Kota Denpasar Membangun Kesadaran, Menumbuhkan Kebanggaan Warga
Kota Denpasar menjelang siang. Rimbunnya pepohonan, terutama pohon jati, menghalangi terik sinar Matahari. Kami duduk di Taman Jati, pusat aktivitas warga di sekitar Tukad Bindu, Kelurahan Kesiman, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar, Kamis (10/1/2019).
I Gusti Rai Ari Temaja menuturkan, Tukad (sungai) Bindu dikenal resem (kotor) dan serem (angker) karena sungai sepanjang 980 meter itu kotor dipenuhi sampah dan terlihat tidak terurus. Padahal, menurut Ari Temaja, warga sekitar Tukad Bindu masih menggunakan sungai itu sebagai tempat pemandian warga. Tukad Bindu juga saluran irigasi yang airnya mengairi enam wilayah subak di seputaran Denpasar Timur. “Karena sungainya berada di belakang rumah warga, tidak banyak yang memedulikan kondisi sungai ini,” kata Ari Temaja, yang biasa dipanggil Gung Nik, penggagas penataan Tukad Bindu.
Gung Nik dan sejumlah warga merasa terusik dengan kondisi Tukad Bindu yang kotor dan dipenuhi sampah. Sekelompok warga di sekitar Tukad Bindu mulai membersihkan sungai itu dan menata bantaran sungai tersebut. “Kebetulan saya menjabat Kepala Lingkungan Banjar Ujung di Kelurahan Kesiman. Kami mulai menata Tukad Bindu ini sejak 2010 dengan mengakses program kali bersih,” ujar Gung Nik.
Penataan Tukad Bindu juga disosialisasikan dalam pertemuan pemuka warga dan pimpinan empat banjar adat dan banjar dinas di sekitar Tukad Bindu yang menghasilkan kesepakatan untuk bersama-sama menjaga kebersihan sungai. Kegiatan sekelompok warga itu kemudian bertumbuh menjadi aktivitas komunitas warga setempat. Warga sekitar Tukad Bindu mendukung dengan tidak membuang sampah ke sungai dan menata halaman mereka di tepian sungai.
Pada 2013, Komunitas Kali Bersih Tukad Bindu diresmikan dengan beranggotakan warga di sekitar Tukad Bindu. Dengan dukungan Pemerintah Kota Denpasar, pemerintah kecamatan hingga kelurahan, komunitas itu menggencarkan penataan Tukad Bindu tersebut. \
Mereka mengakses Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri dan mendapat dukungan dari Pemkot Denpasar melalui program pengembangan dan penataan lingkungan berbasis komunitas. Tukad Bindu dibersihkan dan dilengkapi lampu penerangan.
“Untuk menguatkan kelembagaan, kami membentuk Yayasan Tukad Bindu mulai 2017,” ujar Gung Nik. Komunitas Tukad Bindu juga bekerja sama dengan komunitas warga lain, termasuk kelompok warga di sekitar Tukad Oongan, Kelurahan Tonja, Denpasar; dan Tukad Ayung yang berada di hulu Tukad Bindu.
Melalui kegiatan itu, Komunitas Kali Bersih Tukad Bindu meraih penghargaan nasional sebagai lima besar komunitas peduli sungai dari Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tahun 2017. Serangkaian kegiatan pertemuan tahunan Dana Moneter Internasional (IMF) – Bank Dunia (WB) di Nusa Dua, Kabupaten Badung, 8-14 Oktober 2018, Tukad Bindu di Kelurahan Kesiman dikunjungi delegasi dari grup IMF seusai pertemuan tahunan IMF-WB 2018 itu.
Tukad Bindu, yang dulunya kotor dan terkesan angker, sudah berubah menjadi bersih dan lingkungannya asri. Bantaran sungai menjadi jalur pedestrian yang dilengkapi peralatan berolahraga dan jembatan dipasangi aksesori unik sehingga menjadi tempat berfoto. Sungai itu bersih dari sampah plastik atau sampah anorganik lain.
“Saya terkesan melihat kebersihan Sungai Han di Korea,” kata I Made Merta, pemuka warga yang juga terlibat dalam penataan Tukad Bindu. “Kami bekerja untuk menjadikan Tukad Bindu terlihat seperti Sungai Han,” ujar Merta yang turut berkumpul di Taman Jati, Tukad Bindu, Kamis.
Kebanggaan
Pencapaian komunitas di sekitar Tukad Bindu itu diungkapkan Wali Kota Denpasar Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra dalam pemaparannya serangkaian penerimaan penghargaan Indeks Kota Cerdas Indonesia (IKCI) 2018 di Gedung Kompas Gramedia, Jakarta, Rabu (9/1). Rai Mantra mewakili Pemkot Denpasar menerima penghargaan IKCI 2018 untuk kategori Kota Besar.
“Kami membenahi sungai agar sungai mampu memberikan nilai tambah bagi warga di sekitarnya,” kata Rai Mantra, Rabu. “Namun kami tidak mau sekedar membenahi dan membangun tanpa ada komunitas, karena tanpa komunitas, pembangunan itu tidak berlanjut,” ujar Rai Mantra.
Ditemui seusai acara penerimaan penghargaan IKCI 2018, Rai Mantra menyebutkan enam sungai besar di Kota Denpasar yang sedang ditata dan dijaga kebersihannya, di antaranya, Tukad Badung, Tukad Tagtag, Tukad Pengembak, dan Tukad Bindu.
