JAKARTA, KOMPAS Sebanyak 12 kota menerima penghargaan Indeks Kota Cerdas Indonesia 2018 yang diberikan Kompas, Rabu (9/1/2019). Penghargaan diberikan kepada kota yang berupaya menerapkan konsep kota cerdas berdasarkan penilaian dan pembobotan enam dimensi yang dikembangkan Boyd Cohen, pegiat kota cerdas internasioal.
Keenam dimensi itu mencakup lingkungan cerdas, mobilitas, pemerintahan, ekonomi, masyarakat, dan kualitas hidup. Dimensi masyarakat dengan indikator keterhubungan internet, penetrasi telepon seluler, partisipasi warga, tingkat pendidikan, imigrasi, dan pekerjaan industri kreatif memperoleh pembobotan skor paling tinggi.
Penilaian berdasarkan dimensi dan pembobotan nilai, yang melibatkan penilaian 12 pakar, menghasilkan 12 kota dengan skor tertinggi yang terbagi dalam empat kategori: Kota Metropolitan (peringkat 1-3 berurutan Surabaya, Semarang, Tangerang Selatan), Kota Besar (Denpasar, Surakarta, Malang), Kota Sedang (Manado, Salatiga, Yogyakarta), dan Kota Kecil (Padang Panjang, Sungai Penuh, Solok). Lima kota di DKI Jakarta tidak ikut dinilai karena tidak memiliki DPRD kota dan tanpa APBD.
”Secara sosiologis, yang cerdas sebenarnya adalah warganya. Memang ada internet, aplikasi, dan platform, tetapi rohnya adalah rasa kebersamaan,” kata Daisy Indira Yasmin, sosiolog dari Universitas Indonesia, salah satu juri Indeks Kota Cerdas Indonesia (IKCI) 2018, dalam diskusi seusai penganugerahan IKCI 2018 di Gedung Kompas Gramedia, Jakarta, Rabu (9/1/2019). Hadir dalam acara itu semua wali kota pemenang atau yang mewakili.
Secara teknis, penilaian juri didasarkan data yang dikumpulkan dari Badan Pusat Statistik dan sejumlah lembaga lain. Total dinilai 93 kota otonom yang dibagi dalam empat kategori sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.
Skor penilaian dalam IKCI 2018 totalnya 100. Pembagiannya 0-90 untuk penilaian dimensi dan bobot, sedangkan 0-10 untuk penilaian pakar.
Sasaran pada warga
Ketua Program Studi Teknik Perencanaan Wilayah Institut Teknologi Bandung Ridwan Sutriadi, yang juga juri IKCI 2018, mengatakan, dalam 50 tahun terakhir, urbanisasi di Indonesia tumbuh pesat. Yang perlu diantisipasi, investasi tidak hanya datang di kota kategori metropolitan (berpenduduk lebih dari 1 juta jiwa), tetapi juga menengah (mulai lebih dari 100.000 jiwa hingga 500.000 jiwa) dan kecil (kurang dari 100.000 jiwa).
Investasi masuk itu perlu diikuti pengelolaan cerdas dan tepat sasaran sehingga menyejahterakan warganya.
Hal sama disampaikan Pemimpin Redaksi Kompas Ninuk Mardiana Pambudy bahwa kota akan jadi tujuan terakhir dalam pergerakan manusia. Saat ini, sekitar 50 persen penduduk Indonesia tinggal di perkotaan.
”Perkembangan yang secara alamiah terjadi itu harus disertai pengelolaan kota yang mumpuni bagi warga,” ujarnya. Sejak awal didirikan, Kompas memberi tempat bagi upaya atau inovasi yang bertujuan mewujudkan hidup manusia yang lebih baik secara berkelanjutan.
Tanggapan kota
Wali Kota Manado Vicky Lumentut mengatakan, penghargaan kota cerdas yang mereka terima ini sesuai visi kota ”Manado Cerdas” yang mengarah pada warga lebih terlayani dan sejahtera melalui sejumlah program, termasuk Cerdas Command Center (C3). Manado menduduki peringkat pertama kategori kota sedang. Ada 57 kota dalam kategori sama.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan, meski penghargaan serupa didapatkan melalui berbagai ajang, itu bukan tujuan pemerintahannya. ”Bagi kami, tujuan pemerintahan adalah membuat masyarakat sejahtera,” ucapnya.
Hal sama dikatakan Wali Kota Padang Panjang Fadly Amran bahwa implementasi konsep kota cerdas dimulai dengan membangun manusia, di antaranya melalui pendidikan berkualitas. Kualitas manusia merupakan faktor utama pembangunan kota.
Wali Kota Denpasar Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra mengatakan, dengan melibatkan komunitas, konsep kota cerdas yang dibentuk terus ada meski pemerintahan berganti. Salah satu prioritas adalah pengembangan ekonomi kreatif.
(NDY/NIA/BOW/TAN/E07)