Kerja Sama Ekonomi Indonesia-Afrika Masuk Prioritas
Oleh
Ayu Pratiwi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Afrika merupakan peluang pasar yang besar bagi Indonesia. Untuk itu, hubungan kerja sama ekonomi akan terus dikembangkan. Kerja sama itu akan dibahas lebih jauh dalam Indonesia-Africa Infrastructure Dialogue, yang akan digelar di Bali pada Agustus 2019.
Direktur Afrika Kementerian Luar Negeri Daniel Tumpal S Simanjuntak, Kamis (10/1/2018) di Jakarta, menyampaikan, Afrika memiliki potensi pasar yang sangat besar. Infrastruktur dan energi merupakan beberapa sektor yang dipercaya paling menjanjikan.
Dalam Indonesia-Africa Forum yang digelar pertama kalinya pada April 2018 di Bali, nilai kesepakatan bisnis yang diciptakan mencapai 586,56 juta dollar AS. Nilai kesepakatan paling besar, yakni lebih dari 300 juta dollar, meliput kerja sama di sektor keuangan antara Indonesia Exim Bank dan lembaga keuangan asing. Sedangkan lainnya meliput kerja sama di bidang infrastruktur, tekstil, dan transportasi. Kerja sama itu melibatkan sejumlah perusahaan BUMN dan swasta.
"Sekarang, pasar-pasar non tradisional juga merupakan prioritas diplomasi ekonomi Indonesia. Seluruh perwakilan Indonesia di seluruh negara Afrika telah diinstruksikan untuk menawarkan preferential trade agreement (PTA) kepada pemerintah setempat," kata Tumpal.
PBB menyebutkan, populasi Afrika diprediksi akan mencapai 1,7 miliar jiwa atau 20 persen dari seluruh penduduk bumi pada 2030. Negara-negara di kawasan Afrika kaya sumber daya alam dan lahan pertanian yang belum tergarap dengan baik, seperti di negara-negara di kawasan Afrika Timur (Kompas, 3/11/2018)
Saat ini, jumlah tarif produk ekspor Indonesia ke Afrika masih sangat besar atau sekitar 30-40 persen. Penyelesaian negosiasi PTA merupakan upaya menurunkan tarif dan meningkatkan daya saing produk ekspor Indonesia.
Sejak 2017, proses negosiasi PTA dengan Mozambik dan Tunisia telah dimulai dan diharapkan tuntas pada 2019. Sebelum 2017, Indonesia belum memiliki persetujuan perdagangan bebas dengan 54 negara di Afrika, walaupun sudah menjalin hubungan diplomatik dengan semua negara itu.
Tumpal percaya, apabila perjanjian PTA itu tercapai, maka produk ekspor Indonesia ke Afrika dapat meningkat secara signifikan. Hingga 2016, ekspor ke Afrika hanya mencakup tiga persen dari total ekspor Indonesia secara global.
Komoditas ekspor ke Afrika paling besar adalah minyak sawit (47,87 persen). Beberapa produk lainnya adalah tekstil (7,55 persen), kertas (6,51 persen), dan pembersih (5,11 persen) (Kompas.id, 16/7/2019)
Secara terpisah, Direktur PT Multistrada Arah Sahana Tbk, perusahaan produser ban, Uthan A Sadikin, mengungkapkan, pertumbuhan hasil ekspor paling besar di pasar negara berkembang, seperti di Afrika dan Timur Tengah.
Penghasilan dari negara berkembang pada 2018 mencapai sekitar 30 persen dari total penghasilan. Penghasilan paling besar masih berasal dari negara besar, seperti Amerika Serikat, Korea Selatan, Jepang, dan Eropa.
Baginya salah satu tantangan utama yang dihadapinya dalam mengekspor produknya adalah tarif tinggi produk Indonesia yang diterapkan di sejumlah negara. "Kalau masalah ini tidak diselesaikan, maka harga produk Indonesia lebih mahal dibanding negara lain dan kalah saing," ujar Uthan.