Akses ke Tanjung Priok Membahayakan Pesepeda Motor
JAKARTA, KOMPAS — Akses jalan menuju Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, yang dipenuhi truk trailer rawan kecelakaan bagi pengendara sepeda motor hingga menimbulkan korban jiwa.
Kondisi tersebut dipicu bercampur-baurnya sepeda motor, mobil pribadi, dan truk kontainer di rusa tersebut. Sejumlah pihak mengharapkan penataan lalu lintas di area rawan agar angka kecelakaan bisa ditekan.
Pada Kamis (10/1/2019), Irna Rotua Citrawati (25), perempuan pengemudi ojek daring, terserempet dan terlindas truk trailer ketika melintasi Jalan RE Martadinata, Tanjung Priok. Ketika itu Irna dengan sepeda motor Honda Beat-nya melaju dari arah timur ke barat.
“Sesampainya di depan gudang kalog (kereta api logistik), korban terserempet pintu kanan kendaraan trailer yang sedang keluar belok kiri ke arah barat. Korban pun terjatuh dan terlindas roda truk sebelah kanan,” kata Kepala Unit Kecelakaan Lalu Lintas Kesatuan Wilayah Jakarta Utara Ajun Komisaris Sigit Purwanto, Sabtu (12/1/2019).
Sigit menjelaskan, pengemudi ojek daring mengalami cedera di kaki akibat kecelakaan itu. Perempuan warga Kampung Bahari Ujung, Tanjung Priok itu, dibawa ke RS Port Medical Center, Jakarta Utara. Sepeda motor korban rusak.
Berdasarkan catatan Kompas, kecelakaan melibatkan sepeda motor sebelumnya juga terjadi di jalan yang penuh dengan truk trailer yang bergerak menuju pelabuhan.
Sepasang suami-istri, Minan Sasmita (52) dan Sumiyati (52), serta cucu mereka Alan Herdiansyah (5) tewas tertabrak truk trailer di Jalan Akses Marunda arah timur, di turunan jembatan Rusun Cilincing, Jakarta Utara, Rabu (5/12/2018). Mereka tertabrak setelah terjatuh dari sepeda motor yang mereka kendarai
Kasus lainnya, truk trailer menabrak pengendara sepeda motor, Amelia (23), di Jalan Raya Cilincing, Koja, Senin (22/1/2018). Korban yang melaju searah dengan truk trailer dari arah barat ke timur tiba-tiba tertabrak. Jenazah korban dibawa RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo.
Wilayah Jakarta Utara termasuk rawan mengalami kecelakaan yang melibatkan sepeda motor. Bahkan, berdasarkan data Direktorat Kecelakaan Lalu Lintas Kepolisian Daerah Metro Jaya periode Januari-Oktober 2018, Jakarta Utara menempati peringkat pertama angka kematian akibat kecelakaan sepeda motor.
Pada periode itu, terjadi 309 kasus kecelakaan melibatkan sepeda motor dengan 91 korban tewas, 3 orang luka berat, dan 315 orang luka ringan. Jumlah itu disusul oleh Kabupaten Bekasi dengan 61 orang korban jiwa, 53 orang luka berat, dan 531 orang luka ringan dari 491 kasus dan Jakarta Selatan dengan 52 orang korban jiwa, 17 orang luka berat, 398 orang luka ringan dari 385 kasus.
Pada periode Januari-Oktober 2017, Jakarta Utara juga menempati posisi pertama dengan angka kematian akibat kecelakaan melibatkan sepeda motor dengan 96 orang korban jiwa, 2 orang luka berat, 362 orang luka ringan.
Posisi itu disusul oleh Kabupaten Bekasi dengan 46 orang korban jiwa, 92 orang luka berat, dan 544 orang luka ringan dari 506 kejadian dan Jakarta Selatan dengan 46 orang korban jiwa, 16 orang luka berat, dan 255 orang luka ringan dari 245 kejadian.
Menurut Sigit, hampir semua jalan yang dilewati truk besar di Jakarta Utara rawan kecelakaan. Namun, yang paling banyak menimbulkan korban jiwa adalah di wilayah Cilincing. Wilayah itu sangat padat oleh kendaraan berat.
Berdasarkan catatan Satuan Lalu Lintas Wilayah Jakarta Utara tahun 2018, sebanyak 38 orang meninggal, 2 orang luka berat, dan 85 luka ringan akibat 99 kejadian kecelakaan di wilayah Cilincing.
Angka korban jiwa akibat kecelakaan di Cilincing memang menurun dibandingkan di tahun 2017, tetapi tetap tertinggi di Jakarta Utara. Pada 2017, korban jiwa di Cilincing mencapai 49 orang, luka berat 1 orang, dan luka ringan 109 orang dari 129 kejadian.
