Lepas Saham di Bursa, PT Sentra Food Indonesia Raup Rp 20,25 Miliar
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Memasuki tahun 2019, sejumlah perusahaan sektor makanan dan minuman melakukan ekspansi untuk meningkatkan produksi. Untuk berekspansi, perusahaan-perusahaan tersebut memperkuat permodalan mereka.
PT Sentra Food Indonesia Tbk, menjadi emiten pertama yang mencatatkan saham perdana (initial public offering/IPO) di lantai bursa tahun ini. Seremoni IPO dari perusahaan berkode saham FOOD ini dilakukan bersamaan dengan pembukaan perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (8/1/2018).
Dari penjualan 150 juta saham kepada publik, perusahaan berkode saham Food ini memperoleh tambahan modal sebesar Rp 20,25 miliar.
Direktur Utama Sentra Food Agustus Sani Nugroho mengatakan dana hasil IPO akan digunakan untuk menambah permodalan anak perusahaan, yakni PT Kemang Food Industries (Kemfood). “Suntikan modal kepada entitas anak usaha dimanfaatkan untuk membeli bahan baku dan bahan pembantu untuk kegiatan operasional,” ujarnya.
Pada perdagangan perdananya, saham FOOD naik hingga 68,8 persen dari harga penawaran senilai Rp 135 per lembar sahamnya menjadi Rp 228 per lembar.
Risiko
Kepala Riset Narada Kapital Indonesia Kiswoyo Adi Joe menyatakan kondisi ekonomi pada 2019 yang bertepatan dengan tahun politik, banyak dimanfaatkan emiten sektor konsumsi sebagai momentum ekspansi.
Dia mencontohkan, PT Mayora Indah Tbk, telah berencana menginvestasikan Rp 600 miliar untuk pembangunan pabrik biskuit dan wafer di Balaraja, Banten. Selain itu, PT Garudafood Putra Putri Jaya Tbk juga mengalokasikan sisa anggaran belanja modal 2018 sekitar Rp 800 miliar untuk pengembangan produk tahun ini.
Namun, Kiswoyo mengungkap risiko yang membayangi sektor ini berasal dari kenaikan tingkat bunga pinjaman. “Kondisi itu akan memberikan risiko khususnya bagi emiten yang ekspansi dengan mengandalkan pinjaman dari lembaga jasa keuangan,” ujarnya.
Investor melihat, kenaikan tingkat suku bunga pinjaman yang terjadi tahun ini setelah kenaikan suku bunga acuan BI tahun lalu hingga 175 basis poin, akan cukup menekan kinerja dari industri makanan dan minuman. Namun bila stabilitas nilai tukar rupiah tetap terjaga, hal ini dapat menjadi sentimen baik bagi investor.
“Konsumsi domestik Indonesia masih sangat tinggi tetapi tidak serta merta menjamin kinerja industri makanan dan minuman Indonesia terbebas dari tekanan,” kata Kiswoyo.
IHSG tertekan
Pada perdagangan di BEI hari ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) saat jeda siang anjlok 14,56 poin atau 0,23 persen ke level 6.270,77 dibanding level pembukaan.
Kepala Riset Koneksi Kapital Alfred Nainggolan mengatakan investor melepas saham lantaran rilis data kenaikan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Desember 2018 dibanding bulan sebelumnya, tidak menggambarkan meningkatnya perilaku konsumsi masyarakat.
Sore kemarin, Bank Indonesia (BI) mengumumumkan IKK periode Desember 2018 berada di level 127, meningkat dari capaian bulan sebelumnya sebesar 122. Dalam rilisnya, BI menyatakan kenaikan IKK didorong kenaikan komponen pembentuknya, yakni Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) dan Indeks Ekspektasi Kondisi Ekonomi (IEK).
IKE naik dari 109,1 pada November 2018 menjadi 111,9 pada bulan setelahnya. Sementara IEK naik menjadi 142,1 pada Desember 2018, dari bulan sebelumnya sebesar 136,4.
Dalam IKE Desember 2018, porsi dari konsumsi terhadap total pengeluaran hanya sebesar 67,2 persen, turun dari posisi November sebesar 68,2 persen. Adapun porsi untuk kredit pinjaman juga alami penurunan menjadi 12,3 persen dari sebelumnya 12,8 persen. Sementara porsi yang digunakan untuk tabungan, naik 20,4 persen dari sebelumnya 10 persen.
Porsi dari konsumsi terhadap total pengeluaran hanya sebesar 67,2 persen, turun dari posisi November sebesar 68,2 persen
“Kemungkinan, investor membaca bahwa masyarakat masih menahan konsumsi mereka seiring dengan ketidakpastian yang masih menghantui ekonomi global tahun ini,” kata Alfred.