembayaran terutamanya uang elektronik. Kalaupun mau, mereka memilih menyuntikkan modal ke perusahaan rintisan yang mendukung bisnis perusahaan rintisan tekfin pembayaran, misalnya gerbang pembayaran.
”Tekfin pinjam-meminjam uang dan pembayaran masih tetap menjadi primadona. Namun, kami mengamati bentuk ataupun model bisnis tekfin lainnya juga dilirik oleh investor. Ini seiring dengan transformasi digital yang berlangsung di sejumlah sektor industri,” katanya.
Direktur Keuangan PT Mandiri Capital Indonesia Hira Laksamana menyebutkan, pada 2019, total anggaran penyertaan investasi ke perusahaan rintisan bidang tekfin mencapai sekitar Rp 550 miliar. Anggaran tersebut utamanya berasal dari Bank Mandiri.
Perusahaan juga berencana menerbitkan Dana Ventura dengan nilai 50 juta dollar AS. Selain mendukung anggaran untuk berinvestasi ke tekfin, Dana Ventura bisa dipakai penyertaan ke non-perusahaan rintisan tekfin.
Hira mencontohkan perusahaan rintisan nontekfin berkecimpung di solusi teknologi untuk bisnis UMKM. ”Tak harus murni perusahaan rintisan tekfin. Kami tertarik berinvestasi ke perusahaan rintisan pendukung tekfin (fintech enabler), seperti identitas digital dan point of sales. Harapannya, mereka yang telah kami suntik pendanaannya tersebut dapat membantu grup Bank Mandiri ataupun bersinergi dengan kementerian,” katanya.
Selama dua tahun terakhir, Mandiri Capital Indonesia telah berinvestasi ke sepuluh perusahaan rintisan bidang teknologi yang mayoritas berlatar belakang tekfin. Mereka adalah Yokke, Cashles, Digital Artha Media, PTEN, Amartha, Investree, KoinWorks, Moka, Jurnal, dan Privy.id.
Managing Partner Ideosource Edward Ismawan Chamdani mengungkapkan, Ideosource akan fokus berinvestasi di sektor industri film dan tekfin selama tahun 2019. Di samping itu, Ideosource juga bakal memantau perkembangan perusahaan rintisan bidang teknologi yang sudah perusahaan lakukan penyertaan pendanaan.
Secara khusus perusahaan rintisan bidang tekfin, dia menyebutkan, Ideosource telah berinvestasi di PT JAS Kapital (perusahaan rintisan bidang tekfin pembayaran), PT Dana Mandiri Sejahtera (perusahaan penyedia layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi), dan Stockbit.com (perusahaan rintisan bidang tekfin untuk pasar modal). PT Dana Mandiri Sejahtera sudah diurus tanda pendaftaran ke OJK dan akan segera diluncurkan.
Ideosource juga mengincar perusahaan rintisan bidang tekfin berbentuk equity crowdfunding bernama Liku.id. Hanya saja, Ideosource masih menunggu Otoritas Jasa Keuangan menerbitkan peraturan terkait equity crowdfunding.
”Perusahaan rintisan bidang tekfin yang berbentuk pinjam-meminjam uang sekarang semakin matang dan terkonsolidasi. Jadi, kami lebih memilih menjadi investor yang spesialis di bentuk tekfin tertentu,” tutur Edwin.
Pada hari ini, penyedia layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi KoinWorks mengumumkan telah menerima penyertaan pendanaan dari Quona Capital. Quona Capital merupakan perusahaan modal ventura internasional yang fokus menyuntikkan modal kepada perusahaan tekfin yang dinilai sanggup memberikan kemudahan akses produk keuangan. Portofolio Buona Capital menyebar di Amerika Latin, Afrika, Inggris, dan Asia.
Meski tidak disebutkan nilai, Co-Founder dan CEO KoinWorks Benedicto Haryono mengatakan akan mempergunakan dana segar tersebut untuk kebutuhan inovasi.
Pada tahun lalu, dia menyebutkan, KoinWorks telah meluncurkan fitur RoboLending. Fitur ini memungkinkan pemberi pinjaman tanpa harus repot memantau dan memilih bisnis mana yang ingin mereka salurkan pinjaman. Teknologi dalam RoboLending mampu menentukan profil penerima kredit beserta imbal hasil.
Benedicto mengklaim, pada triwulan IV-2018, KoinWorks mencatat terdapat 100.000 pemberi dana. Dia memaknai jumlah pemberi dana sebanyak itu karena KoinWorks berhasil menekan angka gagal bayar dan memberikan imbal hasil penyertaan investasi yang memuaskan.
Mengutip laporan riset Google dan Temasek berjudul ”E-Economy SEA 2018:Southeast Asia\'s Internet Economy Hits An Inflection Poin”, total dana penyertaan investasi yang mengalir ke perusahaan rintisan bidang teknologi di Asia Tenggara mencapai sekitar 1 miliar dollar AS pada 2015. Pada tahun berikutnya, total dana meningkat menjadi sekitar 4,7 miliar dollar AS.
Pada tahun 2017, total dana penyertaan investasi telah naik menjadi sekitar 9,4 miliar dollar AS. Hingga semester I-2018, total dana sudah mencapai sekitar 9,1 miliar dollar AS atau hampir mendekati jumlah selama tahun 2017.
Basis pengguna internet Asia Tenggara terus tumbuh pada tahun 2018. Ada lebih dari 350 juta pengguna internet di seluruh Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam pada Juni 2018 atau 90 juta lebih banyak daripada 2015. Kemudian, lebih dari 90 persen orang Asia Tenggara yang terhubung ke internet melalui ponsel pintar mereka. Kondisi ini memicu perkembangan perekonomian yang digerakkan melalui internet.