Takut Pulang ke Negaranya, Gadis Saudi Berjuang Mencari Suaka
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
Nama Rahaf Mohammed al-Qunun (18) belakangan santer terdengar di dunia internasional. Setelah kabur dari keluarganya, perempuan asal Arab Saudi ini bersikeras menolak kembali ke negara asalnya itu. Jika pulang, ia khawatir akan dibunuh karena banyak alasan yang belum terungkap, termasuk soal sepele.
Qunun mengklaim, keluarganya akan membunuhnya. Ia pun membarikade dirinya di Hotel Suvarnabhumi di area bandara, Bangkok, Thailand, Minggu (6/1/2019), ketika mendengar pihak Imigrasi Thailand berencana mendeportasinya.
Perempuan muda ini merekam kisahnya melalui foto dan video. Hasil rekamannya kemudian diunggah ke akun Twitter @rahaf84427714. Upaya itu membuahkan hasil. Masyarakat internasional merespons dan mengimbau agar Qunun diberikan perlindungan.
Qunun berangkat dari Kuwait dan tiba di Thailand pada Sabtu, 5 Januari. Ia sedang dalam perjalanan menuju Australia demi mencari suaka ke ”Negara Kanguru” itu. Namun, ia ditolak untuk masuk Thailand.
Pihak Imigrasi Thailand akan mengirimnya kembali sehari kemudian. Qunun pun menuntut bertemu dengan Komisi Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Urusan Pengungsi (UNHCR) di Thailand.
Potong rambut
Menurut Qunun, dirinya melarikan diri ketika sedang mengunjungi Kuwait bersama keluarga. Selama ini, ia menderita kekerasan secara verbal, psikologis, dan fisik dari keluarganya. Ia pernah dikurung di dalam kamar selama enam bulan karena memotong rambut.
”Mereka akan membunuh saya. Hidup saya berada dalam bahaya. Keluarga saya mengancam akan membunuh saya karena hal sepele itu,” kata Qunun.
Setelah berkonsultasi dengan UNHCR, Kepala Polisi Imigrasi Thailand Jenderal Surachate Hakparn, Senin (7/1/2019), mengatakan, Qunun takkan dideportasi. Ia akan dibawa ke rumah aman sambil menunggu permintaan suakanya diproses.
”Kami bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri dan UNHCR. Hari ini kami mengizinkannya masuk Thailand. UNHCR sekarang menangani Qunun dan membantu proses permintaan suakanya,” tuturnya.
Surachate melanjutkan, ayah dan saudara Qunun telah tiba di Bangkok. Mereka ingin berbicara dengan Qunun. Namun, pertemuan harus berdasarkan persetujuan UNHCR.
Dalam pernyataan yang dirilis Kedutaan Besar Arab Saudi di Bangkok, Pemerintah Arab Saudi tidak memaksa ekstradisi Qunun. Masalah yang dihadapinya merupakan urusan keluarga.
Kedutaan tersebut telah berkomunikasi dengan ayah Qunun dan Pemerintah Thailand. Mereka belum berkomunikasi langsung dengan Qunun. Namun, kedutaan akan tetap mengikuti perkembangan kasus.
Permintaan suaka
Pemerintah Australia menyatakan akan mempelajari permintaan suakanya dengan saksama setelah pemeriksaan UNHCR selesai.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Australia, Greg Hunt, mendesak UNHCR agar mempercepat penanganan kasus Qunun. Australia mempertimbangkan untuk memberikan visa kemanusiaan kepada Qunun jika ia memenuhi kriteria sebagai pengungsi berdasarkan penilaian UNHCR.
UNHCR kembali mewawancarai Qunun pada Selasa, 8 Januari. ”Membutuhkan waktu beberapa hari untuk memproses kasus dan menentukan langkah selanjutnya. Kami berterima kasih otoritas Thailand tidak mengirim kembali dan memperpanjang perlindungannya,” kata pejabat UNHCR, Giuseppe de Vincentiis.
Qunun menyatakan telah memiliki visa Australia. Ia berencana menghabiskan waktu beberapa hari di Thailand agar tidak menimbulkan kecurigaan ketika meninggalkan Kuwait. Namun, Imigrasi Thailand membantah Qunun memiliki visa.
Surachate kemudian berkilah, Qunun memiliki paspor, tetapi tidak mereservasi hotel dan memesan tiket pulang. Dengan demikian, berdasarkan prosedur keamanan bandara, pihak imigrasi menolak Qunun masuk.
Namun, ia juga mengakui, otoritas Thailand telah dikontak Kedutaan Besar Arab Saudi sebelum menolak Qunun masuk Thailand. ”Kedutaan Besar Arab Saudi memberi tahu, Qunun melarikan diri dari orangtuanya dan mengkhawatirkan keselamatannya,” ucapnya.
Kasus Qunun kembali mengarahkan mata dunia internasional ke Arab Saudi. Negara kerajaan ini memiliki norma sosial yang ketat. Salah satunya adalah perempuan tidak boleh membuat keputusan sendiri. Perempuan juga wajib ditemani pengawas laki-laki ketika melakukan perjalanan. (REUTERS/AFP)