Kembangkan Angkutan Massal Berkualitas di Setiap Kota
Oleh
WINARTO HERUSANSONO
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS – Kemacetan lalu lintas di berbagai kota metropolitan Indonesia mesti diatasi dengan penyediaan transportasi massal murah yang berkualitas. Kemacetan akut di Jakarta akibat pertumbuhan kendaraan bermotor yang tak terkendali telah menimbulkan kerugian ekonomi hingga Rp 6 triliun per tahun.
“Adanya transportasi massal yang nyaman dengan layanan prima akan mendorong warga meninggalkan kendaraan pribadi dan beralih ke angkutan massal. Ini langkah bagus mencegah kemacetan lalu lintas,” ujar Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Budi Setiyadi, Rabu (9/1/2019) saat peluncuran alih teknologi penggunaan konventer gas sebagai bahan bakar pada armada Bus Rapid Transit (BRT) Trans Semarang, di Kota Semarang, Jawa Tengah.
Hadir dalam kegiatan itu, Wali Kota Toyama, Jepang Masashi Mori, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi, serta sejumlah kepala dinas perhubungan kabupaten/kota se-Jateng.
Budi mengatakan, Kementerian Perhubungan sejak 2015 banyak memberikan bantuan bus untuk pengembangan transportasi massal sejenis BRT di sejumlah kota seperti Pekanbaru (Riau), Semarang, DI Yogyakarta, Batam, Sorong, Bogor, dan Palembang. Namun, pada prakteknya, banyak pemkot yang mendapat bantuan bus, justru tidak serius mengembangkan angkutan massal bagi warganya.
Dia menilai, Kota Sorong (Papua Barat) dan Bogor bahkan terbilang gagal mengembangkan transportasi massal dengan bantuan bus pemerintah pusat. Untuk itu, pihaknya menilai Kota Semarang punya komitmen besar mengembangkan BRT hingga kini berkembang sampai tujuh koridor dengan layanan 72 unit armada bus.
“Selama pertumbuhan kendaraan mobil dan sepeda motor belum dibatasi, pemberlakuan sistem ganjil genap untuk kendaraan bermotor seperti sudah dipraktekkan di DKI Jakarta akan dijajaki di kota lain. Contohnya Palembang, kota kedua setelah Jakarta dengan kemacetan terparah,” ujar Budi.
Di Semarang, Pemkot setempat bersama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah juga tengah mengembangkan moda aglomerasi BRT antardaerah yang kini telah melayani koridor Banyumas-Purbalingga, Semarang-Bawen, dan Semarang-Demak.
Ramah lingkungan
Sementara itu, Wali Kota Toyama, Jepang, Masashi Mori mengemukakan, sejak 2013, Kota Toyama sudah menjalin kerja sama dengan kota-kota besar di Indonesia, termasuk Semarang. Dengan Kota Semarang, kerja sama lebih pada upaya menjadikan kota ini ramah lingkungan dalam sektor transportasi. Salah satunya dengan kampanye angkutan rendah karbon dan emisi gas buang.
“Dengan penggunaan teknologi konventer gas dari Toyama, polusi gas karbon dari transportasi bisa ditekan hingga 40 persen sehingga udara kota menjadi lebih bersih dan nyaman. Ini kerja sama yang baik sebagai percontohan kota-kota lain di Indonesia,” ujar Masashi.
Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo menyebutkan upaya memberi pelayanan transportasi massal murah, tidak hanya dikembangkan di Semarang tetapi juga daerah-daerah lain termasuk dengan moda aglomerasi yang melayani transportasi komuter antardaerah.
Transprotasi massal tersebut, lanjut Ganjar, akan dilapis dengan rencana reaktivasi jalur kereta api Semarang-Pati, kemudian Ambarawa-Borobudur-Magelang. “Khusus untuk pemanfaatan bahan bakar gas, tentu ke depan bisa dikembangkan bus BRT dengan tenaga listrik supaya makin ramah lingkungan,” ujar Ganjar.