Presiden Janjikan Penguatan Manajemen Bencana
JAKARTA, KOMPAS - Presiden Joko Widodo menjanjikan penguatan manajemen mitigasi dan penanggulangan bencana. Hal ini diawali dengan revisi payung hukum tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana diikuti dengan penyegaran pimpinan badan tersebut.
Menjawab pertanyaan wartawan usai melantik Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo di Istana Negara, Jakarta, Rabu (09/01/2019), Presiden Joko Widodo, menyatakan, Indonesia berada di kawasan cincin api Pasifik. Oleh sebab itu, pemerintah bertekad memperkuat manajemen mitigasi dan penanggulangan bencana.
Kawasan cincin api Pasifik adalah wilayah sepanjang 40.000 kilometer di Pasifik yang rawan letusan gunung berapi dan gempa bumi. Sekitar 90 persen gempa bumi di dunia terjadi kawasan ini.
Untuk itu, pemerintah baru saja merevisi Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Sebagaimana dikonfirmasi Presiden, revisi atas payung hukum tersebut substansinya adalah penguatan manajemen mitigasi dan penanggulangan bencana. Salah satunya adalah tentang penguatan konsolidasi dan koordinasi di antara seluruh pemangku kepentingan terkait seperti kementerian dan lembaga negara, pemerintah daerah, Tentara Nasional Indonesia, dan polisi.
”Kita harus tahu dan sadar bahwa negara ini berada di (kawasan) cincin api sehingga perlu sebuah manajemen yang kuat dan kepemimpinan yang kuat untuk mengonsolidasi dan mengkoordinasi baik pemerintah daerah, provinsi, pusat, TNI, dan polri agar cepat merespon bencana yang ada,” kata Presiden.
Secara paralel, Presiden juga melantik Letnan Jenderal Doni Monardo sebagai Kepala BNPB baru menggantikan Willem Rampangilei. Doni adalah tentara aktif yang sebelumnya menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional.
Terkait penunjukkan Doni sebagai kepala BNPB, Presiden mengatakan bahwa posisi Doni yang aktif sebagai tentara tidak menjadi pertimbangan. Pertimbangan utamanya adalah kemampuan manajemen yang kuat dan tindakan yang cepat di lapangan. ”Saya melihat Letjen Doni ini orangnya,” kata Presiden.
Soal struktur BNPB dalam perpres yang baru, Presiden menegaskan bahwa, lembaga tersebut adalah setingkat kementerian. ”Tetap di bawah Presiden. Dilantik presiden dan setingkat menteri. Jelas,” kata Presiden.
Pada kesempatan yang sama, Doni menyatakan, Rabu sore kemarin ia langsung menerima briefing dari seluruh pejabat BNPB. Selanjutnya, ia akan turun ke lapangan.
Tentang prioritas jangka pendek, Doni mengatakan, BNPB akan menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan di sejumlah daerah yang baru saja mengalami bencana, yakni Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tengah, Banten, Lampung, dan Sukabumi.
BNPB, Doni melanjutan, juga segera menyusun program tentang perluasan dan peningkatan mitigasi. ”Mudah-mudahan bisa sampai tingkat desa bahkan rukun warga. Seluruh komponen harus dilibatkan,” kata Doni.
Termasuk di dalamnya adalah tentang wacana memasukkan kesadaran hidup di kawasan rawan bencana dalam kurikulum pendidikan. Ia berharap hal ini bisa menyasar mulai pendidikan tingkat dini, yakni tingkat taman kanak-kanak.
Megathrust
Doni juga mengatakan, BNPB bersama dengan lembaga terkait akan menyiapkan program mitigasi tentang megathrust di Indonesia. Lembaga yang dimaksud antara lain adalah Badan Geologi dan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
”Dari hasil kajian dan riset sejumlah pakar di bidang kebencanaan, ada sejumlah potensi megathrust di beberapa wilayah. Tentu ini kita harus sampaikan ke publik dengan cara-cara yang tepat sehingga semua kawasan yang rawan bencana sudah menyiapkan diri,” kata Doni.
Mengutip artikel Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Daryono, yang pernah dimuat di Harian Kompas, Zona megathrust sebenarnya sekadar istilah untuk menyebutkan sumber gempa di zona subduksi lempeng. Dalam hal ini, lempeng samudra yang menunjam ke bawah lempeng benua dapat menimbulkan terjadinya gempa bumi. Jika terjadi gempa, bagian lempeng benua yang berada di atas lempeng samudra akan bergerak naik (thrusting).
Jalur subduksi ini umumnya sangat panjang dengan kedalaman yang mencakup seluruh bidang kontak antarlempeng. Dalam perkembangannya, zona subduksi diasumsikan sebagai sebuah ”patahan naik yang besar”, yang kini populer disebut sebagai zona megathrust.
Zona megathrust, masih mengutip Daryono, terdapat di beberapa zona subduksi aktif, seperti: (1) zona subduksi Sunda yang mencakup barat Sumatera, selatan Pulau Jawa, Bali, Lombok, Sumba, dan Flores; (2) zona subduksi Banda dan Seram; (3) zona subduksi Lempeng Laut Maluku; (4) zona subduksi utara Sulawesi; dan (5) zona subduksi utara Papua. Hingga saat ini, baru 16 zona megathrust yang dapat dikenali potensinya. Seluruh wilayah ini merupakan daerah seismik aktif dan berpotensi terjadi gempa kuat.
Seluruh aktivitas gempa yang bersumber di zona megathrust dapat disebut sebagai gempa megathrust. Gempa megathrust tidak selalu berkekuatan besar. Sebagai sumber gempa, zona megathrust dapat membangkitkan gempa dalam berbagai variasi magnitudo dan kedalaman. Data menunjukkan, justru ”gempa kecil” yang tidak berpotensi merusak lebih sering terjadi. Namun, zona megathrust juga berpotensi membangkitkan gempa kuat.