Stop Eksploitasi Perempuan Korban Prostitusi Daring
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Nasional Perempuan menyayangkan pihak kepolisian dan media massa yang cenderung mengeksploitasi perempuan yang terlibat dalam prostitusi daring. Kasus ini hendaknya dilihat sebagai jeratan kekerasan seksual karena banyak perempuan ditipu dan diperjualbelikan.
Eksploitasi justru tidak melindungi hak perempuan dan mengiring opini yang menyebabkan perempuan rentan dikriminalisasi.
Melalui siaran pers, Senin (7/1/2019), Komisioner Komnas Perempuan, Mariana Amiruddin, mengatakan, maraknya pemberitaan prostitusi daring yang melibatkan aktris itu sangat sewenang-wenang. Pemberitaan yang ada saat ini tidak lagi mempertimbangkan bahwa aktris atau perempuan yang terduga terlibat dalam prostitusi itu adalah korban. Selain nama, wajah dan keluarganya pun disebutkan.
Komnas Perempuan telah melakukan sejumlah pemantauan dan pendokumentasian tentang berbagai konteks kekerasan terhadap perempuan yang berhubungan dengan industri prostitusi.
”Mereka adalah perempuan korban perdagangan orang, perempuan dalam kemiskinan, korban eksploitasi orang-orang dekat, serta perempuan dalam jeratan mucikari, bahkan bagian dari gratifikasi seksual. Sekalipun dalam level artis, kerentanan itu kerap terjadi,” kata Mariana.
Ia melanjutkan, prostitusi daring dikhawatirkan sebagai bentuk perpindahan dan perluasan lokus dari prostitusi luar jaring (luring). Prostitusi daring yang berbasis kekerasan terhadap perempuan itu pun bisa meliputi revenge porn (balas dendam bernuansa pornografi). Balas dendam itu wujudnya dapat berupa distribusi image (foto) atau percakapan tanpa seizin yang bersangkutan. Dalam catatan tahunan Komnas Perempuan, tahun 2018 pengaduan langsung menyangkut revenge porn ini semakin kompleks.
Selain itu, perlu ada kajian mendalam karena tidak sedikit yang menjadi korban femicide (dibunuh karena dia perempuan) atau mengalami kematian gradual karena kerusakan alat reproduksi.
Masih banyak media yang saat memberitakan kasus kekerasan terhadap perempuan, utamanya kasus kekerasan seksual, tidak berpihak kepada korban.
Komnas Perempuan berkesimpulan bahwa prostitusi adalah kekerasan terhadap perempuan, dan menentang kriminalisasi yang menyasar pada perempuan yang dilacurkan.
Dari sejumlah analisis yang telah dilakukan, Komnas Perempuan menyebutkan, ada sejumlah media telah melanggar kode etik jurnalisme serta pemuatan berita yang sengaja mengeksploitasi seseorang secara seksual, terutama korban.
Dalam analisis tersebut, disampaikan Wakil Ketua Komnas Perempuan Budi Wahyuni, masih banyak media yang saat memberitakan kasus kekerasan terhadap perempuan, utamanya kasus kekerasan seksual, tidak berpihak kepada korban.
”Kami menyayangkan ekspos yang berlebihan kepada perempuan (korban) prostitusi online sehingga besarnya pemberitaan melebihi proses pengungkapan kasus yang baru berjalan,” katanya.
Ia melanjutkan, pemberitaan sering kali mengeksploitasi korban, membuka akses informasi korban kepada publik, dan pemilihan judul yang pada akhirnya membuat masyarakat berpikir bahwa korban pantas menjadi korban kekerasan dan pantas dihakimi.
Oleh karena itu, Komnas Perempuan menyatakan sikap agar penegak hukum berhenti mengekspos secara publik penyelidikan prostitusi daring yang dilakukan.
Agar media menghentikan pemberitaan yang bernuansa misoginis dan cenderung menyalahkan perempuan....
Kepada pihak media, Komnas Perempuan meminta tidak mengeksploitasi perempuan yang dilacurkan, termasuk dalam hal ini artis yang diduga terlibat dalam prostitusi daring.
”Agar media menghentikan pemberitaan yang bernuansa misoginis dan cenderung menyalahkan perempuan,” kata Indri Suparno, Komisioner Komnas Perempuan.
Selain itu, Komnas Perempuan juga meminta masyarakat tidak menghakimi secara membabi buta kepada perempuan korban eksploitasi industri hiburan.
Klarifikasi VA
VA, aktris korban prostitusi daring yang diamankan kepolisian di Surabaya, Jawa Timur, beberapa waktu lalu, melalui kuasa hukumnya, Muhammad Zakir Rasyidin, menyampaikan, pihaknya tak terlibat dalam jaringan prostitusi daring seperti yang marak diberitakan.
Pada Sabtu (5/1/2019) lalu, Polda Jatim mengamankan VA dan juga seorang model AS di Surabaya. Diduga keduanya terjerat dalam prostitusi daring.
”VA dan AS sudah dibebaskan hari ini, Senin (7/1/2018), sebagai saksi korban. Kami pun menilai VA tidak terlibat, hal ini berdasarkan dari pernyataannya saat diminta keterangan oleh pihak kepolisian,” katanya.
Zakir juga mengklarifikasi terkait tarif Rp 80 juta adalah tidak benar dan VA tidak pernah menerima uang tersebut. Kliennya juga tidak pernah menerima down payment 30 persen dari praktik prostitusi daring.
Pertanyaannya apakah mucikari yang menjadi tersangka karena klien kami atau kasus lainnya?
Zakir mengatakan, kliennya telah dijebak. VA memang pergi ke Surabaya untuk mengisi salah satu acara internal perusahaan. Namun, saat di hotel justru diamankan pihak kepolisian dan saat bersamaan ada dua orang yang ditangkap terkait prostitusi daring.
”Pertanyaannya apakah mucikari yang menjadi tersangka karena klien kami atau kasus lainnya? Oleh karena itu, kami ingin meluruskan bahwa klien kami tidak terlibat dan telah dijebak,” katanya. (AGUIDO ADRI)