JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah berkomitmen untuk mempercepat proses rekonstruksi pascabencana di sejumlah wilayah di Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Tengah. Rehabilitasi rumah rusak serta pembangunan hunian sementara untuk para penyintas bencana menjadi fokus pemerintah.
Upaya percepatan penanganan dampak bencana kembali dibahas dalam rapat yang dipimpin langsung Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wapres, Jakarta, Rabu (9/1/2019). Rapat diikuti Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto, Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letnan Jenderal Doni Monardo, dan sejumlah pejabat lainnya.
“Kami rapat untuk mengevaluasi dan menyelesaikan masalah di NTB (Nusa Tenggara Barat) dan di Palu (Sulteng). Di samping itu kami juga membicarakan soal (penanganan bencana) Selat Sunda,” kata Wapres Kalla saat memberikan keterangan seusai rapat.
Dijelaskan, rapat tertutup selama lebih kurang 2,5 jam itu membahas persoalan yang menghambat proses rehabilitasi dan rekonstruksi di NTB dan Palu. Wapres Kalla yang memimpin rapat berupaya mencari jalan keluar untuk mempercepat proses rekonstruksi pascabencana di dua provinsi tersebut.
Khusus di NTB, lanjut Kalla, diperlukan penguatan tenaga pendamping atau fasilitator bagi penyintas yang akan membangun kembali rumah mereka yang rusak akibat gempa. Ini karena sebenarnya anggaran dana bantuan stimulan rehabilitasi rumah warga yang rusak sudah tersedia.
Seperti diketahui, gempa telah mengakibatkan 83.392 unit rumah di NTB rusak. Sebanyak 23.098 unit rumah rusak di Lombok Utara, 37.285 unit di Lombok Barat, 2.060 unit di Kota Mataram, 4.629 unit di Lombok Tengah, 7.280 unit di Lombok Timur, serta 9.040 unit di Sumbawa dan Sumbawa Barat.
Pada pertengahan Oktober lalu, pemerintah telah membagikan dana bantuan stimulan tahap pertama untuk membangun kembali rumah penyintas bencana sebesar Rp 960 miliar. Namun rehabilitasi rumah warga terhambat dengan kurangnya tenaga pendamping. “Di NTB itu dananya sudah ada, tinggal percepatannya saja. Maka dibutuhkan penguatan komponen-kompnen dan juga pendamping lebih banyak lagi,” kata Kalla.
Adapun di Sulteng, penanganan bencana difokuskan untuk mempercepat pembangunan hunian sementara (huntara) warga penyintas bencana. Sama seperti di NTB, dana untuk rekonstruksi, termasuk pembangunan huntara di Sulteng, juga sudah dialokasikan pemerintah. Wapres Kalla menyebut, anggaran untuk rekonstruksi Palu, Sigi, dan Donggala mencapai lebih dari Rp 10 triliun.
Sejak awal pemerintah merencanakan membangun 12.000 unit huntara. Pada tahap pertama, pemerintah menargetkan bisa membangun 669 unit huntara. Tetapi hingga pekan pertama bulan Januari, baru 194 unit huntara yang terbangun.
Meski begitu pemerintah menilai pembangunan huntara sudah sesuai dengan rencana yang ditetapkan sebelumnya. “Kebutunan kira-kira 12.000, baru selesai sepertiganya. Tapi berjalan cukup baik,” kata Wapres Kalla.
Karena itulah pemerintah terus mendorong pembangunan huntara bisa selesai dalam waktu cepat. Tak hanya itu proses rehabilitasi rumah warga yang tinggal di luar daerah likuefaksi juga diharapkan bisa selesai dengan cepat.
Selain itu penyusunan tata ruang Kota Palu juga didorong untuk dipercepat. Pemerintah Daerah diharapkan segera menetapkan peta wilayah yang tidak bisa lagi dijadikan pemukiman penduduk, serta wilayah yang masih aman untuk ditinggali. Menurut Kalla, wilayah yang terkena likuefaksi serta berpotensi terdampak bencana tidak boleh lagi dijadikan pemukiman penduduk.
Jaminan hidup disiapkan
Selain dana rekonstruksi, pemerintah juga menyiapkan anggaran santunan untuk ahli waris korban meninggal serta jaminan hidup bagi para penyintas bencana. Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial, Harry Hikmat, menyebut, anggaran yang dialokasikan untuk santunan ahli waris dan jaminan hidup penyintas bencana di Sulteng dialokasikan sebesar Rp 151,5 miliar dan NTB sebesar Rp 456,6 miliar.
Tak hanya itu Kementerian Sosial juga akan membagikan dana bantuan untuk membantu pemenuhan kebutuhan perlengkapan rumah atau huntara. Menurut Harry, tiap-tiap kepala keluarga penyintas akan menerima sekitar Rp 3 juta untuk membeli perlengkapan rumah, seperti kasur, dan perabotan lainnya.