Termakan Hoax Tsunami, Warga Pesisir Sibolga-Nias Mengungsi
Oleh
Nikson Sinaga
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS – Warga di pesisir perairan Sibolga-Nias yang meliputi Kepulauan Nias, Kabupaten Tapanuli Tengah, dan Kota Sibolga, Sumatera Utara, sempat panik dan mengungsi mendengar kabar adanya tsunami, Kamis (10/1/2018) dini hari. Warga bertahan di tempat tinggi pada sekitar pukul 03.00 dini hari hingga sekitar pukul 07.00.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika memastikan tidak ada tsunami di pantai barat Sumut itu. Sementara Kepolisian masih mencermati apakah ada unsur pidana dari tersebarnya informasi palsu itu.
Deby Idelpa Manalu (30), warga Kota Gunungsitoli, mengatakan, kabar mengenai akan ada tsunami mulai beredar sejak Rabu siang. Kabar banyak beredar di media sosial dan juga cerita dari mulut ke mulut. Namun, saat itu belum ada kepanikan.
“Informasi dugaan adanya tsunami terus berkembang dan beredar di masyarakat. Pada Kamis sekitar pukul 03.00, saya mendengar warga berteriak tsunami,” kata Deby.
Warga berhamburan dari rumahnya ketika mendengar orang lain berteriak tsunami. Mereka langsung memacu sepeda motor atau mobil. Ada juga sejumlah warga yang menggunakan beberapa truk berupaya menjauh dari pantai.
Deby menuturkan, masyarakat di Kota Gunungsitoli tampak panik dan berupaya menjauhi pantai ke arah jalan menuju dataran yang lebih tinggi. Ini membuat warga lain yang melihat ikut panik. “Namun, saya berupaya untuk tenang dan tidak ikut mengungsi. Saya berpikir bahwa kabar tsunami itu hoax karena sudah beredar sejak siang dan juga tidak ada gempa bumi,” ujar Deby.
Menurut Deby, ada ribuan warga yang berhamburan di jalanan. Ada yang mengungsi ke rumah keluarganya. Ada pula yang bertahan di jalan atau perkampungan yang lebih tinggi dan jauh dari pantai. “Warga mulai kembali ke rumahnya setelah terang sekitar pukul 07.00,” kata Deby.
Menurut Deby, warga memercayai kabar tsunami karena panik dan trauma dengan tsunami di Selat Sunda yang terjadi tanpa didahului gempa. Namun, belum jelas dari mana sumber awal informasi itu.
Tidak hanya di Kepulauan Nias, kepanikan warga juga terjadi di Kota Sibolga dan Kabupaten Tapanuli Tengah, yang berada di pesisir barat Sumatera Utara.
Mika Sitohang (30), warga Sibolga, mengatakan, kabar tentang akan terjadi tsunami di Sibolga dan Tapanuli Tengah juga sudah beredar di media sosial sejak Rabu siang. Namun, kepanikan warga terjadi pada Kamis sekitar pukul 03.00. “Saya melihat di jalan sejumlah warga memacu sepeda motor dan mobil sambil berteriak tsunami,” kata Mika.
Mika mengatakan, warga pergi ke arah Jalan Sibolga – Tarutung yang merupakan jalan tanjakan dan jauh dari pantai. Warga memarkir kendaraan dan berdiam di tempat tersebut. Kendaraan warga yang parkir memanjang hingga beberapa kilometer. Setelah satu jam berada di sana, warga berangsur turun karena tidak ada terjadi tsunami.
Tidak benar
Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono mengatakan, informasi tsunami di Tapanuli Tengah, Sibolga, dan Kepulauan Nias tidak benar. “Kami melakukan analisis rekaman data sinyal seismik di sensor terdekat dengan lokasi. Hasilnya tidak ada aktivitas kegempaan di Tapanuli dan sekitarnya.” Ujar Rahmat.
Setelah mendapat kabar tentang tsunami, kata Rahmat, pihaknya juga langsung melakukan pengamatan stasiun pasang surut di pantai barat Sumatera Utara. Namun, tidak ditemukan perubahan gelombang air laut yang signifikan. Hanya gejala normal pasang surut harian. “Pengamatan lapangan oleh petugas BMKG juga tidak menemukan adanya gejala peristiwa tsunami,” katanya.
Rahmat pun meminta masyarakat agar tidak mempercayai informasi yang bukan dari sumber resmi. BMKG menghimbau masyarakat beraktivitas seperti biasa, tetapi tetap waspada.
Kepala Kepolisian Resor Nias Ajun Komisaris Besar Deni Kurniawan mengatakan, saat ini pihaknya fokus menyosialisasikan pada masyarakat bahwa isu tsunami itu merupakan kabar bohong. “Setelah kami pastikan tsunami di Nias merupakan hoax, kami menurunkan petugas untuk memberitahukan kepada warga yang mengungsi agar kembali lagi ke rumah,” ujarnya.
Kepolisian pun masih mencermati apakah ada unsur pidana dalam penyebaran kabar bohong tentang tsunami tersebut.