”Saya tidak ambil pusing. Biarkan mereka terus bertikai. Kalau nanti kelelahan, biar pijat ke saya. Bagus, kan,” ujar Nurhadi sambil terkekeh saat memberikan tanggapannya mengenai panasnya persaingan antarpasangan calon presiden dan wakil presiden jelang Pemilihan Presiden 2019.
Di media sosial, Nurhadi hadir sebagai anomali dalam kontestasi calon presiden. Dia mengklaim sebagai capres nomor urut 10, dengan didampingi calon wakilnya, Aldo. Dengan nyeleneh, Nurhadi menyatakan dirinya didukung Koalisi Indonesia Tronjal Tronjol Maha Asyik.
Sementara sejak 2018, Komisi Pemilihan Umum telah mengumumkan bahwa hanya ada dua pasangan capres dan cawapres yang maju dalam Pilpres 2019. Pasangan capres dan cawapres nomor urut 01, Joko Widodo-Ma’ruf Amin, dan pasangan nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Pesan kampanye yang disampaikan Nurhadi di media sosial pun kerap mengundang tawa, sekaligus gelengan kepala. Kehadirannya menjadi penawar terhadap panas dan gaduhnya atmosfer politik menjelang Pemilu 2019 ini.
Saya capek juga ternyata kayak capres beneran.
Penampilannya sebagai capres khayalan ini diaku Nurhadi ikut mendongkrak popularitasnya di jagad daring. Padahal, sebelumnya Nurhadi juga telah memiliki banyak pengikut melalui akun fanpage Facebook Komunitas Angka 10.
Popularitasnya itu membuat penjualan kaus bergambar wajahnya menjadi laku keras. Ia bahkan tidak lagi menghitung jumlah penjualan kaus seharga Rp 150.000 itu.
”Sudah sangat banyak, sampai ratusan,” kata Nurhadi saat ditemui seusai tampil dalam acara Rosi di Kompas TV pada Kamis (10/1/2019) malam di Jakarta.
”Saya capek juga ternyata kayak capres beneran,” imbuhnya.
Bisa saja Nurhadi memanfaatkan ketenarannya ini menuju tingkat yang lebih tinggi, yakni dengan menerima pinangan salah satu juru kampanye capres-cawapres.
”Ada yang meminang, tetapi tidak saya terima. Saya kan berusaha membuat ketawa bangsa Indonesia,” kata Nurhadi.
Materi kampanye Nurhadi-Aldo memang menunjukkan sejenis semangat ”tidak ambil pusing”. Frase ”tronjal-tronjol” itu pun, menurut Nurhadi, berarti ngasal.
Contoh lain pesan kampanye nyeleneh Nurhadi di berbagai poster digital di akun media sosialnya, seperti ”Kalau orang lain bisa, mengapa harus kita?”. Ada pula ”Jika Karl Marx memimpikan masyarakat tanpa kelas, lalu di mana kita akan belajar?”.
Nurhadi mengatakan, ia hanya ingin menghibur, membuat masyarakat Indonesia rukun dalam masa-masa jelang Pemilu 2019 yang akan digelar pada 17 April 2019.
Picu golput?
Namun, di balik itu, ada pula kekhawatiran kemunculan Nurhadi-Aldo ini malah dapat memicu peningkatan apatisme terhadap pemilu.
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan, Nurhadi-Aldo bagai pisau bermata dua bagi politik Tanah Air. Kehadiran paslon ini patut diakui menjadi angin penyejuk di tengah semakin memanasnya polarisasi kubu dari kedua capres.
Selama beberapa bulan terakhir, publik dicecar kampanye dari kedua tim capres yang emosional. Itu tersebar baik melalui media massa maupun media sosial. Publik pun mulai merasa tidak nyaman dan jenuh. Sebaliknya, gaya Nurhadi-Aldo yang jenaka menjadi salah satu solusi bagi publik untuk melihat kontestasi politik dengan rileks.
Di sisi lain, pesan-pesan yang disampaikan Nurhadi-Aldo itu dapat menjadi satir politik. Satir politik bisa melegitimasi pemikiran bahwa lebih baik tidak memilih, menjadi golongan putih atau golput, dibandingkan memilih paslon yang tidak dapat menunjukkan kemampuan untuk membawa perubahan. ”Saya khawatir ini akan meningkatkan apatisme politik yang berujung pada golput,” ujar Burhanuddin.
Sebetulnya Nurhadi pun memiliki perhatian yang sama terhadap golput. ”Jangan golput, dari dulu ndak baik itu golput. Harus punya pemimpin, harus punya pilihan. Pesan saya adalah meskipun terhibur (dengan Nurhadi-Aldo), jangan golput,” ujar Nurhadi.
Untuk mengendalikan golput, seperti disampaikan Burhanuddin, itu menjadi tugas para elite politik, terutama kedua capres, untuk menghentikan kampanye yang tidak bermakna. Selain itu, KPU dan media juga perlu menampilkan perdebatan dan diskusi dengan narasi yang mencerdaskan.