Perekonomian Daerah Terdampak Tsunami Mulai Menggeliat
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama
·3 menit baca
RAJABASA, KOMPAS — Perekonomian di daerah pesisir timur Kabupaten Lampung Selatan sudah mulai kembali menggeliat pascatsunami pada 22 Desember lalu. Toko-toko dan rumah makan sudah kembali beraktivitas seperti normal. Distribusi barang juga sudah mulai dilakukan.
Pada Kamis (10/1/2019), sejumlah toko kelontong di Desa Waimuli Timur, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung, sudah kembali buka seperti biasa. Aman (43), pemilik salah satu toko kelontong, mengatakan, tokonya mulai buka Senin (7/1/2019).
”Waktu hari Senin itu kami beres-beres dan membersihkan toko. Lalu, kami juga mendata barang apa saja yang masih tersisa. Kalau sekarang kami sudah beroperasi seperti biasa,” ujar Aman.
Ia menjelaskan, saat tsunami datang, pintu geser besi toko yang juga rumahnya itu hancur. Puing-puing dan air masuk ke rumahnya. Tidak hanya itu, beberapa karyawannya yang juga warga sekitar juga ikut terdampak tsunami. Sejak itulah Aman menutup sementara tokonya.
”Barang dagangan, seperti makanan ringan dan minuman dingin, semuanya berantakan. Saya tutup saja dulu toko saya. Yang beli juga pasti tidak ada,” ujar Aman.
Ia mengaku belum menghitung secara keseluruhan total kerugian yang dialaminya. Yang pasti, Aman harus memperbaiki dahulu pintu tokonya yang ditaksirnya seharga belasan juta.
Adapun Aman beserta keluarga berhasil menyelamatkan diri dengan berlari ke bukit di belakang desa itu. Ia pun memutuskan mengungsi ke rumah saudaranya di Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan.
Dengan sisa-sisa tabungannya, Aman kembali memulai lagi usahanya. Kini setelah hampir tiga pekan pasca tsunami tokonya sudah kembali beroperasi. Dia berharap Desa Waimuli Timur bisa segera pulih seperti dahulu
Tidak hanya toko kelontong yang sudah mulai buka, rumah makan pun juga sudah kembali beroperasi.
Nurdin (54), pemilik rumah makan di dekat Dermaga Canti, Kecamatan Rajabasa, juga sudah kembali beroperasi sejak Senin. ”Jangan terlalu lama tutup nanti malah sepi betulan. Kami yakin pariwisata di sini akan bangkit,” ujar Nurdin.
Ia merasa sangat beruntung lantaran rumah makan miliknya tidak rusak sama sekali meskipun berada di pinggir pantai. Maka dari itu, saat liburan Tahun Baru, rumah makannya tetap menerima tamu. Namun, karena sebagian karyawannya yang juga warga sekitar juga terdampak tsunami, rumah makannya tidak buka sepenuhnya.
Karena tsunami, lanjut Nurdin, pendapatan pada masa liburan Tahun Baru kali ini omzetnya jeblok. Pada tahun-tahun sebelumnya, biasanya pada masa liburan tahun baru, dia bisa melayani rata-rata 50 porsi per hari, meningkat dua kali lipat dari hari-hari biasa. Adapun menu yang dihidangkan antara lain ayam goreng, ayam bakar, tahu goreng, tempe goreng, dan lalapan, dijual seharga Rp 10.000-Rp 20.000 per porsi.
Meski demikian Nurdin tetap optimistis, desanya akan kembali bangkit dan usahanya akan kembali ramai. Lokasi rumah makannya yang dekat dengan dermaga bisa menjaring pelanggan dari wisatawan yang hendak menyeberang ke Pulau Sebuku dan Pulau Sebesi atau berkeliling ke sekitar Gunung Anak Krakatau.
Distribusi barang
Selain toko dan rumah makan yang sudah kembali beroperasi normal, distribusi barang ke daerah pesisir timur Kabupaten Lampung Selatan juga sudah mulai dilakukan. Adapun beberapa hari sebelumnya, distribusi barang belum terlihat.
Sepanjang Jalan Pesisir, beberapa kali terlihat mobil pikap yang membawa galon air mineral atau membawa tabung gas 3 kilogram. Mereka berhenti di beberapa warung kelontong warga. Selain itu, juga terlihat aktivitas bongkar muat pisang hasil panen di Pulau Sebesi dan Pulau Sebuku di Dermaga Canti.
Khaerul (42), warga Pulau Sebesi, mengatakan, dirinya membawa pisang hasil panen dari kebun di sekitar rumahnya. Hari itu dia membawa sekitar satu kuintal pisang yang dijual dengan harga sekitar Rp 15.000 per kilogram.
”Setelah selesai mengungsi, ternyata kebun pisang ada yang sudah panen. Jadi kami ke sini untuk menjualnya. Ya lumayan untuk tambah-tambah uang setelah bencana,” ujar Khaerul.