JAKARTA, KOMPAS - Sistem pengelolaan transportasi di Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan sejumlah daerah penyangga didorong untuk diintegrasikan. Selain mengurai kemacetan di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, integrasi juga dibutuhkan untuk meningkatkan layanan transportasi massal bagi masyarakat.
Untuk memadukan pengelolaan transportasi di Ibu Kota Negara dan daerah penyangga, hari Selasa (8/1/2019) kemarin, Presiden Joko Widodo sampai menggelar rapat terbatas (ratas) khusus membahas pengelolaan transportasi Jabodetabek. Ratas dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri BUMN Rini Soemarno, Menteri Koordinator bidang Polhukam Wiranto, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Panjaitan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dakhiri, dan lainnya.
Hadir pula Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Gubernur Banten Wahidin Halim. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga hadir dalam ratas yang dimulai jam 13.56 tersebut.
Dalam sambutan pengantar ratas, Presiden Jokowi menyampaikan, pengelolaan transportasi di Ibu Kota Negara dengan daerah-daerah penyangga harus segera diperbaiki. Perlu ada integrasi dalam pengelolaan sarana serta layanan transportasi di DKI Jakarta dengan tiga provinsi penyangga.
“Saya lihat sekarang ini, sebagai contoh saja, urusan jalan ada yang dimiliki Kementerian PUPR, ada yang DKI, ada yang Banten, dan Jabar. Semuanya kadang-kadang pengelolaannya tidak terpadu, terintegrasi, sehingga dalam pemeliharaan (jalan) seringkali banyak saling menunggu,” katanya.
Tak hanya itu pengelolaan layanan transportasi, baik intermodal maupun antarmoda, juga harus terintegrasi. Sebab tanpa adanya keterpaduan dikhawatirkan pembangunan sejumlah sarana transportasi massal tetap tidak efektif mengurangi kemacetan di Jakarta dan kota-kota penyangganya. Padahal menurut Presiden, Moda Raya Terpadu (MRT) dan kereta ringan (LRT), Trans Jakarta, kereta bandara, serta kereta komuter disiapkan untuk mengurai kemacetan di Ibu Kota Negara.
Presiden Jokowi juga menyoroti masalah transit oriented development (TOD), yang sudah puluhan tahun tidak ada kemajuan. Hal itu disebabkan pengelolaannya yang terpisah di berbagai institusi, seperti Kementerian BUMN, Pemprov DKI Jakarta, Pemprov Banten, dan Pemprov Jabar.
Karena itu pemerintah pusat mendorong adanya keterpaduan antartransportasi perkotaan dengan tata ruang perlu dirancang, diperhitungkan, dan disiapkan dengan serius. “Kami ingin ada penyederhanaan dalam manajemen yang ada sehingga semakin gampang dimulai, dikerjakan, dan tidak saling dilempar antarinstitusi satu dengan lainnya,” ujar Presiden Jokowi.
Integrasi pengelolaan sarana serta layanan tranportasi perlu segera diwujudkan mengingat besarnya kerugian material maupun immaterial akibat kemacetan. Menurut perhitungan Bappenas, kemacetan di Jabodetabek menyebabkan masyarakat kehilangan produktivitas senilai Rp 65 triliun per tahun.
Terpusat
Sementara seusai ratas, Mendagri Tjahjo menjelaskan, pengelolaan transportasi Jabodetabek akan dilakukan secara terpusat. Rencana itupun sudah disepakati oleh Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Banten, dan Gubenur Jabar.
“Ada kesepakatan tiga gubernur, bagaimana pengelolaan transportasi satu manajemen, satu pengorganisasian,” tuturnya.
Namun sampai saat ini, pemerintah belum memutuskan lembaga atau badan yang secara khusus akan mengelola transportasi di Jabodetabek. Penetapan lembaga pengelola transportasi Jabodetabek akan diputuskan dalam rapat yang dipimpin oleh Wapres Kalla.
Secara terpisah, Kepala Staf Presiden Moeldoko, menjelaskan, besar kemungkinan pemerintah tidak membuat badan atau lembaga baru untuk mengelola transportasi Jabodetabek. Sebab saat ini sudah ada Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek yang masih bisa dioptimalkan peranannya.