Menurut Rai Mantra, kebersihan sungai penting untuk mendukung pariwisata di Kota Denpasar dan Bali, selain terkait menjaga lingkungan dan kesehatan ekosistem. “Sampah dari sungai masuk ke laut. Kalau lautnya kotor, siapa yang mau datang ke pantai?” ujar Rai Mantra.
Rai Mantra mengatakan, Kota Denpasar sebagai Ibu Kota Provinsi Bali dan juga menjadi pusat aktivitas di Pulau Dewata. “Denpasar itu jantungnya Bali,” kata Rai Mantra mengistilahkan kedudukan Kota Denpasar. “Kalau ke Bali belum ke Denpasar, seperti belum melihat denyut kehidupan Bali,” ujar Rai Mantra.
Dalam kesempatan terpisah, ketika ditemui di Denpasar pada akhir Desember 2018, Rai Mantra menjelaskan, Kota Denpasar sebagai ibu kota provinsi dan pusat aktivitas masyarakat di Bali menempatkan Kota Denpasar memiliki daya tarik yang mendatangkan penduduk urban dari berbagai latar belakang. Urbanisme, menurut Rai Mantra, akan menimbulkan biaya sosial dan biaya lingkungan yang besar apabila pemerintah bersama masyarakat tidak mampu mengelola dan mengendalikannya dengan baik.
Kota Denpasar masuk kategori Kota Besar dalam penilaian IKCI 2018 karena berpenduduk lebih dari 500.000 orang namun belum mencapai 1 juta jiwa. Terkait jumlah penduduk, Rai Mantra mengatakan terdapat perbedaan data jumlah penduduk Kota Denpasar, yakni sekitar 897.000 orang berdasarkan proyeksi penduduk kota oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Denpasar dan sekitar 633.000 orang berdasarkan jumlah kepemilikan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Kondisi itu, menurut Rai Mantra, juga menjadi indikator urbanisasi di Kota Denpasar.
Tingginya migran yang masuk ke Kota Denpasar memiliki tantangan tersendiri bagi pemerintah dalam upaya mengendalikan penduduk dalam rangka menjaga daya dukung kota
Pengamat ekonomi Universitas Udayana, Bali, I Gusti Wayan Murjana Yasa menyebutkan, urban di Kota Denpasar memberikan peluang sekaligus tantangan bagi pemerintah dan warga Kota Denpasar. Penduduk Kota Denpasar berkembang multi kultur dan Denpasar menjadi kota besar yang kesempatan mengoptimalkan potensi dan produktivitas tenaga kerja di perkotaan.
“Tingginya migran yang masuk ke Kota Denpasar memiliki tantangan tersendiri bagi pemerintah dalam upaya mengendalikan penduduk dalam rangka menjaga daya dukung kota,” kata Murjana Yasa.
Urbanisasi menjadikan demograsi Kota Denpasar heterogen. Dengan warga kota yang heterogen, menurut Rai Mantra, Pemkot Denpasar membangun dengan visi “Denpasar Kreatif Berwawasan Budaya dalam Keseimbangan Menuju Keharmonisan.”
Pelayanan publik dijalankan dengan prinsip Sewaka Dharma, yakni pelayanan adalah pengabdian, yang diwujudkan dengan penerapan pelayanan terpadu dan memanfaatkan teknologi informasi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Pemkot Denpasar menyediakan satu gedung bernama Graha Sewaka Dharma di Denpasar Utara sebagai pusat pelayanan publik terpadu. Pemkot Denpasar memanfaatkan aplikasi yang juga melibatkan partisipasi warga melalui Pengaduan Rakyat On line Kota Denpasar (PRO Denpasar).
Dalam pengembangan budaya dan ekonomi masyarakat, Pemkot Denpasar rutin menyelenggarakan Denpasar Festival (Denfest) di pengujung tahun. Tahun 2018, Denfest digelar mulai 28 Desember hingga berakhir 31 Desember. Program Denfest, menurut Rai Mantra, bertujuan menumbuhkan partisipasi warga dan membuka ruang kreativitas bagi warga kota, termasuk bagi penyandang disabilitas.
“Denfest ini festival akhir tahun. Melalui festival itu, kami memberikan akses ke seluruh masyarakat untuk menampilkan hasil kreativitas dan hasil produksi warga,” kata Rai Mantra. “Seluruh sektor dari 16 sektor ekonomi kreatif terlihat dalam Denfest tersebut,” ujar Rai Mantra menambahkan.
Menurut Rai Mantra, Pemkot Denpasar mengembangkan ekonomi kreatif sebagai upaya menjawab peluang dan tantangan bonus demografi yang dimiliki Kota Denpasar dan menjadi aktivitas ekonomi kedua dalam mendukung pariwisata. “Kreativitas itu tidak memandang umur karena berkaitan dengan karya. Produksi bisa dihasilkan mulai usia muda sampai lanjut usia,” kata Rai Mantra.
Penyediaan ruang kreativitas dan ekspresi bagi seluruh warga, menurut Murjana Yasa, menunjukkan komitmen Pemkot Denpasar dalam mengembangkan ekonomi daerah dan ekonomi warga dengan berbasis pengetahuan dan kearifan lokal. Denpasar Festival, menurut Murjana Yasa, tidak hanya memberikan ruang dan mengapresiasi kelompok kreatif dan masyarakat namun juga menjadi wahana menggali budaya dan mengenalkan budaya kepada masyarakat sebagai upaya pelestarian dan pemajuan kebudayaan.