Bentangan pasir putih hanya tersisa dalam segundukan pasir. Bagian yang dulu lapang kini diilimpasi air laut. Puing rumah di pinggir pantai berserakan. Meski belum ada tanda-tanda obyek wisata itu dibenahi, ada niat masyarakat setempat memulihkan lagi keindahannya.
Pantai Labuana di Desa Lende Tovea, Kecamatan Sirenja, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, salah satu titik yang tersapu tsunami akibat gempa bumi pada 28 September 2018. Sapuan tsunami membuat pantai yang terkenal dengan pasir putih laut dangkal cukup jauh ke dalam perairan seolah tak dikenal lagi.
Selain puing rumah yang masih belum dibersihkan di pinggir pantai, kerusakan pantai terlihat dari tumbuhan pantai yang tumbang ke arah laut. Jeembatan kayu yang dahulu jadi salah satu spot foto kini hanya menyisakan sejumlah tiang yang nyaris lapuk.
"Saya tak menyangka pantai indah ini tinggal puing-puing," kata Iwan Lapasere (40), yang ditemui di Pantai Labuana, Sabtu (5/1/2019). Iwan dua kali berwisata di Pantai Labuana sebelum tempat itu dilanda tsunami.
Ketua Rukun Tetangga 001 Rustam menuturkan tsunami di Pantai Labuana setinggi lebih kurang 2 meter. Saat itu dirinya di teluk di perairan bagian dari pantai. Ia melihat air muncul di pinggi laut di bagian timur dekat Desa Lambonga, Kecamatan Balaesang Tanjung. Air menggulung ke darat dengan cepat. "Kami di laut tak merasakan gelombang besar," ujar Rustam.
Selain hancurnya bentang Pantai Labuana, tsunami juga menghancurkan 21 rumah yang sebelumnya berjarak 15 meter sampai 40 meter dari bibir pantai. Rumah-rumah itu kini tinggal puing terutama potongan beton. Penyintas menggunakan seng bekas untuk digunakan membangun hunian sementara di titik yang agak jauh dari pantai.
Tsunami yang menerjang Pantai Labuana menelan satu jiwa. Saat itu, korban yang berumur 7 tahun sedang mandi di kamar mandi. Saat gelombamg tsunami muncul ia terjebak sehingga tidak mampu menyelamatkan diri.
Pada saat bersamaan sekitar 300 jiwa Dusun Tiga di Pantai Labuana lari ke dua titik di gunung. Mereka lari saat melihat air menggulung ke pantai.
Daerah ini sudah punya merek wisata. Kami mau itu tetap ada
Rustam menuturkan meskipun hancur ada keinginan kuat dari warga untuk menghidupkan lagi obyek wisata berjarak sekitara 120 kilometer dari Palu, ibu kota Sulteng. Pihaknya telah menyampaikannya ke Pemerintah Kabupaten Donggala. "Daerah ini sudah punya merek wisata. Kami mau itu tetap ada," kataya.
Pantai Labuana dikenal sebagai obyek wisata sejak 2015. Pengunjung bisa menikmati pantai berpasir putih, laut dangkal jernih, dan keindahan matahari tenggelam (sun set). Selain itu, Teluk Lambonga, Labuana bagian darinya, kaya akan ikan sehingga wisata pemancingan juga berkembang di sana. Pengunjung biasanya datang ke Pantai Labuana sehari saja atau juga bermalam dengan membangun tenda.
Karena wisatanya menggeliat, warga setempat menyambut dengan berbagai bentuk usaha. Ada yang membuka warung ikan bakar, menyediakan minuman segar kelapa muda, dan menyewakan perahu untuk menjelajahi Teluk Lambonga.
"Saya biasanya bisa dapat 150.000 pada Sabtu atau Minggu dari mengantar pengunjung ke perairan untuk memancing," kata Raf\'in (59), warga Labuana.
Raf\'in yang rumahnya hancur tersapu tsunami berharap Pantai Labuana kembali ditata untuk wisata. Ia menilai hidupnya kembali wisata Pantai Labuana bisa mengusir kesedihan warga karena bencana, selain tentu mendapatkan tambahan pendapatan dari pekerjaan utama sebagai nelayan dan petani (pekebun).
Rustam menyatakan dirinya telah menyampaikan kepada Pemerintah Kabupaten Donggala untuk menata dan menghidupkan lagi Pantai Labuana. Ia berharap pemerintah bisa menanggapinya sehingga warga bisa bergerak untuk memulai menatanya.