JAKARTA, KOMPAS - Meski kubu calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengajukan perubahan visi dan misi ke Komisi Pemilihan Umum, namun perubahan tersebut diklaim tak mengubah esensi visi dan misi yang telah diserahkan sebelumnya. Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengaku perubahan tersebut hanya berupa penajaman visi dan misi serta pembaruan estetika dokumennya.
Rabu (11/1/2019) lalu Badan Pemenangan Nasional Prabowo–Sandiaga mengajukan revisi perubahan visi- misi ke KPU. Tercatat setidaknya ada empat poin revisi yang diajukan. Revisi tersebut diklaim dari hasil aspirasi sejumlah masyarakat ketika safari kampanye.
“Secara esensi visi-misi itu tidak banyak yang berubah, hanya estetika dan penajaman,” kata juru bicara BPN Prabowo-Sandiaga, Andre Rosiade, di Jakarta,(11/1/2019).
Empat poin revisi visi dan misi pasangan Prabowo-Sandi tersebut adalah, pertama, perubahan tata bahasa dan kata agar mudah dipahami rakyat; kedua, memperkuat preferensi dan dasar utama visi-misi yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. “Perlu ada penegasan bahwa Prabowo-Sandi ingin mengembalikan pembangunan ekonomi berlandaskan konstitusi yaitu Pasal 33 UUD 1945,” katanya.
Ketiga, memperkuat pesan visi-misi dengan menghadirkan aman, adil, dan makmur untuk semua. Selanjutnya, ada perubahan layout pada dokumen visi-misi itu.
Ada juga perubahan tagline menjadi "Indonesia Menang". Menurut Andre perubahan tagline tersebut bentuk penyempurnaan dari sebelumnya. “Itu penyempurnaan tagline dari sebelumnya bahwa Indonesia adil dan makmur menunjukkan kepastian kemenangan,” ucapnya.
Tidak konsisten
Menanggapi hal itu, Sekretaris Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma\'ruf Amin, Hasto Kristiyanto mengatakan, perubahan visi misi di tengah jalan itu menunjukkan kepemimpinan yang berubah-ubah dan tidak kokoh dalam prinsip.
“Pada akhirnya masyarakat yang menilai. Baru kampanye beberapa bulan sudah beberapa kali terjadi ketidak konsistenan,” ujar Hasto.
Sementara itu, Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio menilai, BPN Prabowo-Sandiaga tampaknya terlambat untuk bertemu pakar dalam merumuskan visi-misi, sehingga kurang tajam dalam merumuskannya. Hal itu menjadi pelajaran ke depan bagi siapapun yang menyalonkan diri sebagai pemimpin agar melakukan riset terlebih dahulu. (MELATI MEWANGI)