Para Penjaga Kepingan Sejarah Ibu Kota
Ketika orang-orang tengah terlelap, mereka justru terjaga. Matanya awas. Langkahnya mantap menelusuri bangunan tua bergaya neoklasik. Inilah potret para penjaga museum Ibu Kota.
Andy Kusuma (45) duduk tenang di ruang monitor. Matanya terus bergerak menelusuri layar yang menampilkan gambaran sudut-sudut ruangan di Museum Sejarah Jakarta yang terletak di kawasan Kota Tua.
"Semua terpantau di CCTV. Mulai dari ruangan yang ada di dalam hingga di luar museum," ujar Andy, salah seorang satpam Museum Sejarah Jakarta, Minggu (6/1/2019) malam.
Meski kamera pengintai merekam segala kejadian di sekeliling museum, Andi tidak berdiam diri. Ia tetap menelusuri kompleks museum selama dua jam secara berkala. Sedikitnya ada tiga penjaga museum yang berjaga saat malam dan 11 orang ketika siang.
Baca juga: Berkunjung ke Museum Bank Indonesia
Waktu menunjukkan pukul 08.00 saat Andy melangkah pelan menembus keheningan museum. Ia memulai patroli dari pekarangan museum, tepatnya di area penjara bawah tanah khusus pria.
Ruang tahanan itu memiliki langit-langit rendah. Tingginya kurang dari 170 sentimeter. Sejarah mencatat, tempat berukuran lima kali lima meter itu bisa menampung 30-40 tahanan. Mereka saling berhimpitan.
"Makanya banyak yang meninggal karena berbagai penyakit, salah satunya penyakit kolera," ujar Andy menjelaskan sambil tetap berpatroli. Sementara di depan ruang tahanan terdapat sebuah sumur yang berfungsi sebagai tempat minum kuda, sekaligus tempat minum para tahanan.
Setelah menjelaskan sedikit, Andy melanjutkan perjalanan. Ia menapaki tangga menuju pintu belakang museum yang berada di atas ruang tahanan bawah tanah. Patroli dilanjutkan hingga ke pelataran depan museum yang dulu berfungsi sebagai tempat pengadilan terbuka.
Andy mengatakan, pengawasan di dalam museum dilakukan dengan memantau CCTV. Andy hanya akan masuk ke dalam museum jika ada lampu ruangan yang belum dimatikan, atau ketika hujan deras.
"Kalau hujan deras kami terpaksa masuk ke dalam museum untuk menggeser-geser beberapa koleksi supaya tidak terkena air. Karena ada beberapa atap yang bocor," kata Andy.
Andy telah melakoni pekerjaan sebagai penjaga Museum Sejarah Jakarta sejak lima tahun lalu. Selama itu pula, ia berkontribusi menjaga benda bersejarah peninggalan abad ke-17 hingga abad ke-19.
Waspada pencurian
Museum Sejarah Jakarta atau juga dikenal Museum Fatahillah pada mulanya digunakan sebagai gedung Balaikota (Stadhuis) di masa pemerintahan Vereenigde Oostindische Compagnie atau VOC. Kini, museum yang diresmikan pada 30 Maret 1974 ini menjadi tempat edukasi bagi masyarakat untuk mengetahui potongan sejarah Ibu Kota.
Museum tersebut menyimpan sekitar 23.500 barang bersejarah, baik dalam bentuk benda asli maupun replika. Bangunan bergaya neoklasik dengan luas 1.300 meter persegi itu juga mengoleksi mebel antik hasil kebudayaan berbagai negara.
Karena bernilai tinggi, kasus pencurian benda bersejarah kerap terjadi di negara manapun. Di Yunani, misalnya, perampok bersenjata dan bermasker menjarah lebih dari 60 benda kuno di Museum Olympia pada 2012. Akibatnya, Menteri Kebudayaan Yunani yang menjabat pada waktu itu, Pavlos Geroulanos, mengundurkan diri.
Museum Sejarah Jakarta atau juga dikenal Museum Fatahillah pada mulanya digunakan sebagai gedung Balaikota (Stadhuis) di masa pemerintahan Vereenigde Oostindische Compagnie atau VOC.
Di Indonesia, kasus pencurian benda bersejarah jamak terjadi terjadi. Pada 2010, sebanyak 87 koleksi Museum Sonobudoyo, Yogyakarta, hilang dicuri. Dalam pencurian tersebut, turut hilang topeng emas yang merupakan hadiah upacara persembahan Raja Majapahit Hayam Wuruk kepada neneknya, Ratu Gayatri
Pada 2017, delapan benda bersejarah koleksi Museum Sang Nila Utama di Pekanbaru, Riau, hilang dicuri. Berdasarkan pemberitaan Komqpas (23/3/2017), pencurian diduga melibatkan orang dalam museum. Hal itu terindikasi dari tidak adanya tanda-tanda kerusakan pada lokasi penyimpanan benda-benda tersebut.