Sigit menambahkan, Jakarta Utara rawan kecelakaan karena pengendara sering melanggar lalu lintas, terutama pesepeda motor. “Ada yang melawan arus kalau tidak ada polisi, memaksakan diri untuk menyalip kendaraan lain, intinya kecelakaan akibat tidak disiplin berlalu lintas,” ujarnya.
Salah satu jalan yang rawan kecelakaan melibatkan sepeda motor di Cilincing adalah Jalan Raya Cilincing. Warga sekitar menyebut jalan itu sebagai “jalur tengkorak” karena seringnya kecelakaan menimbulkan korban jiwa di lokasi itu.
“Setiap minggu ada saja kecelakaan dan tak jarang korbannya meninggal. Bahkan, sejam lalu (pukul 16.00), sebuah sepeda motor terlindas truk di sini. Untung saja pengendaranya langsung melompat. Dia terjatuh dari motor karena tersenggol ketika hendak berputar,” kata Oci Sarci (52), pedagang kacang rebus yang juga sering membantu mengatur lalu lintas di Jalan Raya Cilincing seberang Pasar Waru.
Berdasarkan pantauan Kompas, Sabtu sore, truk trailer — sebagian membawa kontainer — memadati Jalan Raya Cilincing arah ke timur. Di tengah kemacetan itu, menyelip mobil dan sepeda motor. Beberapa pengendara sepeda motor, menyalip mobil dan truk di depannya agar tetap melaju.
Sedangkan ruas yang arah ke barat tampak lengang. Namun, hampir semua kendaraan, termasuk truk trailer, melaju dengan kecepatan tinggi, sekitar 60-70 kilometer per jam.
Penataan
Sejumlah pengendara sepeda motor yang sering melintas di Jalan Raya Cilincing mengaku was-was ketika melintas. Akan tetapi, ada pula yang mengaku tidak khawatir karena sudah terbiasa.
Castam (40), warga Bekasi sekaligus pekerja lepas di Pelabuhan Tanjung Priok, mengaku, sering khawatir ketika melintas dengan sepeda motor di tengah kepungan truk trailer itu. Sehari-hari, dia harus ekstra hati-hati ketika melintas dan tidak memaksakan diri menyalip kendaraan lain agar tidak kecelakaan.
“Kalau lagi ramai, saya mengalah saja, gak maksa menyelip di antara truk,” katanya.
Castam pun berharap ke depannya ada jalur khusus bagi sepeda motor di jalan itu. Dengan demikian, keselamatan pengendara sepeda motor lebih terjamin.
Sementara itu, Tony (39), pengendara sepeda motor lainnya, mengaku sudah terbiasa dengan kondisi itu. Menurut warga Pulo Gadung, Jakarta Timur itu, yang terpenting adalah tetap fokus dan hati-hati agar selamat ketika berkendara.
Meskipun demikian, kondisi lalu lintas yang padat dan bercampur-baur antara sepeda motor, mobil, dan truk trailer ini, menurut Tony, membahayakan, terutama bagi pesepeda motor yang belum terbiasa.
“Sekarang, jalan dikuasai truk trailer bahkan hingga 80 persen. Semestinya ada pembatasan jam operasi truk trailer agar pengendara lain bisa nyaman ketika melintas,” ujarnya.
Pengamat transportasi Universitas Katolik Soegijapranata, Djoko Setijowarno, mengatakan, kondisi bercampur baurnya truk trailer dengan mobil dan sepeda motor itu sangat rawan, terutama bagi pengendara sepeda motor. Kesemrawutan ini perlu ditata agar angka kecelakaan bisa ditekan.
“Saya pikir, banyak hal perlu diperbaiki. Mungkin gak kendaraan berat di sana dibatasi? Atau kalau perlu diadakan jalur khusus bagi sepeda motor. Jalurnya diberi pagar pembatas. Intinya lalu lintas campuran seperti itu berbahaya,” ujar Djoko ketika dihubungi.
Selain itu, kesadaran pengendara juga perlu digugah. Menurut Djoko, banyak pengendara sepeda motor yang tidak paham bahwa melaju beriringan dengan truk besar sangat riskan. Mereka tidak paham bahwa pengendara truk besar punya titik buta (blind spot) karena posisinya yang tinggi.
“Itu tidak dipahami pesepeda motor yang sering menyerempet truk. Truk kalau diserempet belum tentu langsung minggir karena sopirnya belum tentu melihat. Kalau mobil kecil, diserempet sepeda motor bisa langsung minggir. Kalau truk tidak. Jika pesepeda motor menyerempet, ya terlindas,” ujarnya. (YOLA SASTRA)