Pajak Diturunkan, Wajib Pajak UMKM Bertambah 463.094 Orang
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menurunkan pajak penghasilan final bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah dari 1 persen menjadi 0,5 persen pada Juni 2018. Kebijakan penurunan ini terangkum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
PP itu berlaku mulai 1 Juli 2018 sekaligus menggantikan peraturan sebelumnya, yakni PP No 46/2013. Sesuai data Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, per 7 Desember 2018, jumlah pembayar pajak penghasilan final UMKM mencapai 1.695.046 orang wajib pajak dengan total nilai Rp 5,37 triliun.
Sebanyak 463.094 orang wajib pajak yang baru membayar pada periode Agustus hingga 7 Desember 2018 belum pernah membayar pajak penghasilan final UMKM pada bulan April, Mei, Juni, dan Juli 2018. Dari jumlah pembayar itu, 311.197 orang di antaranya terdaftar wajib pajak mulai 1 Juli 2018.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama, Selasa (8/1/2019), di Jakarta, menjelaskan. kondisi tersebut merupakan hasil dari implementasi PP No 23/2018.
Dia mengemukakan, dalam skema pajak penghasilan final UMKM, pemerintah telah menawarkan tiga kemudahan. Pertama, kemudahan menghitung nilai pajak penghasilan final, yakni cukup 0,5 persen dikalikan omzet atau peredaran bruto per bulan berdasarkan pencatatan sederhana dan bukan pembukuan. Kedua, kemudahan membayar pajak cukup melalui mesin anjungan tunai mandiri tanpa harus mendapatkan kode billing sebagaimana wajib pajak lainnya.
Ketiga, kemudahan pelaporan secara e-filling, yaitu dengan surat pemberitahuan tahunan biasa tetapi pengisiannya sangat sederhana. UMKM cukup memasukkan nominal omzet setahun dan pajak penghasilan final 0,5 persen tanpa diikuti perhitungan rumit.
”Dengan pemberian insentif ditambah tawaran kemudahan pelaporan, kami berharap jumlah wajib pajak dari kalangan UMKM semakin meningkat,” ujar Hestu.
Dia mengakui, penerimaan pajak penghasilan final UMKM sempat mengalami penurunan dengan hadirnya PP No 23/2018. Namun, pada saat bersamaan, total wajib pajak meningkat.
Sebagai gambaran, pada Juli 2018 nilai penerimaan pajak mencapai sekitar Rp 461 miliar, kemudian nilainya menurun menjadi sekitar Rp 368 miliar pada Agustus 2018. Nilai kembali turun menjadi sekitar Rp 356 miliar pada September 2018.
Nilai penerimaan pajak merangkak naik pada Oktober, yakni menjadi sekitar Rp 372 miliar. Adapun pada November 2018, nilai meningkat menjadi sekitar Rp 380 miliar.
Pada Juli 2018 total wajib pajak UMKM tercatat sekitar 578.000, lalu Agustus 2018 naik menjadi sekitar Rp 589.000 orang. Pada September 2018 terdapat sekitar 616.000 orang, Oktober 2018 sekitar 642.000 orang, dan November 2018 sekitar 682.000 orang.
Public Relations and Communication Manager OnlinePajak Azwin Nugraha mengatakan, sampai sekarang masih ada sejumlah UMKM pengguna layanan aplikasi OnlinePajak melakukan registrasi berdasarkan nama pribadi, bukan instansi atau perusahaannya.
Tantangan dalam penerimaan pajak di Indonesia adalah sistem administrasi pajak yang dianggap rumit oleh wajib pajak dari berbagai skala usaha dan kebijakan perpajakan yang sering berubah. Kedua tantangan ini tidak bisa dihindari. Namun, dia berpendapat, kehadiran teknologi digital mampu menyederhanakan proses administrasi. Dengan teknologi pula, aplikasi pelaporan sampai pembayaran pajak dapat disesuaikan secara cepat mengikuti perubahan kebijakan.
Dia menambahkan, dengan hadirnya teknologi digital, UMKM seharusnya bisa terbebas dari kerepotan mengurus administrasi perpajakan. Negara pun dapat mengoptimalkan pendapatan pajak dari UMKM.
OnlinePajak telah menjadi mitra resmi Direktorat Jenderal Pajak sejak dua tahun lalu. Perusahaan rintisan bidang teknologi ini menyediakan aplikasi perpajakan terintegrasi bagi segmen UMKM. Salah satu fiturnya mampu menghitung nilai pajak penghasilan final. UMKM cukup memasukkan nilai omzet, lalu secara otomatis sistem mereken pajak sesuai dengan peraturan perpajakan berlaku.
OnlinePajak juga menyediakan fitur pembuatan nomor pokok wajib pajak secara daring. Dengan demikian, UMKM semakin dimudahkan mengurus administrasi identitas wajib pajak.
Pendamping Desa Migran Produktif (Desmigratif) Desa Kenanga, Kecamatan Sindang (Indramayu) Darwina yang ditemui di sela-sela Rapat Koordinasi Nasional Ketenagakerjaan 2019, kemarin, di Menara Bidakara, Jakarta, berpendapat tidak semua pelaku UMKM memahami pencatatan laporan keuangan. Kondisi ini menyulitkan mereka melaporkan penghasilan untuk dibebankan pungutan pajak.
”Berdasarkan pengalaman mendampingi pekerja migran Indonesia purna di Desa Kenanga seperti itu situasinya. Hingga sekarang, kami masih fokus membimbing dan memfasilitasi akses pemasaran bagi pekerja migran purna yang akhirnya merintis UMKM. Secara bertahap, kami akan menyisipkan materi pelatihan tentang laporan keuangan dan pajak,” ujarnya.
Desmigratif Desa Kenanga dirintis oleh Kementerian Ketenagakerjaan sejak tahun 2016. Jumlah UMKM yang berkembang mencapai 60 dan kebanyakan bergerak di kuliner makanan ringan. Setiap bulan mereka menerima omzet Rp 10 juta sampai Rp 15 juta dengan rata-rata keuntungan Rp 3 juta.
Darwina menceritakan, produk kuliner makanan ringan Desmigratif Desa Kenanga dibeli dan didistribusikan oleh pengusaha ritel di Jawa dan Bali. Pengusaha tersebut mematok harga jual barang yang telah disertai nilai pajak.
Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia Ikhsan Ingratubun, yang dihubungi secara terpisah, mengatakan, keuntungan UMKM yang kecil membuat sebagian besar di antara mereka enggan menjadi wajib pajak. Ditambah lagi, ada sejumlah pelaku kerap berganti haluan jenis usaha atau gulung tikar.