PONTIANAK, KOMPAS –Pengesahan hutan adat masih menjadi penantian. Pengesahan ini penting dilakukan agar masyarakat adat terlindungi dan hutan adat tidak mudah dicaplok korporasi. Saat ini ada 360.000 hektar hutan adat yang masih diperjuangkan agar dapat disahkan pemerintah lima tahun ke depan.
Ketua Badan Pengurus Harian Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalimantan Barat Stefanus Masiun, Selasa (8/1/2019), mengatakan, hutan adat yang diperjuangkan ada yang di kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan. Hutan adat itu tersebar, antara lain di Kabupaten Sanggau, landak, Sekadau, Sintang, Melawi, Kapuas Hulu, dan Bengkayang.
“Kabupaten-kabupaten itu sudah memiliki peraturan daerah tentang masyarakat adat. AMAN bersama dengan lembaga swadaya masyarakat lainnya yang sejak lama memperjuangkan hak-hak masyarakat adat bekerja sama. Kami sedang mempersiapkan proses selanjutnya,” ujar Masiun.
Pihaknya kini menyiapkan dokumen profil masyarakat hukum adat yang meliputi pemetaan wilayah adat, sejarah masyarakat hukum adat, lembaga adat, hukum adat, dan benda-benda adat. Kemudian profil itu diajukan ke bupati dan bupati membentuk tim verifikasi dan validasi. Jika syarat-syarat itu terpenuhi tim akan merekomendasikan untuk dikeluarkannya surat keputusan penetapan hukum adat.
“Kalau hutan adat itu di luar kawasan hutan pengesahan cukup dilakukan di tingkat kabupaten oleh bupati. Namun, apabila hutan adat itu berada di kawasan hutan, maka harus disahkan melalui surat keputusan dari pusat,” papar Masiun.
Jika tanah adat sudah disahkan, masyarakat adat sebagai subjek hukum lebih kuat. Wilayah adat sebagai objeknya juga terlindungi dan tidak mudah dicaplok oleh korporasi. Hutan adat akan masuk dalam tata ruang kebupaten.
Masiun menuturkan, proses memperjuangkan hak masyarakat adat khususnya pengesahan hutan adat tidak mudah. Pemetaan hutan adat yang dilakukan memakan waktu yang lama karena luasnya wilayah dan biaya yang besar. Apalagi, dalam pembuatan petanya perlu pertemuan berkali-kali dengan masyarakat.
Para penggiat masyarakat adat sejak lama telah memperjuangkan hutan adat. Perjuangan sebelumnya, telah membuahkan hasil. Pada 2018 Presiden Joko Widodo menyerahkan tiga surat keputusan tentang hutan adat untuk Kalbar. Hutan adat yang disahkan itu meliputi 2.189 hektar hutan adat Desa Tae, Kabupaten Sanggau, 651 hektar hutan adat Tembawang Tampun Juah, Sanggau, dan 100 hektar hutan adat Pikul, Kabupaten Bengkayang.
Penyerahan surat keputusan (SK) itu dilakukan pada Kamis (20/8/2018) di Jakarta kepada masyarakat hukum adat. Hutan Adat yang disahkan yakni Masyarakat Hukum Adat Pikul Dusun Melayang, Bengkayang SK 1300/MENLHK-PSKL/PKTHA-PSL-1/3/2018 pada tanggal 28 Maret 2018; Hutan Adat Tae oleh Ketemenggungan Tae, Sanggau dengan SK 5770/MENLHK-PSKL/PKTHA-PSL-1/9/2018 pada 7 September 2018; dan Hutan Adat Tembawang Tampun Juah oleh Masyarakat Hukum Adat Ketemenggungan Sisang Kampung Segumon dengan SK 5771/MENLHK-PSKL/PKTHA-PSL-1/9/2018 yang juga pada 7 September 2018.
Direktur Institut Dayakologi, Krissusandi Gunui\', mengatakan, pengesahan hukum adat memperkuat harapan terwujudnya kesejahteraan sosial ekonomi warga. Tapi masih perlu kerja sama yang lebih solid lagi ke depannya karena masih banyak hutan adat yang belum disahkan.