JAKARTA, KOMPAS — Minimnya ruang bermain anak di permukiman padat penduduk memaksa mereka memanfaatkan jalan umum ataupun halaman rumah sebagai tempat bermain. Hal ini menjadi salah satu penyebab anak rentan menjadi korban kekerasan dan dapat menimbulkan gesekan antarsesama warga yang dapat berujung pidana.
Kasus seperti ini terjadi di wilayah RT 008 RW 014, Kelurahan Bidara Cina, Jatinegara, Jakarta Timur. Orangtua dari ketiga anak dengan inisial JUN (5), F (4), S (4) di wilayah itu melaporkan salah satu tetangga kompleksnya berinisial L (60) kepada polisi akibat menyentil telinga dan pipi ketiga anak itu, yang memetik bunga di halaman rumah L pada Minggu (6/1/2019) ke Polres Metro Jakarta Timur.
Siti Rohayati (34), salah satu ibu dari ketiga anak itu, saat ditemui di Bidara Cina, Jatinegara, pada Rabu (9/1/2019) mengatakan, dia melaporkan dugaan kekerasan itu kepada polisi karena tidak terima dengan tindakan L yang menyentil telinga dan pipi anak-anak itu hingga menangis.
Anak-anak itu dikejar L hingga ke rumahnya dan mengeluarkan kata tak pantas. Akibat kejadian itu, kata Siti, anaknya kini masih trauma dan tak mau keluar rumah. Mereka juga sudah tiga hari takut untuk kembali belajar di salah satu pendidikan anak usia dini (PAUD) di RT itu.
”Anak-anak kami setiap hari bermain di sekitar sini karena tidak ada tempat lain untuk bermain. Tetapi, kalau mereka salah, seharusnya ditegur baik-baik, bukan pakai kekerasan,” ujar perempuan asal Jakarta itu.
Berdasarkan pantauan Rabu (9/1/2018) siang, permukiman di wilayah RT 008 itu dibangun berdempetan. Jalan masuk ke perumahan warga pun hanya dapat dilalui kendaraan bermotor.
Ketua RW 014 Gianto mengakui, wilayahnya belum dilengkapi dengan ruang bermain bagi anak. Upaya RW untuk menyediakan taman bermain belum terwujud karena sulitnya mendapatkan lahan kosong. Meski demikian, ia menyesali dugaan kekerasan itu karena setiap orang dewasa tanpa terkecuali mempunyai kewajiban untuk melindungi anak dari aksi kekerasan.
Kepala Bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jastra Putra pada Rabu kemarin, yang hadir melihat langsung keadaan anak-anak itu, mengatakan, kejadian ini menjadi ironi di tengah prestasi yang diraih Pemerintah Provinsi DKI Jakarta setiap tahun sebagai kota layak anak. Salah satu ciri kota layak anak adalah setiap lingkungan RT dan RW ramah anak.
”Ramah anak tidak hanya bebas dari kekerasan fisik ataupun psikis, tetapi mereka juga nyaman dalam mengakses sarana bermain,” ucapnya.
Ia menambahkan, kota ramah anak merupakan bagian dari implementasi Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002. Undang-undang ini mewajibkan pemerintah daerah untuk menyelenggarakan perlindungan anak melalui kota ramah anak.
”Salah satu proses kota layak itu, harus ada petugas di setiap RT dan RW yang terlatih dan sensitif terkait perlindungan anak. Indikator terlatih itu dia harus bisa mendeteksi sekecil apa pun persoalan yang berpotensi terjadinya kekerasan pada anak,” ucapnya.
Data KPAI, jumlah korban anak yang berhadapan dengan hukum di Indonesia pada tahun 2017 adalah 285 anak. Adapun anak yang menjadi korban kekerasan pada tahun itu sebanyak 173 anak. Korban kekerasan anak pada tahun 2016 sebesar 146 anak.
Segera diproses
Kepala Polisi Resor Metro Jakarta Timur Komisaris Besar Ady Wibowo, saat dihubungi dari Jakarta, Kamis (10/1/2019), membenarkan laporan sejumlah orangtua korban pada Minggu kemarin. Ia memastikan kasus itu akan segera diproses dan para pihak terkait akan segera dimintai keterangan pada pekan depan.
”Pihak korban sudah kami arahkan untuk dibuatkan visum setelah melapor. Tetapi, karena visum untuk anak-anak itu tidak seperti orang dewasa karena harus didampingi psikolog, makanya tidak selesai dalam satu hari,” ucapnya.
Ia menambahkan, kepolisian selama ini memiliki perhatian khusus kepada anak-anak yang berhadapan dengan hukum. Oleh karena itu, selain melakukan penindakan, pihaknya juga mengimbau kepada masyarakat agar bersama memiliki tanggung jawab menjaga dan menjauhkan anak-anak dari ancaman kekerasan.
”Anak-anak itu aset bangsa yang harus kita jaga dan sayangi agar mereka punya tindak tanduk yang baik. Kasih sayang kepada anak sesuatu yang utama untuk menciptakan pemuda yang berkualitas,” ujarnya. (STEFANUS ATO)