JAKARTA, KOMPAS — Polisi masih membutuhkan waktu untuk merangkai bukti dan keterangan yang ditemukan dalam kasus teror bom di kediaman dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Sampai Jumat (11/1/2019), Polisi belum menemukan titik terang yang mengarah pada pelaku.
"Proses pembuktian ini hanya soal waktu saja. Konstruksi bukti yang kuat harus disusun sebelum kami menunjuk siapa saja pelaku yang terlibat," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian Negara RI Brigadir Jenderal (Pol) Dedi Prasetyo di Markas Besar Polri, Jakarta.
Ia mengatakan, polisi sedang mendalami keterangan empat saksi teror bom di rumah Ketua KPK Agus Rahardjo. Dalam waktu bersamaan, keterangan 12 saksi di kediaman Wakil Ketua KPK Laode M Syarif juga sedang dianalisis lebih lanjut.
Dedi menuturkan, keterangan dari salah seorang saksi, yang merupakan penjual bubur di lingkungan tinggal Agus, mendapat perhatian khusus dari Tim Inafis Polri. "Sketsa wajah seorang yang beberapa waktu lalu menanyakan rumah ketua rukun tetangga (RT) setempat sedang berusaha disempurnakan dengan teknologi rekam wajah digital," ujarnya.
Selain itu, polisi juga berusaha mencocokkan sidik jari yang menempel di sejumlah barang bukti. Menurut Dedi, proses itu akan berlangsung cepat bila pemilik sidik jari terdaftar sebagai pemilik Kartu Tanda Penduduk Elektronik.
Untuk mempercepat proses penyidikan, penyedia layanan seluler pun digandeng polisi untuk memetakan pergerakan orang-orang di tempat dan pada waktu kejadian. “Prinsipnya, sejumlah data yang didapat dari proses pembuktian itu akan dikombinasikan untuk membentuk alat bukti yang kuat,” kata Dedi.
Dedi mengatakan, polisi telah menemukan pola melalui sejumlah temuan bukti dalam peristiwa teror bom terhadap dua pemimpin KPK itu. "Ibaratnya, kami saat ini menyusuri jaring laba-laba. Pelan-pelan kami ikuti benangnya," ucapnya.
Oleh karena itu, secara terbuka, polisi telah menyatakan membuka pintu kepada KPK untuk berkoordinasi dalam proses penyelidikan dan penyidikan. Diharapkan, dengan kerja sama itu akan lebih banyak barang bukti yang terkumpul yang akan mempercepat penuntasan kasus tersebut.
Spekulasi
Sebelumnya, Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap menyatakan, total ada 9 teror terhadap pegawai KPK sejak 2011. Yang menjadi pertanyaan, 9 kasus itu sampai sekarang belum ada yang terungkap tuntas (Kompas, 10/1/2019).
Dihubungi terpisah, Koordinator Indonesian Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo mendesak polisi segera menuntaskan kasus teror tersebut. Ia mengatakan, ketidakmampuan polisi mengungkap sejumlah teror yang menyasar pegawai KPK membuat banyak pihak berani melakukan hal serupa.
“Di tahun politik seperti ini, polisi harus bertindak cepat meringkus pelaku agar motif di balik kasus teror itu bisa diketahui publik. Jika tidak segera diungkap, motif pelaku akan selalu disangkutkan pada pihak yang sedang berkuasa,” ujarnya.
Di samping itu, Adnan berharap agar komitmen KPK memberantas korupsi tidak kendor akibat diganggu sejumlah kasus teror itu. “Hal itu sudah menjadi konsekuensi pihak yang memiliki keberanian mengungkap korupsi di negri ini,” katanya. (PANDU WIYOGA)