Australia Beri Sinyal Kemungkinan Berikan Suaka kepada Gadis Saudi yang Kabur
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
CANBERRA, RABU — Australia memberi sinyal kuat untuk memberikan suaka kemanusiaan kepada seorang remaja putri asal Arab Saudi, Rabu (9/1/2018), meskipun ada upaya dari Riyadh dan keluarga remaja itu untuk memaksa remaja putri tersebut pulang ke negara asal. Rahaf Mohammed al-Qunun (18), remaja putri itu, mendokumentasikan keinginan dirinya meninggalkan keluarganya melalui unggahan yang terus diperbarui per menit di media sosial.
Unggahan Qunun melalui media sosial itu semakin memperbesar perhatian dunia pada rekam jejak hak asasi manusia di Arab Saudi. Bersamaan dengan semakin besarnya tekanan publik, seorang menteri di Australia mengeluarkan komentar berisi sinyal Canberra untuk memberikan suaka kemanusiaan kepada Qunun. Semula Australia hanya berjanji akan mempertimbangkan kasus Qunun setelah para ahli Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan telah mendapat bukti yang menguatkan kekhawatiran Qunun bahwa dirinya bakal disiksa jika kembali ke keluarganya.
”Jika dia terbukti telah menjadi seorang pengungsi, kami akan memberikan pertimbangan yang sangat, sangat, sangat serius untuk memberinya visa kemanusiaan,” kata Greg Hunt, Menteri Kesehatan Australia, kepada ABC.
Hunt mengatakan, dirinya telah berbicara dengan Menteri Imigrasi David Coleman tentang kasus Qunun, Selasa malam.
Sebelumnya, pada Selasa (8/1/2019), Australia menyatakan bahwa pihaknya akan ”dengan hati-hati mempertimbangkan” klaim permintaan suaka Qunun. Qunun sekarang ini berada dalam perawatan PBB di Bangkok, Thailand. Pernyataan Canberra itu muncul setelah Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi (UNHCR) juga ikut meminta Australia terlibat dalam isu Qunun itu.
Qunun tiba di bandar udara utama di Bangkok dengan penerbangan dari Kuwait, akhir pekan lalu. Ia melarikan diri dari keluarganya yang, menurut dia, telah melakukan penganiayaan fisik dan psikologis. Qunun mengatakan, dirinya berencana mencari suaka di Australia. Ia merasa ketakutan akan dibunuh jika dipulangkan oleh petugas imigrasi Thailand yang menghentikannya di bandara.
Catatan hak asasi manusia (HAM) Arab Saudi mendapat sorotan semakin besar belum lama ini setelah munculnya kasus pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi di Istanbul, Oktober tahun lalu. Kerajaan Arab Saudi memiliki beberapa aturan yang sangat membatasi kaum perempuan. Salah satunya aturan perwalian yang memungkinkan anggota pria di sebuah keluarga untuk membuat keputusan atas nama kerabatnya yang perempuan. Perempuan juga harus mendapat izin kerabatnya yang pria untuk bekerja, menikah, dan bepergian.
Jika dia terbukti telah menjadi seorang pengungsi, kami akan memberikan pertimbangan yang sangat, sangat, sangat serius untuk memberinya visa kemanusiaan.
Pada Minggu (6/1/2019), otoritas Thailand mengatakan, Qunun akan dikirim kembali ke Arab Saudi. Namun, rencana itu kemudian secara tiba-tiba diubah setelah kasus Qunun viral di media sosial. Qunun mengunggah puluhan cuitan dan video langsung dalam bahasa Inggris dan Arab. Dalam beberapa cuitan itu, ia menggambarkan bagaimana dirinya mengurung diri di kamar hotel.
Akun media sosial Twitter milik Qunun dengan cepat mengumpulkan puluhan ribu pengikut sehingga menjadi pemberitaan media-media internasional. Pada Senin, dia diizinkan meninggalkan bandara dalam perlindungan UNHCR.
Pemerintah Australia mengaku tengah mempertimbangkan kemungkinan pemberian status pengungsi kepada perempuan itu. Canberra mengatakan senang bahwa PBB menilai klaimnya. ”Setiap aplikasi oleh Qunun untuk visa kemanusiaan akan dipertimbangkan dengan hati-hati setelah proses UNHCR selesai,” kata seorang pejabat Departemen Dalam Negeri Australia kepada AFP.
Di Geneva, Swiss, juru bicara UNHCR, Babar Baloch, mengatakan kepada wartawan bahwa proses pemeriksaan ”klaim suaka telah dimulai”. Proses ini dapat memakan waktu beberapa hari.
Terkait dengan jaminan keamanan atas Qunun agar kejadian naas yang menimpa Khashoggi di konsulat Arab Saudi di Istanbul tidak terulang, UNHCR menyatakan, tanggung jawab itu sepenuhnya berada di tangan Pemerintah Thailand.
Tidak dikembalikan
Thailand bukan penanda tangan konvensi PBB tentang pengungsi. Pencari suaka melalui negara itu biasanya dideportasi atau menunggu bertahun-tahun untuk dimukimkan kembali di negara ketiga. Namun, pihak UNHCR menegaskan, siapa pun dengan klaim suaka tidak boleh dikirim kembali ke negara asal tempat mereka melarikan diri.
Dalam siaran pers singkat yang didistribusikan ke media di luar kedutaan besarnya di Bangkok, Selasa, Pemerintah Arab Saudi mengatakan bahwa mereka tidak menuntut deportasi Qunun. Ditambahkan bahwa kasus itu adalah ”urusan keluarga”, tetapi di bawah perhatian pihak kedutaan.
Dalam penjelasan sebelumnya dan terpisah yang dirilis di Twitter, pihak kedutaan juga membantah mengirim pejabat ke Bandara Suvarnabhumi untuk bertemu Qunun saat Qunun tiba atau menyita paspornya. Pemerintah Arab Saudi juga mengaku telah mengontak ayah Qunun, seorang pejabat senior pemerintah daerah di Arab Saudi, guna memberitahukan kondisi sang anak.
Kepala Imigrasi Thailand Surachate Hakparn mengatakan kepada wartawan bahwa ayah dan saudara lelaki Qunun telah tiba di Thailand pada Selasa. Dia mengatakan akan berbicara dengan UNHCR tentang kemungkinan pertemuan antara anggota keluarga. Dia menambahkan bahwa Pemerintah Arab Saudi ”setuju bahwa harus ada prioritas pada keselamatan Rahaf”.
”Rahaf (Qunun) bukan kasus suaka politik,” tegas Surachate. ”Itu sama sekali tidak politis.”
Polisi imigrasi Thailand merilis foto-foto Surachate dan timnya saat duduk bersama petugas kedutaan Arab Saudi, Abdalelah Mohammed Alsheaiby. Qunun mengatakan, dirinya yakin akan dipenjara atau dibunuh jika dikirim kembali ke keluarganya, yang dia sebut sangat ketat. Menurut penuturan Qunun, ia pernah dikurung di kamar selama enam bulan di keluarganya karena memotong rambut.
Terkait dengan permintaan Qunun untuk mendapatkan suaka, petisi Change.org berisi desakan untuk memberi Qunun suaka di Inggris sejauh ini telah mengumpulkan lebih dari 80.000 tanda tangan.