JAKARTA, KOMPAS - Di usianya yang ke-46, 10 Januari 2019, PDI-P memiliki kans besar untuk mengukir sejarah sebagai partai politik pertama yang bisa berturut-turut menang di pemilu legislatif pasca reformasi. Terkait hal itu, sejumlah strategi telah disusun PDI-P untuk memastikan kemenangan.
Sejak reformasi 1998, belum ada partai yang bisa berturut-turut memenangkan pemilu legislatif. Di Pemilu 1999, PDI-P menjadi peraih suara terbanyak. Kemudian di Pemilu 2004, Partai Golkar yang menggantikan posisi PDI-P. Adapun di Pemilu 2009, Partai Demokrat meraih suara terbanyak. Selanjutnya, di Pemilu 2014, PDI-P kembali menjadi peraih suara terbanyak.
Dengan raihan yang dicapai PDI-P di 2014, terbuka peluang bagi partai yang dipimpin Megawati Sukarnoputri itu, mengukir sejarah di 2019 jika kembali meraih suara terbanyak. Kans untuk ini pun besar karena sejumlah hasil survei oleh lembaga survei menempatkan PDI-P dengan elektabilitas terbanyak.
Kans semakin besar karena Calon Presiden Joko Widodo merupakan kader PDI-P. Dengan status itu, besar kemungkinan efek ekor jas atau kekuatan elektoral Jokowi akan mengalir ke PDI-P. Apalagi jika merujuk hasil survei sejumlah lembaga survei, elektabilitas Jokowi tinggi atau lebih dari 50 persen.
Ketua DPP PDI-P Andreas Hugo Pareira mengatakan, di Jakarta, Jumat (11/1/2019), PDI-P belajar banyak dari kekalahan di Pemilu 2004 dan 2009. PDI-P pun lebih memperkuat konsolidasi partainya dan menerapkan disiplin organisasi yang ketat.
“Selanjutnya empat tahun belakangan ini, konsolidasi partai semakin solid dan bagus karena kepemimpinan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla sekaligus menjadi bagian dari kepemimpinan partai,” katanya.
Kepala Badan Saksi Pemilu Nasional DPP PDI-P Arif Wibowo menambahkan, kekuatan kader di akar rumput menjadi ujung tombak dalam pemenangan pemilu 2019. “Karena pemilu diadakan serentak, maka tugas partai menjadi lebih berat. Kami harus menggerakkan mesin partai untuk memenangkan partai, caleg, sekaligus pilpres,” kata Arif.
Untuk lebih memuluskan jalan ke kemenangan PDI-P mengembangkan jalan kerja pemenangan secara ideologis dan elektoral. Lewat jalan ideologis, kader didorong untukmembantu masyarakat. Adapun secara elektoral, para kader diajak untuk mencermati setiap jadwal tahapan pemilu dan mengambil langkah-langkah strategis guna memastikan kemenangan.
Selain itu, setiap kader selama masa kampanye Pemilu 2019 selalu ditekankan untuk mengedepankan cara-cara yang simpatik.
Tantangan terbesar bagi PDI-P untuk bisa menang kembali di 2019, menurut Arif, mengamankan proses pemungutan hingga rekapitulasi suara. Sebab di tahapan ini, kecurangan kerap terjadi yang berimbas pada hilangnya suara. Untuk mengatasinya, PDI-P mengerahkan saksi di setiap tempat pemungutan suara dan di setiap tahapan rekapitulasi suara.
“Total keseluruhan, PDI-P menyiapkan 2,2 juta saksi. Mereka memantau jalannya proses pemungutan, penghitungan, dan rekapitulasi suara,” ujarnya.
Direktur Eksekutif PARA Syndicate Ari Nurcahyo melihat, PDI-P memang memiliki kans besar untuk kembali menang di Pemilu 2019. Tak hanya karena akan melimpahnya efek ekor jas dari Jokowi ke PDI-P, tetapi karena pengalaman sepuluh tahun menjadi oposisi, 2004-2014, betul-betul dijadikan PDI-P untuk introspeksi dan memperbaiki diri. Ini kemudian berbuah hasil di 2014.
Namun dia mengingatkan PDI-P agar tidak jemawa. Sekalipun hasil survei telah menunjukkan PDI-P meraih elektabilitas tertinggi, masa kampanye Pemilu 2019 masih tersisa sekitar tiga bulan. Dalam rentang waktu itu, peta politik masih bisa berubah. Dia pun menganjurkan agar konsolidasi kader di akar rumput semakin diperkuat dan diperluas. (MELATI MEWANGI)