JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah menambah kuota Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan atau PBI-JK di tahun 2019. Penerima bantuan ini menjadi 96,8 juta orang yang sebelumnya hanya 92.4 juta jiwa.
"Ada tambahan sesuai amanat Undang-Undang, penambahan PBI dilakukan dengan biaya tambahan Rp 1 triliun. Dari sekitar 130 juta penduduk miskin dan rentan miskin, saat ini kita baru bisa cover 96,8 juta," kata Ketua Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Demokrat Dede Yusuf di Jakarta, Rabu (9/1/2019).
Dana untuk PBI-JK berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 . Dede mengatakan, penambahan dana dan juga kuota ini untuk mempercepat Universal Health Coverage (UHC) yang seluruh penduduk Indonesia akan tergabung di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Hal ini senada dengan pernyataan Kepala Humas BPJS Kesehatan Iqbal Anas Ma’ruf. “Ada penambahan sebanyak 4,4 juta jiwa dari tahun-tahun sebelumnya (2016-2018). Ini merupakan kabar baik, diharapkan melalui penambahan kuota PBI ini akan mempercepat terwujudnya cakupan kesehatan semesta atau UHC,” kata Iqbal.
Penambahan kuota penerima dianggap sebagai wujud komitmen pemerintah pada Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS), khususnya dalam hal peningkatan cakupan kepesertaan.
Iqbal menerangkan, penambahan kuota PBI-JK ini berdasarkan surat Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 01/HUK/2019 tentang Penetapan Penerimaan Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Tahun 2019 yang ditandatangani Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita. Data peserta ini sudah termasuk bayi dari peserta PBI-JK yang didaftarkan pada 2019.
Untuk memastikan peserta yang menjadi PBI-JK benar-benar berhak dan memenuhi kualifikasi yang ditetapkan pemerintah, pemutakhiran data pun secara rutin dilakukan Kementerian Sosial bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, serta menggandeng Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri.
Sepanjang 2018, Kemensos melakukan verifikasi dan validasi data kependudukan sehingga sistem informasi data PBI berbasis nomor induk kependudukan (NIK). Ada beberapa data yang diverifikasi dan divalidasi setiap waktu, misalnya penghapusan peserta PBI-JK yang sudah mampu, sudah menjadi Pekerja Penerima Upah, meninggal dunia, atau memiliki NIK ganda.
BPJS Kesehatan melaporkan setiap bulan ke Kemenkes dengan tembusan Kemensos. Selanjutnya, jika sudah dikoordinasikan lintas lembaga, BPJS Kesehatan akan menerima perubahan PBI-JK tersebut untuk diperbaharui.
Hingga 3 Januari 2019, tercatat 215.860.046 jiwa penduduk di Indonesia telah menjadi peserta JKN-KIS. BPJS Kesehatan juga bermitra dengan 23.011 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama, 2.475 rumah sakit termasuk klinik utama.
Masih kurang
Menanggapi penambahan kuota PBI-JK yang baru menyentuh 96,8 juta orang, Guru Besar Kebijakan dan Ekonomi Kesehatan Universitas Indonesia Hasbullah Thabrany mengatakan jumlah itu masih kurang.
"Menurut rancangannya, seharusnya kuota PBI-JK 107 juta di tahun 2019. Tidak hanya kuotanya, tapi jumlah tanggungan yang Rp 41.000 per orang seharusnya Rp 120.000 per orang," kata Hasbullah.
Hasbullah juga mengatakan, jumlah tanggungan per orang yang ditetapkan pada batas minimun itu menjadi salah satu alasan mengapa pelayanan kesehatan belum maksimal. Tak heran jika masih banyak rumah sakit yang melakukan penolakan kepada pasien pengguna BPJS Kesehatan. (SITA NURAZMI MAKHRUFAH)