Modal Positif di Tahun Politik
JAKARTA, KOMPAS – Di tengah gejolak eksternal sepanjang 2018, sistem keuangan dalam negeri terjaga stabil. Kondisi ini menopang perekonomian nasional sehingga mampu tumbuh 5,15 persen. Ini semua menjadi modal positif untuk meningkatkan kinerja perekonomian di tahun politik.
”Kita bersyukur memasuki tahun 2019 dengan penuh optimisme, harapan, dan juga tentu rasa kegembiraan bahwa kita telah melewati tahun 2018 yang penuh tantangan. Indikator-indikator penting dalam perekonomian dalam negeri menunjukkan perbaikan-perbaikan,” kata Wakil Presiden Jusuf Kalla pada pidato dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2019 di Jakarta, Jumat (11/01/2019).
Mendampingi Kalla dalam kesempatan itu adalah Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso selaku tuan rumah serta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution dan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita. Hadir pula Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.
Kepada hadirin yang mayoritas adalah perwakilan dari industri jasa keuangan, Kalla menyatakan, dinamika di tahun politik ini tidak akan memberikan dampak buruk pada perekonomian nasional. Apa yang terjadi di dunia politik sebatas dinamika biasa.
Politik dan ekonomi di Indonesia, menurut Kalla, masing-masing berjalan di jalurnya masing-masing. Dalam hal tertentu saling memengaruhi tapi tidak sampai menyebabkan dampak negatif. Memanasnya suhu politik menjelang pemilihan umum presiden dan legislatif, lebih banyak terjadi di dunia maya, terutama media sosial. Namun hal itu tidak lalu merembet menjadi konflik terbuka di masyarakat.
Bahkan tahun politik, Kalla melanjutkan, akan mendorong pertumbuhan konsumsi masyarakat. Ini akan menjadi salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi 2019 yang ditargetkan pemerintah sebesar 5,3 persen atau lebih tinggi dari pertumbuhan tahun ini yang diperkirakan 5,15 persen.
Meski demikian, Kalla juga mengingatkan, bahwa tahun 2019 tetap memiliki tantangan eksternal dan internal. Namun ia yakin dengan kolaborasi seluruh pemangku kepentingan, kinerja perekonomian tahun ini akan lebih baik dari tahun lalu.
”Kita akan hadapi tahun ini dan tahun-tahun depan dengan kerja keras dan kebersamaan,” kata Kalla.
Dalam sambutannya, Wimboh menyatakan, OJK menyatakan stabilitas sektor jasa keuangan selama 2018 dalam keadaan yang terjaga. Ia optimistis tren positif tersebut akan berlanjut di tahun ini.
Sepanjang 2018, Wimboh menjelaskan, kondisi perekonomian nasional sehat dan stabil. Ini tercermin di antaranya dari ekonomi nasional yang tumbuh sekitar 5,15 persen dan inflasi yang terkendali di level 3,13 persen.
Sementara itu, sektor jasa keuangan juga tercatat stabil dan sehat. Ini merupakan modal penting bagi industri jasa keuangan untuk dapat tumbuh lebih baik dan meningkatkan perannya sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi di 2019.
Pada 2018, OJK mencatat intermediasi sektor keuangan terjaga dengan baik. Ini tecermin dari pertumbuhan kredit perbankan yang terus melanjutkan tren peningkatan sebesar 12,9 persen, tumbuh signifikan dibandingkan 2017 sebesar 8,24 persen. Tren serupa terjadi pada intermediasi lembaga pembiayaan yang diperkirakan tumbuh sekitar 6 persen.
Profil risiko kredit, menurut Wimboh, juga terjaga. Rasio gross NPL perbankan dalam tren menurun sebesar 2,37 persen (net 1,14 persen) dan rasio NPF sebesar 2,83 persen (net 0,79 persen). Likuiditas perbankan juga cukup memadai meskipun Rasio Kredit terhadap Simpanan (Loan to Deposit Ratio) meningkat menjadi 92,6 persen. Hal ini dapat dilihat dari excess reserve perbankan yang tercatat sebesar Rp 529 triliun.
Adapun rasio Alat Likuid terhadap Non-Core Deposit dan Liquidity-Coverage Ratio (LCR) masing-masing sebesar 102,5 persen dan 184,3 persen, jauh di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 100 persen.
Di pasar modal, Wimboh menambahkan, jumlah emiten baru sepanjang 2018 tercatat sebanyak 62 emiten, lebih tinggi dibandingkan 2017 sebanyak 46 emiten, dengan nilai penghimpunan dana sebesar Rp 166 triliun. Adapun total dana kelolaan investasi mencapai Rp 746 triliun, meningkat 8,3 persen dibandingkan akhir tahun 2017.
Permodalan lembaga jasa keuangan juga cukup memadai dalam menghadapi tantangan ke depan. Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan tercatat sebesar 23,32 persen. Sementara Risk-Based Capital industri asuransi umum dan asuransi jiwa masing-masing sebesar 315 persen dan 412 persen, lebih tinggi dari threshold 120 persen. Gearing ratio perusahaan pembiayaan pun tercatat sebesar 2,97 kali, jauh di bawah threshold maksimal sebesar 10 kali.
Wimboh juga mengingatkan bahwa tantangan di 2019 tidak lebih mudah dibandingkan 2018. Untuk itu, OJK akan terus berusaha memfasilitasi dan memberikan kemudahan dalam mendukung sektor-sektor prioritas pemerintah, melalui kebijakan dan inisiatif yang akan difokuskan pada lima area.
Pertama, memperbesar alternatif pembiayaan jangka menengah dan panjang bagi sektor strategis, baik pemerintah dan swasta, melalui pengembangan pembiayaan dari pasar modal. Kedua, mendorong lembaga jasa keuangan meningkatkan kontribusi pembiayaan kepada sektor prioritas seperti industri ekspor, substitusi impor, pariwisata maupun sektor perumahan.
Ketiga, OJK akan terus berusaha memperluas penyediaan akses keuangan bagi UMKM dan masyarakat kecil di daerah terpencil yang belum terlayani lembaga keuangan formal. Keempat, OJK mendorong inovasi industri jasa keuangan dalam menghadapi dan memanfaatkan revolusi industri 4.0 dengan menyiapkan ekosistem yang memadai dan mendorong lembaga jasa keuangan melakukan digitalisasi produk dan layanan keuangannya dengan manajemen risiko yang memadai.
Kelima, OJK akan memanfaatkan teknologi dalam proses bisnis, baik dalam pengawasan perbankan berbasis teknologi, dan perizinan yang lebih cepat termasuk proses fit and proper test dari 30 hari kerja menjadi 14 hari kerja. (LAS/LSA)