JAKARTA, KOMPAS — Teror yang dialami oleh dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dianggap masih sebatas sinyal. Oleh karena itu, peningkatan sistem keamanan, utamanya kewaspadaan, mesti ditingkatkan. Teror tersebut turut menunjukkan bahwa sistem keamanan di KPK cenderung rentan.
Teror kembali dialami oleh pimpinan KPK pada Rabu (9/1/2019). Bungkusan plastik mencurigakan ditemukan di pagar rumah Ketua KPK Agus Rahardjo. Adapun rumah Wakil Ketua KPK Laode M Syarif dilempar bom molotov pada hari yang sama. Sebelumnya teror juga dialami oleh penyidik KPK, Novel Baswedan, pada 11 April 2017.
Mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan, teror yang diterima oleh Agus dan Laode baru merupakan sinyal. Pola terornya berbeda dengan yang diterima oleh Novel yang cenderung langsung menghentikan sepak terjangnya.
”Teror diciptakan, salah satunya, untuk menciptakan ketakutan yang berdampak langsung bagi kinerja lembaga KPK,” kata Bambang saat dihubungi dari Jakarta, Kamis (10/1/2019).
Bambang menambahkan, teror dan pemberantasan korupsi bak mata koin yang tidak terpisahkan. Teror bisa menjadi sikap dan respons dari corruption fight back atas sejumlah upaya pemberantasan korupsi yang tengah dilakukan KPK.
Oleh sebab itu, Bambang menyarankan kepada KPK untuk memperkuat sistem pengamanan bagi para pimpinan dan pegawainya. Salah satunya dengan mengoneksikan keamanan di sekitar tempat tinggal dengan sistem keamanan dalam (kamdal) KPK.
”Hal itu penting juga untuk memperhatikan keamanan keluarga batih,” kata Bambang.
Bambang mengaku tidak tahu persis sistem keamanan yang saat ini dijalankan oleh KPK. Saat masih menjabat, ada dua sistem pengamanan yang dulu ia dapatkan. Pertama adalah pengamanan yang melekat secara langsung. ”Itu mengapa disediakan ajudan,” kata Bambang.
Selain itu, KPK juga menyediakan keamanan lingkungan termasuk pada tempat tinggalnya. Keamanan di sekitar rumah tersebut juga sudah dikoordinasikan dengan kepolisian sektor setempat.
Secara terpisah, mantan Wakil Ketua KPK Bibit Samad Rianto mengatakan, jaminan keamanan bagi pimpinan KPK seharusnya jauh lebih baik dibandingkan saat ia masih menjabat. Sebab, saat ini sudah ada Bagian Keamanan di bawah Biro Umum yang bertanggung jawab terhadap keamanan para pimpinan KPK.
”Bagian keamanan tersebut bekerja sama dengan pihak kepolisian,” kata Bibit.
Hal itu telah diatur dalam Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2015. Dalam Pasal 39 Ayat 3d dijelaskan bahwa Bagian Pengamanan memiliki fungsi dalam pelaksanaan perlindungan keamanan pimpinan dan mantan pimpinan (perlindungan fisik).
Bibit mengaku, saat masih menjadi wakil ketua KPK, sistem pengamanan baginya sudah dijalankan dengan baik. Di sekitar kediamannya, beberapa kali pihak kepolisian juga menjalankan kegiatan patroli.
”Bahkan kami sudah siapkan buku patroli untuk mencatat seberapa sering mereka berpatroli,” ungkap Bibit.
Bergantung situasi
Menurut Bibit, kegiatan patroli tersebut sangat bergantung pada situasi dan kondisi yang tengah terjadi. Adapun, secara periodik, kapolsek setempat sering melakukan pertemuan dengannya. Jika dianggap ada sesuatu yang membahayakan, Bibit mengaku tak segan meminta perlindungan kepada polsek setempat.
Sistem pemantauan CCTV selama 24 jam juga sudah dipasang di sekitar rumah mereka guna melacak siapa saja orang yang datang. ”Di rumah sudah dipasang CCTV juga, tapi saya sendiri tidak pernah melihat ke mana arahnya,” katanya.
Menurut Bibit, sistem pengamanan bagi pimpinan KPK masih harus ditingkatkan, utamanya terkait dengan kewaspadaan. Selain itu, CCTV yang dipasang di sekitar rumah pimpinan juga harus diberdayakan untuk mendeteksi pelaku teror.
Menurut Bibit, teror hanya dialami oleh Agus dan Laode, besar kemungkinan karena sosok mereka yang keras. Hal itu yang tidak disenangi oleh para peneror karena merasa terancam dan tidak bisa mengendalikan.
Bibit mengatakan, teror yang dialami oleh dua pimpinan KPK tersebut ditengarai sebagai bentuk perlawanan dari koruptor. Orang yang merasa dirugikan akan cenderung mencari kelemahan KPK. Tapi jika hal itu tidak bisa dilakukan, jalan lainnya adalah dengan ancaman.
”Buat kami, itu adalah risiko pekerjaan. Siapa pun yang ada di KPK harus siap dengan itu,” kata Bibit.
Belum sebanding
Anggota Komisi III DPR, Muhammad Nasir Djamil, mengatakan, teror yang dialami oleh dua pimpinan KPK tersebut menunjukkan bahwa model pengamanannya belum sebanding dengan tingkat ancaman yang dihadapi.
”Pengamanannya juga harus disesuaikan karena pekerjaan di KPK sangat berisiko,” kata Nasir.
Menurut Nasir, penyesuaian tersebut harus meliputi letak lokasi rumah, model bangunan rumah, serta pengamanan rumah. Hal itu perlu juga diperhatikan oleh pemerintah agar dalam menjalankan tugas, para pimpinan KPK tersebut tidak merasa waswas.
Natsir mengatakan, selama ini, KPK sudah menjalin kerja sama dengan polisi dan jaksa dalam sistem kerja. Saat melakukan penggeledahan juga ada tim pengaman dari Satuan Brimob. Ia menyayangkan pengamanan serupa tidak diberikan kepada para pimpinan KPK.
Menurut Nasir, kedua pimpinan KPK tersebut menjadi incaran, bisa saja karena lokasi rumah mereka lebih terbuka. ”Polisi harus segera mengusut apakah ini terkait dengan tugas atau pribadi. Besar dugaan karena tugas,” kata Nasir. (FAJAR RAMADHAN)