Berdasarkan pengalaman Andy, ia belum memergoki upaya pencurian di Museum Sejarah Jakarta. Selain dilengkapi CCTV, kata Andy, keberadaan petugas keamanan diklaim mampu mengurangi upaya pencurian maupun perampokan benda bersejarah.
Karena itu ia bekeja profesional. Dulu, kata Andy, sempat ada pemandu lokal bersama turis asing yang ingin masuk ke dalam museum pada malam hari. Mereka menawari Andy uang. Meski ditawari dalam jumlah besar, ia tak terpikat.
"Saya selalu menanamkan ke diri saya bahwa tempat ini selalu tidak aman. Oleh karena itu saya selalu waspada," ujar Andy yang memiliki empat sertifikasi satuan pengamanan (satpam)
Hal serupa dikatakan oleh satpam Museum Nasional, Rusli (27) yang saat ditemui sedang berjaga di pintu utara museum. Ia berjaga dari pukul 21.00 hingga pukul 09.00.
"Barang-barang yang ada di dalam merupakan saksi sejarah. Kalau sampai hilang, bagaimana anak cucu kita nanti tahu soal sejarah? Mereka hanya akan tahu lewat cerita tanpa bisa melihat," pungkas Rusli dari balik pagar Gedung B Museum Nasional.
Rusli mengatakan, keamanan museum kian diperketat setelah empat koleksi Museum Nasional dicuri. Seperti yang pernah diberitakan, empat artefak peninggalan Kerajaan Mataram Kuno yang berusia sekitar 1.000 tahun diketahui hilang pada 11 September 2013.
Adapun empat benda yang hilang itu disimpan di Ruang Emas Arkeologi Gedung A (gedung lama) Lantai II itu, yakni lempengan Bulan Sabit Beraksara, lempengan Naga Mendekam, lempengan Harihara, dan wadah bertutup (cepuk). Semua terbuat dari emas dan berukuran rata-rata kurang dari 10 sentimeter (Kompas, 16/9/2019).
Garda terdepan
Tak banyak yang bisa dituturkan oleh Dedy (31), satpam di Museum Tekstil, yang berada di Tanah Abang, Jakarta Barat. Sudah hampir empat tahun ia bekerja di sana.
Namum, selama empat tahun itu Dedy seringkali cemas. Sistem kerja outsourcing jadi penyebab. Sistem itu memaksa Dedy untuk kembali melamar bekerja di Museum Tekstil setiap habis kontrak setahun.
"Saya mesti menjalani tes lagi, mulai dari tes bebas narkoba hingga kesehatan. Sama seperti para pelamar kerja yang baru," ujarnya saat ditemui pada Selasa (8/1/2019) malam.
Kalau sudah begitu, tak banyak yang bisa dilakukan Dedy. Ia berusaha bekerja semaksimal mungkin, menjaga keamanan museum yang diresmikan oleh Tien Soeharto pada 1976 itu. Setiap jamnya ia berkeliling mengawasi museum, mulai dari mengecek pintu hingga menutup jendela.
Selain berpatroli secara teknis, Dedy bersama dua rekannya yang berjaga malam itu juga mengawasi museum secara mekanis. Pengawasan dilakukan dengan memantau kamera CCTV di ruang monitor.
Standar pengamanan mekanis merupakan sistem pengamanan mengunakan teknologi canggih, misalnya, pemasangan CCTV dan door contactor (alarm pintu). Selain itu, standar teknis merupakan sistem pengamanan yang menggunakan sumber daya manusia, yakni satuan pengamanan (Kompas, 15/11/2007).
Alhasil, sistem pengamanan museum mutlak diperlukan karena di dalamnya terdapat benda-benda peninggalan sejarah yang tidak dapat lagi dinilai dengan uang. Benda-benda itu dapat menjadi saksi tentang peristiwa dan pelaku sejarah.
Dengan keberadaan museum, banyak orang dapat diingatkan dan disadarkan tentang banyak hal. Adapun bukti sejarah secara autentik merupakan fakta tak terbantahkan mengenai peristiwa masa lalu. "Dengan menjaga museum, saya adalah garda terdepan penjaga aset bangsa," kata Dedy. (DIONISIO DAMARA TONCE)