BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Terjaga di Tengah Ketidakpastian
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Bank Indonesia optimistis perekonomian Indonesia akan tetap terjaga pada 2019. Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen tahun ini. Pertumbuhan tersebut ditopang oleh kenaikan permintaan domestik. Kendati demikian, Bank Indonesia tetap akan mencermati tantangan-tantangan internal dan eksternal.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo, saat ditemui Jumat (11/1/2019) di Jakarta mengatakan, konsumsi domestik yang terus bertumbuh akan mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Angka pertumbuhan konsumsi Indonesia berada di kisaran 5 sampai dengan 5,5 persen pada triwulan IV tahun 2018. Indikator awal konsumsi pada survei BI menunjukkan pertumbuhan positif pada pedagang eceran,” ujar Dody. Selain pertumbuhan konsumsi pada tingkat pedagang eceran, pertumbuhan juga diprediksi akan terjadi pada industri manufaktur.
Berdasarkan rilis Prompt Manufacturing Index (PMI) Bank Indonesia (BI) pada Kamis (10/1/2019) kinerja sektor industri pada triwulan I tahun 2019 diperkirakan akan terus ekspansif. Hal ini terindikasi dari PMI-BI yang berada pada fase ekspansi dengan indeks yang meningkat menjadi sebesar 54,75 persen.
Peningkatan ini terutama didorong oleh kenaikan volume produksi. Sejalan dengan ekspansi PMI-BI, SBT kegiatan usaha sektor Industri Pengolahan triwulan I tahun 2019 tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan saldo bersih tertimbang triwulan sebelumnya. Berdasarkan rincian subsektor, ekspansi kinerja sektor Industri Pengolahan diprakirakan pada subsektor industri makanan, minuman dan tembakau.
Dihubungi secara terpisah, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara memaparkan, tahun ini industri manufaktur khususnya makanan dan minuman diprediksi akan ekspansi. Sebab, mayoritas bahan baku industri makanan dan minuman dari dalam negeri. Sehingga, fluktuasi nilai tukar rupiah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap sektor ini
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman mengatakan, meski menghadapi sejumlah tantangan, industri makanan dan minuman akan tetap tumbuh pada 2019.
Angka pertumbuhan konsumsi Indonesia berada di kisaran 5 sampai dengan 5,5 persen pada triwulan IV tahun 2018
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) HariyadiSukamdani mengatakan, ekspansi pada sektor makanan dan minuman mampu memberikan dampak berganda dari hulu ke hilir. Mulai dari industri bahan baku sampai ujung restoran semuanya akan mendapatkan dampaknya.
Selain industri makanan dan minuman, industri tekstil dan pakaian jadi serta industri alas kaki, menurut Bhima, juga akan tumbuh positif di tahun 2019. “Industri ini berorientasi ekspor, sehingga perang dagang membuat mereka harus berganti orientasi ke pasar dalam negeri,” tutur Bhima.
Sementara itu, prospek alas kaki menurut Bhima juga bagus pada tahun ini. Sebab, permintaan sepatu dalam negeri cukup stabil. Kinerja dua sektor ini akan terbantu dengan maraknya pamasaran di platform e-dagang.
Selain konsumsi dalam negeri, BI juga optimis bahwa risiko inflasi yang terjadi bisa ditangani. Hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) BI menunjukkan penyebab inflasi dari bahan pangan seperti, daging telur, cabe, dan bawang sudah relatif berkurang. Risiko inflasi diperkirakan hanya terjadi jika ada penyesuaian harga bahan bakar minyak.
Tantangan
Menurut Dody, Bank Indonesia juga akan tetap mencermati tantangan eksternal maupun internal yang dihadapi. Tantangan internal yang diperkirakan akan dihadapi oleh Bank Indonesia adalah defisit neraca perdagangan. Pada tahun ini neraca perdagangan masih akan mendapat tekanan dari impor yang masih tinggi. Meski begitu, komoditas-komoditas yang diimpor menurut Dody masih berkaitan dengan barang modal.
“Neraca perdagangan memang masih akan defisit, tetapi trennya menurun,” ucap Dody.
Adapun tantangan eksternal yang akan hadapi BI adalah kenaikan suku bunga Bank Sentral AS yang diperkirakan masih akan terjadi tahun ini. Ketidakpastian kondisi global akibat perang dagang juga dinilai masih berdampak terhadap perekonomian Indonesia.
Dody menuturkan saat ini kondisi global sedang tidak stabil. Pertumbuhan beberapa negara di regional Eropa dan Asia diprediksi akan bias ke bawah. Sementara itu, pertumbuhan Amerika dinilai cukup solid, meskipun tidak secepat pertumbuhan pada tahun 2018. (KRISTI DWI UTAMI)