JAKARTA, KOMPAS Pengelolaan transportasi di Ibu Kota Negara dengan sejumlah daerah penyangga didorong untuk diintegrasikan. Selain mengurai kemacetan di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, integrasi dibutuhkan untuk meningkatkan layanan transportasi massal bagi masyarakat.
Untuk memadukan pengelolaan transportasi di ibu kota negara dan daerah penyangga, Selasa (8/1/2019) kemarin, Presiden Joko Widodo sampai menggelar rapat terbatas (ratas) khusus membahas pengelolaan transportasi Jabodetabek.
Ratas dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla dan sejumlah menterinya. Hadir pula Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur Banten Wahidin Halim, dan Gubernur DKI Anies Baswedan.
Dalam sambutannya, Presiden Jokowi menyampaikan, pengelolaan transportasi di Ibu Kota dengan daerah-daerah tetangga dekatnya harus segera diperbaiki. Perlu integrasi pengelolaan sarana serta layanan transportasi di DKI Jakarta dengan tiga provinsi penyangga.
”Saya lihat sekarang ini, sebagai contoh saja, urusan jalan ada yang dimiliki Kementerian PUPR, ada yang DKI, ada yang Banten, dan Jabar. Semuanya kadang-kadang pengelolaannya tidak terpadu, terintegrasi, sehingga dalam pemeliharaan sering kali saling menunggu,” katanya.
Tak hanya itu, pengelolaan layanan transportasi, baik intermoda maupun antarmoda, juga harus terintegrasi. Sebab, tanpa adanya keterpaduan dikhawatirkan pembangunan sejumlah sarana transportasi massal tetap tidak efektif mengurangi kemacetan di Jakarta dan kota-kota penyangganya.
Padahal, menurut Presiden, moda raya terpadu (MRT) dan kereta ringan (LRT), transjakarta, kereta bandara, serta kereta komuter disiapkan untuk mengurai kemacetan di Ibu Kota.
Presiden Jokowi juga mendorong adanya keterpaduan antartransportasi perkotaan dengan tata ruang perlu dirancang, diperhitungkan, dan disiapkan dengan serius.
”Kami ingin ada penyederhanaan dalam manajemen yang ada sehingga semakin gampang dimulai, dikerjakan, dan tidak saling dilempar antarinstitusi satu dengan lainnya,” ujar Presiden menyoroti rencana realisasi pembangunan berorientasi transit (transit oriented development/TOD).
Integrasi pengelolaan sarana serta layanan transportasi perlu segera diwujudkan mengingat besarnya kerugian material ataupun imaterial akibat kemacetan. Menurut penghitungan Bappenas, kemacetan di Jabodetabek menyebabkan masyarakat kehilangan produktivitas senilai Rp 65 triliun per tahun.
Terpusat
Seusai ratas, Mendagri Tjahjo Kumolo menjelaskan, pengelolaan transportasi Jabodetabek akan dilakukan terpusat. Rencana itu pun disepakati oleh Gubernur DKI, Banten, dan Jabar. ”Ada kesepakatan tiga gubernur, bagaimana pengelolaan transportasi satu manajemen, satu pengorganisasian,” ujarnya.
Namun, sampai saat ini, pemerintah belum memutuskan lembaga atau badan yang secara khusus akan mengelola transportasi di Jabodetabek. Penetapan lembaga akan diputuskan dalam rapat yang dipimpin oleh Wapres Kalla.
Terpisah, Kepala Staf Presiden Moeldoko, menjelaskan, kemungkinan pemerintah tidak membuat badan atau lembaga baru. Sebab saat ini sudah ada Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek yang bisa dioptimalkan peranannya. (NTA/INA)