PANDEGLANG, KOMPAS Kegiatan belajar-mengajar di banyak sekolah di wilayah terdampak tsunami Selat Sunda di Kabupaten Pandeglang, Banten, dan Lampung Selatan, Lampung, belum sepenuhnya normal. Siswa dan guru masih sibuk membersihkan sekolah.
Sekolah juga dihadapkan pada persoalan banyaknya murid yang belum masuk. Selain itu, siswa membutuhkan pengganti perlengkapan sekolah yang rusak, bahkan hilang, saat bencana terjadi.
Di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Tembong 1, Desa Tembong, Kecamatan Carita, Pandeglang, Banten, ruangan kelas kotor dan berantakan karena pernah dijadikan tempat mengungsi para penyintas. Hari pertama sekolah, Senin (7/1/2019), digunakan guru dan siswa untuk gotong royong membersihkan ruang kelas.
”Pengungsi baru meninggalkan sekolah ini Rabu lalu. Sekarang, kami bersama murid membersihkan sekolah dulu,” ujar Kamrah, salah satu guru SDN Tembong 1.
Kondisi serupa terlihat di SDN 1 Kalanganyar dan SDN 2 Teluk, SMPN 1 Carita, dan SMAN 15 Pandeglang. Sama seperti SDN Tembong 1, SMPN 1 Carita dan SDN 1 Kalanganyar juga sempat digunakan sebagai tempat mengungsi warga.
Ada sekitar 580 penyintas tsunami dari empat kampung di Desa Sukarame, Kecamatan Carita, yakni Kampung Mataram, Cilurah, Bengras, dan Sambolo.
”Ini baru sebagian yang dibersihkan. Besok dilanjutkan lagi karena belum semuanya beres,” kata Wakil Kepala SMPN 1 Carita Rusli.
Tak hanya di Banten, di Lampung yang wilayahnya terkena tsunami, sejumlah sekolah juga dipakai sebagai tempat mengungsi.
”Warga yang mengungsi di sekolah ini semuanya sudah pulang sehingga sekolah bisa mulai digunakan untuk belajar,” kata Martini, Kepala SDN 1 Way Urang, Kecamatan Kalinda, Kabupaten Lampung Selatan.
Kegiatan belajar belum sepenuhnya normal karena belum semua murid kembali bersekolah dan perlengkapan sekolah mereka banyak yang hilang serta rusak.
Di SDN 1 Kalanganyar, dari sekitar 460 siswa, separuh siswa belum masuk. Di SDN 2 Teluk, dari total 407 murid, 145 murid belum masuk sekolah.
Kepala SDN 1 Kalanganyar Sanwani mengatakan, banyak siswa yang belum masuk sekolah karena mereka masih ikut orangtuanya mengungsi. ”Kami tidak tahu ke mana orangtua membawa anak mereka,” katanya.
Dedeh Arnawati, Kepala SDN 2 Teluk, di Desa Teluk, Kecamatan Labuan, Pandeglang, mengatakan, banyak anak yang seragamnya hanyut saat permukiman mereka dilanda tsunami.
”Sebagai gambaran, 324 siswa kami rumahnya terdampak tsunami. Siswa SD Negeri 2 Teluk berjumlah 407 anak,” ucap Dedeh. Untuk itu, apabila para donatur masih berniat memberikan sumbangan, mereka diharapkan membantu memberikan perlengkapan sekolah.
Kurikulum mitigasi
Wakil Kepala SMAN 15 Pandeglang Imam Sidik berharap pemerintah memasukkan mata pelajaran mitigasi bencana dalam kurikulum mengingat banyak wilayah di Indonesia yang rawan terkena bencana. ”Kalau jadi mata pelajaran, anak-anak juga ingat terus karena lebih intens,” ucap Imam.
Secara terpisah, Presiden Joko Widodo dalam pidato pengantarnya saat sidang kabinet paripurna awal tahun 2019 di Istana Negara, Jakarta, kemarin, mengingatkan agar edukasi dan mitigasi bencana benar-benar dijalankan, terutama dalam kurikulum pendidikan di sekolah dalam berbagai tingkatan pendidikan.
”Saya ingatkan agar daya tahan menghadapi berbagai bencana terus diperkuat melalui edukasi dan mitigasi bencana sehingga kita selalu memiliki kesigapan,” ujar Presiden.(ILO/PDS/BKY/BAY/HAR)