JAKARTA, KOMPAS – Kereta Api Bandara yang diharapkan bisa mengurangi kemacetan nyatanya masih jauh dari target yang diharapkan. Biaya yang mahal, dan tidak terintegrasinya dengan moda transportasi lain menjadi penyebab masih belum efektifnya kereta api bandara sebagai transportasi publik.
“Masalah tarif, saya tidak bisa mengintervensi hal tersebut karena merupakan kewenangan korporasi,” ujar Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi di Jakarta. Menurut Budi, okupansi KA Bandara masih sedikit karena akses ke stasiun kereta terbatas. Namun, lanjut Budi, masalah integrasi antarmoda transportasi tersebut akan tertangani saat MRT dan LRT selesai.
Rencananya, MRT dijadwalkan beroperasi pada Februari 2019 dan LRT sekitar akhir tahun 2019. Saat MRT beroperasi, harapannnya masyarakat di kawasan Lebak Bulus akan menggunakan transportasi tersebut yang mengantar ke Dukuh Atas hingga ke Bandara Soekarno-Hatta.
Selain itu, saat pembenahan di Stasiun Manggarai selesai juga akan membantu kemudahan masyarakat untuk mengakses KA Bandara. “Konsep Stasiun Manggarai itu memisahkan antara lintasan dalam kota dan luar kota. Nanti luar kota itu berhentinya di Manggarai sehingga tidak ada crossing,” papar dia.
Kemudian, adanya double double track (DDT), yaitu jalur kereta api yang berjumlah dua atau lebih dengan tujuan agar masing-masing jalur digunakan untuk arah yang berbeda. Sekarang ini, keterbatasan jalur membuat kereta bandara sering kali berbagi jalur dengan KRL.
Pembangunan Stasiun Manggarai menurut Budi, akan dipercepat penyelesaiannya dengan target tahun 2020. “Dengan demikian bukan KRL dan kereta luar kota saja yang mendapat slot khusus, tetapi juga KA Bandara, bahkan bisa langsung ke Bekasi,” ujar Budi.
Adapun Direkur Utama PT Railink Heru Kuswanto mengatakan bahwa akses untuk menggunakan KA Bandara akan diperbaiki. “Seperti arahan pak menteri penumpang yang dari bekasi, depok, dan lainnya bisa langsung ke bandara tanpa harus naik turun dengan transportasi lain, itu yang terus akan kami perbaiki,” ujar dia.
Di samping itu, ia juga menyampaikan terkait tarif KA Bandara yang sudah sesuai dengan patokannya. Untuk menurunkan harga akan rumit dan berat karena negara masuk dengan Public Service Obligation (PSO) atau subsidi.
“Railink sebagai operator, berdiri di level komersil agar tidak merepotkan keuangan negara karena itu akan menambah beban,” ujar Heru.
Keterisian KA Bandara
Berdasarkan data dari PT Raillink, hingga November 2018 okupansi pengguna KA Bandara pada hari biasa antara 2.700 – 3.000 penumpang, tetapi pada hari jumat bisa 4.700 - 5.000 penumpang. Sedangkan, untuk hari sabtu-minggu antara 2.000 – 2.500 penumpang.
Jumlah tersebut jauh dari target load factor (faktor muat penumpang) yang seharusnya bisa mengangkut 19.040 penumpang per hari. Hal tersebut dilihat dari kapasitas satu rangkaian KA Bandara, yaitu 272 penumpang dengan 70 slot perjalanan yang tersedia.
“Okupansi keterisian masih sekitar 26 persen dari produksi normal yang seharusnya bisa 60 persen orang yang diharapkan berpindah dari penggunaan kendaraan pribadi ke transpirtasi berbasis rel menuju Bandara Soetta,” kata Peneliti Institut Studi Transportasi Deddy Herlambang. Jumlah tersebut secara ekuivalen seharusnya bisa mengurangi 10.000 kendaraan roda dua atau 5.000 mobil SUV (empat penumpang). (FRANSISCA NATALIA ANGGRAENI).
Editor:
khaerudin
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.