Polda Jatim Panggil Enam Pesohor untuk Pengembangan Penyidikan Prostitusi Daring
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS – Kepolisian Daerah Jawa Timur melayangkan surat pemanggilan pemeriksaan kepada enam selebritas. Pemanggilan untuk pengembangan penyidikan pelacuran dalam jaringan internet yang dibongkar sepekan terakhir.
“Ada enam artis yang dipanggil untuk pemeriksaan minggu depan,” kata Kepala Polda Jatim Inspektur Jenderal Luki Hermawan dalam jumpa pers, Jumat (11/1/2019), di Surabaya.
Sampai dengan saat ini, kasus telah menyeret dua selebritas berinisial VA dan AS yang berstatus saksi korban. Tim penyidik menahan dua perempuan sebagai tersangka muncikari yakni Endang alias Siska dan Tantri alias Tantri. Mereka dituduh sebagai muncikari yang mengendalikan jaringan prostitusi online yang mencakup hampir 150 aktris, pembawa acara, dan model.
“Kami juga masih memburu dua muncikari yang jika mereka tertangkap jaringan prostitusi online yang bisa dibongkar akan lebih besar lagi,” kata Luki.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jatim Komisaris Besar Frans Barung Mangera menambahkan, keenam pesohor yang dipanggil berinisial AC, BS, FG, ML, RF, dan TF. Mereka adalah pesinetron, model, dan atau mantan peserta kontes kecantikan. “Kehadiran mereka diperlukan oleh tim penyidik untuk kelanjutan penyidikan,” katanya.
Meski nama-nama para selebritas ini berinisial, identitas VA dan AS sudah diketahui oleh publik. Bahkan wajah mereka menghiasi pemberitaan di koran, televisi, dan situs. Terbongkarnya identitas kedua selebritas itu sesungguhnya disesalkan mengingat status mereka sebagai korban.
Di sisi lain, ada seorang lelaki yang terlibat dalam prostitusi online itu dengan peran sebagai pemakai jasa. Yang bersangkutan ialah pengusaha pertambangan berinisial RH yang identitasnya belum diketahui secara pasti. Terbongkarnya identitas saksi korban VA dan AS tetapi tidak dengan RH dipandang oleh sejumlah kalangan sebagai langkah gegabah dari tim penyidik yang mengabaikan asas kepatutan.
Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan dalam siaran pers tertulis menyatakan, agar tim penyidik berhenti mengungkap secara publik penyelidikan prostitusi online. Media massa diminta tidak mengeksploitasi perempuan yang dilacurkan termasuk dalam hal ini artis yang diduga terlibat. Media massa agar menghentikan pemberitaan bernuansa menyalahkan kaum perempuan. Publik jangan menghakimi secara membabi buta kepada kaum perempuan yang dilacurkan dan sebagai korban eksploitasi industri hiburan.
“Agar semua pihak lebih kritis untuk mengungkap akar persoalan,” ujar Komisioner Komnas Perempuan Mariana Amiruddin. Kasus seperti ini sepatutnya dilihat sebagai jeratan kejahatan seksual dimana perempuan ditipu dan diperjualbelikan. Tidak sepatutnya kasus ini dilihat dari perspektif merupakan kehendak bebas perempuan untuk melacurkan diri sehingga mereka rentan diperkarakan secara pidana atau dikriminalisasi.
Dosen ilmu hukun pada Universitas Airlangga, I Wayan Titip Sulaksana mengatakan, ancaman pidana terhadap muncikari sudah tepat. Selain itu, yang bisa dijerat hukum ialah pihak-pihak yang berperan seperti muncikari (pemasar) dan penyedia tempat pelacuran. Saksi korban dan pengguna jasa prostitusi online tidak bisa dijerat secara hukum.
Namun, dari sisi yang lain, pelacuran bisa dilihat sebagai perbuatan zina. Untuk yang ini ada dua hal. Pertama, vor nikasi atau hubungan seks di luar nikah yang tidak dapat dihukum karena pelanggaran moral. Contohnya, hubungan seksual antara mahasiswa dan mahasiswi dimana keduanya belum menikah. Yang kedua, overspel yakni perzinaan dimana para pelaku sudah bersuami atau beristri. Untuk pelaku overspel bisa dijerat hukum jika suami atau istri dari pasangan yang berzina melapor ke tim penyidik Polri. Kasus overspel merupakan delik aduan.
Wayan mengingatkan, belum ada landasan hukum yang tepat untuk menjerat penerima layanan prostitusi sebagai tersangka. Kendati demikian, penerima layanan prostitusi bisa dianggap berisiko dalam hal kesehatan yakni menulari anggota keluarga, istri atau suami, kerabat, atau orang lain yang menjadi pasangan seksualnya.
Dalam penyidikan, Wayan menyarankan agar pemeriksaan terhadap saksi korban dilaksanakan oleh tim penyidik dari kalangan perempuan. Saksi korban dalam pemeriksaan juga patut didampingi oleh kuasa hukum. Tim penyidik patut menerima berbagai keberatan yang diutarakan oleh para saksi korban.