Campuran Biodiesel Akan Ditingkatkan Jadi 30 Persen
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah siap meningkatkan pencampuran biodiesel ke dalam solar dengan kadar kandungan biodiesel 30 persen atau dikenal sebagai B-30. Sepanjang tahun lalu, pemanfaatan biodiesel 20 persen atau B-20 sebanyak 4,02 juta kiloliter mampu menghemat devisa sekitar 2 miliar dollar AS. Namun, program pencampuran etanol belum berjalan baik.
Produksi biodiesel sepanjang 2018 adalah 6,01 juta kiloliter. Adapun kapasitas produksi biodiesel di dalam negeri mencapai 12 juta kiloliter. Dari produksi 2018, sebanyak 4,02 juta kiloliter dimanfaatkan untuk pencampuran bahan bakar minyak, sedangkan sisanya diekspor.
”Menurut rencana, uji jalan untuk B-30 akan dilaksanakan pada Maret tahun ini. Kami perlu kerja sama dengan lintas instansi soal uji B-30 tersebut. Sebab, mulai 2020 kadar pencampuran harus naik dari 20 persen menjadi 30 persen,” kata Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana, Selasa (8/1/2019) di Jakarta.
Dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2015 tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain, pemanfaatan biodiesel mulai Januari 2020 adalah sebesar 30 persen di segala sektor. Namun, di sektor pembangkit listrik, pencampuran 30 persen sudah dimulai sejak Januari 2016.
Rida menambahkan, pemerintah akan menggelar evaluasi pelaksanaan mandatori B-20 yang dipimpin langsung Menteri Koordinator Perekonomian dalam waktu dekat. Soal peningkatan kadar campuran menjadi 30 persen, ia optimistis secara teknologi sudah siap. Yang masih perlu pembahasan lebih jauh adalah soal nilai keekonomian dari kebijakan itu.
”Untuk mendorong dan meningkatkan pemanfaatan biodiesel sampai menjadi B-30, adakah disiapkan instrumen fiskal? Pembahasan ini perlu lintas sektor. Sejauh ini, pemanfaatan biodiesel terbukti mengurangi ketergantungan terhadap impor solar,” ujar Rida.
Pemanfaatan biodiesel sebagai bahan bakar nabati menjadi andalan pemerintah untuk menekan defisit neraca perdagangan yang timbul akibat tingginya impor minyak mentah dan bahan bakar minyak. Sejak 1 September 2018, perluasan mandatori B-20 dilaksanakan untuk sektor non-pelayanan umum (PSO). Selain biodiesel, Kementerian ESDM menambah kuota ekspor batubara sebanyak 100 juta ton untuk meningkatkan perolehan devisa.
Pengajar pada Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti, Jakarta, Pri Agung Rakhmanto, mengatakan, biodiesel adalah salah satu jenis bahan bakar nabati yang paling siap dikembangkan di Indonesia. Hanya saja, perlu ada perhatian terhadap kemampuan fiskal pemerintah menyubsidi selisih harga solar dengan harga biodiesel. Selain itu, isu-isu teknis terkait pemakaian biodiesel pada mesin kendaraan harus tuntas atau tak ada kendala.
”Sebenarnya kebijakan biodiesel ini kan terkait dengan masalah hulu yang berujung pada tingginya impor minyak dibandingkan kemampuan produksi di dalam negeri. Di satu sisi, program peningkatan kapasitas kilang di dalam negeri masih jauh dari realisasi,” ucap Pri Agung.
Relaksasi etanol
Kebijakan pemanfaatan bahan bakar nabati jenis etanol jalan di tempat. Seperti halnya biodiesel, kebijakan pencampuran etanol ke dalam bahan bakar minyak jenis gasolin juga diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2015. Kadar campuran etanol untuk sektor PSO adalah 2 persen atau dikenal sebagai mandatori E-2 dan 5 persen untuk sektor non-PSO per Januari 2016.
”Bahan baku etanol yang dimaksud dalam kebijakan itu adalah tetes tebu. Kenapa tidak optimal? Penyebabnya adalah masalah pasokan yang terbatas. Harganya juga lebih mahal dari BBM jenis pertamax sehingga terlalu mahal untuk pemberian insentif (subsidi). Memang perlu evaluasi dan kebijakan ini sedang direlaksasi,” kata Rida.
Masih dalam peraturan yang sama, kadar pencampuran etanol dinaikkan menjadi 5 persen untuk sektor PSO dan 10 persen untuk non-PSO per Januari 2020. Kadar pencampuran kian tinggi mulai Januari 2025 menjadi 25 persen untuk semua sektor.