Pemerintah Akan Terbitkan Kebijakan Dana Pengembangan Keterampilan
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah kembali mewacanakan kebijakan dana pengembangan keterampilan yang diperuntukkan bagi tenaga kerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja. Dana ini diambil dari imbal hasil iuran jaminan sosial ketenagakerjaan.
”Tunggu kepastian regulasinya yang akan keluar pada 2019. Kami harap bisa segera mungkin. Kami sekarang masih mengkaji kepastian mekanisme pelaksanaan bersama kementerian lain dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan,” ujar Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri seusai membuka Rapat Koordinasi Nasional Ketenagakerjaan 2019 di Menara Bidakara, Jakarta, Selasa (8/1/2019).
Menurut dia, tren ekonomi digital mengubah lanskap pasar ketenagakerjaan. Industri semakin membutuhkan tenaga kerja dengan keahlian yang semakin beragam. Pemutusan hubungan kerja berpotensi terjadi kapan dan kepada siapa saja. Untuk melindungi pekerja, Hanif berpendapat, pemerintah terlibat langsung dalam pelatihan kerja merupakan bentuk insentif dan perlindungan paling pas.
Pada Mei 2018, dia pernah menyerukan wacana kebijakan dana pengembangan keterampilan yang peruntukkannya untuk membiayai kebutuhan peningkatan kompetensi. Seruan itu dilatarbelakangi kondisi masih banyak pengangguran dan pekerja paruh waktu.
”Fokus pembangunan nasional tahun 2019 adalah sumber daya manusia. Ini adalah pesan yang presiden sampaikan berulang kali,” kata Hanif.
Mengutip data Badan Pusat Statistik, jumlah angkatan kerja pada Agustus 2018 mencapai 131,01 juta orang atau naik 2,95 juta orang dibandingkan Agustus 2017. Komponen pembentuk angkatan kerja adalah penduduk yang bekerja dan pengangguran.
Pada Agustus 2018, sebanyak 124,01 juta orang terekam sebagai penduduk bekerja, sedangkan sekitar 7 juta orang menganggur. Dibandingkan tahun lalu, jumlah penduduk bekerja bertambah 2,99 juta orang, sedangkan pengangguran berkurang 40.000 orang.
Pada saat bersamaan, Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kemnaker Bambang Satrio Lelono menyampaikan model dana pengembangan keterampilan menyerupai anggaran yang dikelola Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Perbedaannya, dana pengembangan keterampilan rencananya akan dikemas sebagai manfaat tambahan jaminan sosial ketenagakerjaan.
Untuk uji coba, dia menyebut sudah ada perbincangan mempergunakan dana operasional BPJS Ketenagakerjaan. Pihak Kemnaker menawarkan kuota peserta pelatihan sekitar 20.000 orang. Usulan regulasinya pun berupa peraturan presiden.
”Mereka (peserta pelatihan) tentunya harus peserta program jaminan sosial ketenagakerjaan. Jenis keterampilan yang akan diberikan menyesuaikan tren kebutuhan industri. Mereka dapat dilatih di balai latihan kerja milik pemerintah atau lembaga pelatihan swasta,” kata Bambang.
Secara terpisah, Sekretaris Eksekutif Indonesia Labor Institute Andy W Sinaga berpendapat, dana pengembangan ketrampilan semestinya diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Apabila bersikeras memanfaatkan dana operasional ataupun hasil iuran jaminan sosial ketenagakerjaan, pemerintah perlu merevisi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU No 24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Di dua UU ini tidak menyebut pemakaian dana pengembangan keterampilan.
”Dana pengembangan pelatihan sebenarnya juga dapat diambil dari iuran atau kontribusi perusahaan,” katanya.
Deputi Direktur Bidang Hubungan Masyarakat dan Antar Lembaga BPJS Ketenagakerjaan Irvansyah Utoh Banja belum dapat memberikan konfirmasi mengenai wacana tersebut.
Sesuai data BPJS Ketenagakerjaan, sebanyak 30,5 juta pekerja tercatat sebagai peserta akhir sampai Desember 2018. Jumlah ini melampaui target yang ditetapkan, yaitu sekitar 29,6 juta orang.