JAKARTA, KOMPAS – Isu ekonomi dan pembangunan infrastruktur yang menjadi fokus dari para calon presiden dan wakil presiden tidak bisa berdiri sendiri. Pada kenyataannya problem ekonomi sangat terkait erat dengan berbagai persoalan kenegaraan lain, termasuk isu hukum dan pemberantasan korupsi. Isu kenegaraan pun harus didekati secara holistik, dan tidak bisa hanya menitikberatkan pada sektor ekonomi semata dengan mengabaikan sektor pembangunan yang lain.
Guru Besar Universitas Krisnadwipayana yang juga mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Indriyanto Seno Adji, Selasa (8/1/2019) di Jakarta menuturkan, sejak era akhir 1990-an, isu utama dari eksistensi kenegaraan ialah mengenai hukum dan korupsi. Oleh karenanya, kedua isu itu tidak boleh luput dari perhatian kandidat dalam Pemilu 2019. Bahkan, bila hendak memaknai pembangunan di sektor ekonomi secara luas, isu hukum dan korupsi berkontribusi besar, dan menjadi faktor yang memengaruhi ekonomi.
“Sejak Kongres Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) ke-7 tentang Prevention Crimes and The Treatment of Offenders di Milan, Italia, terungkap bahwa penyelewengan kekuasaan dan korupsi melibatkan kelompok ekonomi atas, baik di negara maju maupun berkembang. Kondisi ini jelas menjadi basis destruksi yang membahayakan perekonomian negara,” kata Indriyanto.
Dengan pemahaman mengenai problem kenegaraan tersebut, menurut Indriyanto, para capres tentu diharapkan bisa membangun narasi yang lebih baik dan jernih tentang bagaimana menempatkan isu hukum dan pemberantasan korupsi sebagai bagian yang tak terpisahkan dari upaya pembangunan ekonomi. Sejumlah kajian dan dan realitas di lapangan juga memperlihatkan adanya ketidakpastian hukum dan peningkatan korupsi memberikan dampak signifikan terhadap perkembangan ekonomi, termasuk di dalamnya pembangunan infrastruktur dan pembangunan ekonomi secara masif.
“Para kandidat sebaiknya menempatkan narasi soal hukum dan korupsi sebagai isu strategis yang paralel dan tidak bisa dilepaskan dari soal pembangunan infrastruktur dan ekonomi. Perlu ditegaskan bahwa pelemahan terhadap kepastian hukum dan peningkatan korupsi justru akan mengganggu dan merusak sistem perekonomian, serta infrastruktur negara secara luas,” ujarnya.
Akademisi Hukum Universitas Katolik Parahyangan Bandung Agustinus Pohan mengatakan, pembangunan ekonomis tanpa dibarengan dengan upaya pemberantasan korupsi tidak akan berhasil. Ekonomi biaya tinggi yang terjadi di Tanah Air diketahui merupakan akibat dari praktik korupsi.
“Pembangunan infrastruktur yang didanai melalui utang, misalnya, kalau dalam pelaksanaanya tidak diiringai pemberantasan korupsi, akan gagal total, karena infrastruktur yang dibangun itu dikorupsi atau tidak sesuai dengan yang diharapkan,” kata Pohan.
Dari sisi kampanye, isu hukum dan pemberantasan korupsi juga masih merupakan materi yang menarik bagi konstituen. Bila capres juga menyuarakan mengenai dua isu itu, menurut Pohan, publik juga tentu akan tertarik dan bersimpati karena dua isu tersebut selama ini juga menjadi persoalan di Tanah Air.
“Calon yang peduli dan sungguh-sungguh dalam pemberantasan korupsi, kemungkinan untuk berhasilnya lebih tinggi. Kalau mau bicara iklim investasi pun, orang tidak bisa lepas dari kepastian hukum. Tanpa adanya kepastian hukum, investor mana yang akan tertarik untuk datang ke negara kita,” katanya.
Mengenai kepastian hukum, menurut Pohan, kualitas aparat penegak hukum menjadi titik tolak yang perlu diperhatikan.