Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan Dukung Proses Hukum
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Dewan Pengawas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan mendukung langkah penegak hukum terus memproses kasus dugaan pelecehan seksual terhadap perempuan pekerja yang melibatkan mantan anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, SAB. Bentuk dukungan ini sekaligus menegaskan bahwa Dewan Pengawas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan tidak berupaya melindungi SAB yang telah dilaporkan ke polisi oleh RA, perempuan pekerja kontrak asisten ahli SAB, atas dugaan pelecehan seksual.
“Kami mendukung pihak berwenang untuk terus melanjutkan proses penyidikan agar kebenaran segera terungkap. Kami harap semua pihak dapat berpikir dengan jernih dalam melihat kasus ini,” kata Ketua Dewan Pengawas (Dewas) BPJS Ketenagakerjaan Guntur Witjaksono di Jakarta, Jumat (11/1/2019). Guntur berbicara didampingi Anggota Dewas BPJS Ketenagakerjaan, yakni Rekson Silaban, M Aditya Warman, Eko Darwanto, Inda D Hasman, dan Poempida Hidayatulloh.
Dewas BPJS Ketenagakerjaan menyesalkan terjadinya dugaan tindakan asusila terhadap perempuan pekerja di lingkungan BPJS Ketenagakerjaan. Hal ini yang membuat Dewas BPJS Ketenagakerjaan mendukung proses hukum yang berjalan untuk mencegah hal serupa terulang.
Guntur menjelaskan, Dewas BPJS Ketenagakerjaan baru mengetahui terjadi dugaan tindakan asusila tersebut setelah mendapatkan surat tembusan pengaduan RA kepada Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) pada 6 Desember 2018. RA mengadukan bahwa dia 4 kali mengalami pelecehan seksual sejak bekerja sebagai asisten ahli SAB tahun 2016-2018.
Sejak awal mengalami pelecehan seksual, RA melaporkan itu kepada seorang anggota Dewas BPJS Ketenagakerjaan. RA akhirnya mengungkap kasus itu kepada dosennya, Ade Armando (Kompas, 28/12/2018).
SAB pun merespons dengan menggelar jumpa pers membantah tuduhan itu didampingi Poempida Hidayatulloh dan kuasa hukumnya, Memed Adiwinata, di Jakarta, Minggu (30/12/2018). Dalam kesempatan itu, SAB juga menyatakan mengundurkan diri dari posisinya sebagai anggota Dewas BPJS Ketenagakerjaan.
Menanggapi hal ini, Anggota Dewas BPJS Ketenagakerjaan M Aditya Warman mengungkapkan, pengaduan RA kepada Dewas BPJS Ketenagakerjaan tahun 2016 sama sekali tidak menjelaskan unsur pelecehan seksual. Hal ini yang membuat penindakan saat itu hanya bersifat administratif.
“Saat itu RA hanya mengeluhkan keadaan pekerjaan di mana dirinya sering diminta kerja lembur dan masuk hari Sabtu dan Minggu. Melalui pengaduan tersebut, kami sama sekali tidak mengetahui adanya pelecehan seksual yang dilakukan SAB,” jelas Aditya.
Sistem deteksi
Untuk mencegah kasus ini terulang, Guntur menyampaikan, Dewas BPJS Ketenagakerjaan akan menyediakan kanal khusus berkait perlindungan perempuan pekerja dalam Sistem Deteksi Dini dan Pengawasan (Sidewas) BPJS Ketenagakerjaan yang akan diluncurkan Februari 2019. Sistem ini bertujuan untuk menangkap aspirasi dan pengaduan baik dari karyawan BPJS Ketenagakerjaan maupun masyarakat secara luas.
“Melalui kasus pelecehan seksual ini, kami mau membuat sistem pengaduan yang cerdas. Nanti ada sistem pemilihan kanal untuk kategorisasi. Jadi, selain mengenai kasus pidana, keuangan, dan administrasi, kami juga akan menambah kanal tentang pelecehan seksual,” kata Guntur.
Kasus yang menimpa RA tersebut juga mendapat perhatian serius dari Komisi Nasional (Komnas) Perempuan. Komnas Perempuan bersama para pemangku kepentingan saat ini tengah bekerja keras mendorong pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual.
Komisioner Komnas Perempuan Masruchah menyampaikan, korban dan perempuan harus berani menyuarakan bahaya kekerasan seksual, termasuk dampak pemerkosaan terhadap korban yang mengalami trauma seumur hidup. Menurut Masruchah, dengan melihat kasus-kasus pemerkosaan terhadap perempuan di tempat kerja atau perusahaan, maka perlu ada pendidikan tentang Hak Asasi Manusia (HAM) atau Hak Asasi Perempuan.
“Selain pendidikan, di tempat kerja juga perlu ada semacam lembaga pengaduan agar korban tahu ke mana ia harus mengadukan permasalahannya tanpa merasa terintimidasi. Korban harus berani menyuarakan atas kasus yang dialami agar tidak ada korban lainnya,” kata Masruchah. (SHARON PATRICIA)