JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika memperketat pengawasan konten kabar bohong yang beredar di internet. Langkah itu dilakukan dengan menambah jumlah pengawas didukung melalui sistem pengawasan digital. Meskipun demikian, pemerintah membutuhkan kontribusi masyarakat dalam melaporkan konten kabar bohong.
Pelaksana Tugas Kepala Biro Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika Ferdinandus Setu mengatakan, Kementerian Kominfo menambah jumlah verifikator terhadap kabar bohong yang beredar di Indonesia.
”Sebelumnya 70 verifikator. Sejak 2 Januari 2019, jumlahnya ditambah 30 orang. Total verifikator saat ini 100 orang, terbagi dalam tiga sesi jam kerja selama 24 jam,” ujar pria yang akrab disapa Nando itu saat dihubungi di Jakarta, Selasa (8/1/2019).
Hal itu dilakukan karena tren konten kabar bohong meningkat sejak Agustus sampai dengan Desember 2018. Kementerian Kominfo mencatat sebanyak 62 konten kabar bohong pada rentang waktu tersebut, terbanyak pada bulan Desember, yakni 18 konten kabar bohong.
Nando mengatakan, mesin pengait konten yang dimiliki Kementerian Kominfo dirancang untuk mengait konten dengan kata kunci yang sudah dimasukkan oleh operator. ”Kata kunci terkait dengan pemilu diperbanyak, mulai dari kata umum sampai dengan kata yang spesifik terkait dua belah kubu,” kata Nando.
Dalam satu jam terdapat 20.000 konten yang bisa diserap mesin itu. Informasi yang terserap kemudian diidentifikasi verifikator untuk dinilai apakah hal itu berpotensi bernilai berita bohong atau tidak. Jika ada konten yang berpotensi melanggar hukum, hasil identifikasi diserahkan kepada Badan Reserse Kriminal Polri.
”Konten di media sosial yang sudah terhapus masih terekam mesin. Maka, kami bisa melacak siapa yang terlebih dahulu menyebarkan di media sosial atau situs,” kata Nando.
Tantangan
Nando menuturkan, mesin itu tidak bisa melacak hal-hal yang bersifat pribadi seperti percakapan pribadi dan grup di aplikasi Whatsapp atau Line. Karena itu, peran masyarakat sangat penting untuk mencegah konten berita bohong menyebar.
Jika menemukan konten yang dianggap mencurigakan, Kementerian Kominfo menganjurkan untuk melaporkan ke kanal-kanal yang ada, seperti aduankonten.id dan kominfo.go.id. Selain pemerintah, terdapat beberapa kelompok yang bergerak mandiri untuk memberikan pemahaman dan bimbingan kepada masyarakat dalam menilai informasi yang didapat di media sosial dan aplikasi pesan singkat.
Di Bandung, Jawa Barat, Komunitas NXG Indonesia memberikan pemahaman kepada orang tua dan anak-anak untuk bijak menggunakan media sosial sesuai dengan fungsinya. Ketua NXG Indonesia Khemal Andrias mengatakan bahwa mereka berupaya memberikan pemahaman literasi digital terhadap orang tua agar tidak sembarang percaya dan menyebarkan informasi yang didapat.
”Tantangannya, media sosial itu mengandalkan kecepatan. Pengguna media sosial juga jadi cenderung ingin cepat menyebarkan informasi,” katanya.
Khemal mengatakan, hal utama yang didiskusikan kepada masyarakat adalah mengenai fungsi media sosial. Dalam mengampanyekan literasi digital, orang tua diajak memahami esensi media sosial, yakni sebagai alat untuk bersosialisasi.
Selain itu, masyarakat juga diajak menilai berita secara sederhana, yakni melihat sumber berita, menilai logika informasi, dan mengecek berita. Jika berita yang disebarkan tidak memiliki sumber jelas dan tidak dapat dicek asal muasalnya, masyarakat diminta jangan cepat percaya dan diimbau tidak menyebarkannya.
”Kami menanamkan bahwa saat ini apa saja mudah viral. Jika informasi buruk yang kita sebarkan itu viral, dampaknya bisa berbahaya untuk orang lain dan diri sendiri,” katanya. (SUCIPTO)